Berita

Politik

Goverment By The Internet

JUMAT, 06 OKTOBER 2017 | 23:19 WIB | OLEH: ZENG WEI JIAN

KALENDER Maya berakhir tanggal 12 Desember 2012. Sebelumnya, some fanatics yakin itu armageddon. The dooms day. Tanggal ini akhir dari siklus 5.126 tahun. Lainnya berpendapat, itu awal dari era transformatif.

Tahun 2012 adalah tahun kemenangan Jokowi-Ahok. Artinya, ada transformatif event di Jakarta. Saya kira, pasca tahun 2012 adalah era transformasi internet. Sejak itu, cyber world semakin menyatu dengan manusia. Segala-galanya dilakukan di internet. E-commerce, cari pacar, dating, expresi diri, diskusi, sampai kampanye politik.

Politik dilakukan dalam cyber world. Mahasiswa nggak perlu lagi turun ke jalan. Ngartis ngga usah pake skill, bakat, tampang, cerdas. Yang penting berisik. Berani caci-maki. Nyolong informasi seolah A1. Banyakin follower.


Klaim sampe 3 juta. Itu mutu celeb sosmed. Modal dengkul. No books. No knowledge. Nggak pernah baca or mikir.

Hasil Pemilu diketahui lebih awal. Internet triger bisnis polling. Murni atau pesanan. Cyber world buka lowongan kerja. Jadi buzzer, hoaxer, spin-doctors. Jurnalisme dirusak. Mutunya semata kaki.

In short, segalanya berlangsung di internet. Anggota Dewan punya hobi baru. Cuit-cuitan di twitter. Berisik. Mereka nggak ragu curhat online. Bikin malu. Selain, Bikin fan-page. Sewa staf sebagai admin. Begitu juga dengan walikota, gubernur, menteri, bahkan presiden.

Ada pejabat suka nge-vlog. Selfi-selfi nggak keruan. Dulu, Ridwan Kamil disebut-sebut sebagai Walikota Internet.

Obama dan Trump dicibir sebagai "President Internet". Saya tidak tahu apa sebabnya. Yang pasti, mereka aktif dalam cyber world. Ngetwit dan terlibat twitwar.

Alas, tahun 2012 adalah awal dari "government by the internet". Kepala semua negara, presiden, perdana menteri, para jenderal, menteri kabinet, bankers, dan sebagainya memperhatikan persepsi Social Media. Koran, radio dan televisi jadi old school. Nggak bisa nyaingin cyber world.

Saya kira, bahaya sekali bila seorang presiden terlalu banyak eksis di internet. Apalagi, menggunakan buzzer sebagai advisor sekaligus mesin pencitraan. Popular decision seringkali incorrect. Survei dan polling bisa direkayasa.

Semoga, Indonesia tidak ikut-ikut menerapkan sistem "government by the internet". Seni memimpin adalah puncak dari semua skill. Rakyatnya adalah manusia nyata. Bukan sekedar akun-akun yang sering dipejorasi sebagai "akun cebong". [***]

Penulis adalah aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KOMTAK)

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Hukum Bisa Direkayasa tapi Alam Tak Pernah Bohong

Sabtu, 06 Desember 2025 | 22:06

Presiden Prabowo Gelar Ratas Percepatan Pemulihan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 22:04

Pesantren Ekologi Al-Mizan Tanam 1.000 Pohon Lawan Banjir hingga Cuaca Ekstrem

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:58

Taiwan Tuduh China Gelar Operasi Militer di LCS

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:52

ASG-PIK2 Salurkan Permodalan Rp21,4 Miliar untuk 214 Koperasi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:41

Aksi Bersama Bangun Ribuan Meter Jembatan Diganjar Penghargaan Sasaka

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:29

Dua Jembatan Bailey Dipasang, Medan–Banda Aceh akan Terhubung Kembali

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:29

Saling Buka Rahasia, Konflik Elite PBNU Sulit Dipulihkan

Sabtu, 06 Desember 2025 | 20:48

Isu 1,6 Juta Hektare Hutan Riau Fitnah Politik terhadap Zulhas

Sabtu, 06 Desember 2025 | 20:29

Kemensos Dirikan Dapur Produksi 164 Ribu Porsi Makanan di Tiga WIlayah Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 19:55

Selengkapnya