Berita

Net

Politik

CATATAN DARI OOST INDISCH HUIS

Sri Mulyani Dan Bahaya Laten Neolib

JUMAT, 08 SEPTEMBER 2017 | 13:33 WIB | OLEH: ARIEF GUNAWAN*

ORANG Belanda memerintah Nusantara dengan 64 orang Gubernur Jenderal dalam dua periode, yaitu masa VOC (1609-1816) dan masa Hindia Belanda (1816-1946).

Dalam masa VOC terdapat Daendels (1808-1811) utusan Napoleon waktu Belanda dikuasai Perancis, --dan Raffles (1811-1816), administratur terkemuka yang orang Inggris, yang berperan sebagai utusan perusahaan Inggris untuk Hindia Timur.

Jadi, Nusantara total pernah diperintah oleh 66 orang Gubernur Jenderal. Sehingga karena saking lama dijajah, seorang budayawan pernah berolok-olok bahwa katanya itulah yang menyebabkan orang Indonesia umumnya suka berjalan membungkuk-bungkuk terutama kalau berdiri dihadapan pembesar.


Memang tidak semua wilayah Nusantara dijajah Belanda secara serempak. Bali baru ditaklukkan pada 1910. Ternate 1923, Ruteng 1928, Toraja 1910, dan Sulawesi Selatan baru pada tahun 1905. Tentang ini ahli hukum berkebangsaan Belanda, Profesor G.J Resink, menuliskannya dalam "Raja dan Kerajaan yang Merdeka di Indonesia 1850-1910".

VOC bangkrut karena korupsi. Sehingga diplesetkan Vergaan Onder Corruptie alias runtuh gara-gara korupsi. Menurut Onghokham, hampir semua hak, wilayah, dan kekuasaan VOC di Nusantara didapat berdasarkan kontrak, bukan hasil dari kemenangan militer. Kekuatan ekonomilah yang digunakan VOC dan Hindia Belanda untuk mendominasi penguasa pribumi. Termasuk dengan cara menyuap dan menghadiahi para penguasa pribumi dengan barang-barang mewah.

Elit Indonesia hari ini pun umumnya seperti itu, Menkeu Sri Mulyani masih menjadikan Indonesia ikut dalam pakem World Bank dan IMF. Kalau dianalogikan dengan VOC Indonesia bisa bangkrut bukan hanya karena korupsinya yang makin spektakuler dan semakin tidak tau malu, tetapi juga bisa runtuh akibat salah urus ekonomi di bawah Sri Mulyani yang berorientasi kepada kepentingan asing dan kepentingan pasar ketimbang pro rakyat sendiri.

Jalan ekonomi Soeharto juga berorientasi asing. Repelita I konsepnya disusun oleh think thank asing, ialah Tim Harvard, Amerika. Di Belakang Ali Wardana dan Widjojo Nitisastro yang dulu pernah dipuja-puja setinggi menara Sutet itu ternyata berdiri Tim Harvard.

Sejak sehabis Pemilu 55 Mafia Barkeley sudah disiapkan termasuk dalam rangka persiapan menjatuhkan Sukarno. Sejumlah mahasiswa direkrut untuk disekolahkan di sana. Bisa dibilang mereka adalah Mafia Barkeley gelombang pertama, sedangkan generasi berikutnya yang merupakan penerus faham ekonomi neoliberal representasinya adalah Sri Mulyani, yang belakangan ini nampak sibuk bikin pencitraan sebagai ‘’langkah terobosan’’, menyusul berbagai langkah ekonominya yang dalam formula bahasa rakyat biasa dinilai ‘’nggak ada apa-apanya’’, yang oleh kalangan pebisnis dan pengusaha umumnya dianggap "bikin susah perekonomian"…

Kepentingan asing yang sangat agresif makin mempercepat kejatuhan Sukarno dengan disain menaikkan harga bensin melalui tangan pimpinan Pertamina waktu itu yang merupakan konco Soeharto. Uang dicetak secara besar-besaran yang kemudian memicu inflasi seribu persen. Ini semua skenario untuk menghabisi Sukarno, dengan merusak tatanan ekonomi yang esensinya demi membela kepentingan asing yang ingin menguasai.

Waktu Sukarno jatuh rakyat kesulitan pangan, antre beras dimana-mana, waktu itulah datang Amerika dalam jubah dan topeng yang lain sebagai "dewa penolong", memberikan bantuan pangan…

Bahaya laten ekonomi neoliberal saat ini pun tidak kalah berbahayanya dengan pada masa kejatuhan Bung Karno, yang bukan hanya berdampak merugikan bagi kepentingan rakyat secara keseluruhan, tetapi juga bagi Presiden Jokowi yang sedang berusaha keras mewujudkan Indonesia ke keadaan yang lebih baik…

Menutup tulisan ini akhirnya saya terkenang kepada sebuah jalan di Amsterdam, Belanda, --Jalan Kloveniers Burgwal 48. Dimana di pinggir jalan ini, di antara coffee shops yang menyuguhkan daun cannabis, pesepeda yang berseliweran, kanal tempat perahu bersandar, dan para turis berhimpitan minum bir sambil mendengarkan lagu-lagu disko, terdapat sebuah gedung yang membuat langkah saya terhenti.

Gedung kokoh tiga lantai dengan bata merah yang sekarang Kampus Universiteit Van Amsterdam ini papan nama di tembok bagian depannya bertuliskan: Oost Indisch Huis, atau Gedung Hindia Timur.

Disitulah dulu Kantor Pusat VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) bermarkas. Markas besar kompeni. Tempat para direksinya yang disebut dengan istilah Heeren Zeventien (Tuan-Tuan Tujuhbelas) berkantor dan membuat berbagai kebijakan ekspansi dagang serta pengerukan terhadap kekayaan rempah-rempah Nusantara. [***]  

Penulis adalah jurnalis senior


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya