Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

OPINI JAYA SUPRANA

Pencitraan

JUMAT, 19 MEI 2017 | 06:56 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

METODE promosi terdiri dari periklanan, sales promotion, personal selling, publikasi dan public relations. Kesemuanya mengandung sifat komersial namun sebenarnya juga sekaligus sosial akibat terkait dengan masyarakat.

Maka segenap metode promosi tidak bisa lepas dari tanggung jawab sosial. Promosi hukumnya wajib harus memikul beban tanggung jawab sosial.

Namun yang paling wajib memikul tanggung jawab sosial adalah metode promosi yang berada di gusus terdepan secara langsung berhubungan dengan masyarakat maka namanya adalah "public relations" yang di Indonesia disebut Humas sebagai akronim "Hubungan Masyarakat".


Inti makna fungsi Public Relations adalah membentuk citra atau yang di Indonesia masa kini popular disebut sebagai "pencitraan".

Pada hakikatnya pencitraan ibarat pisau dapat berfungsi positif konstruktif sekaligus negatif destruktif tergantung pendayagunaannya. Pisau dapat berfungsi positif konstruktif untuk memotong sayur, buah, rempah sebagai bahan ramuan hidangan yang lezat. Namun pisau dapat berfungsi negatif destruktif bahkan kriminal sebagai senjata untuk mengancam, melukai, menusuk sampai membinasakan.

Maka pencitraan dapat bersifat positif konstruktif apabila didayagunakan untuk memasyarakatkan program kesehatan, pendidikan, membasmi maksiat seperti judi, narkoba, teror-hujat, pedofil, pornografi.

Contoh pencitraan positif konstruktif adalah yang kini dilakukan oleh Vatikan untuk memasyaratkan kearifan Sri Paus Fransiskus mengajak umat agar selalu peduli nasib wong cilik, kaum miskin, papa dan tertindas. Pencitraan yang dilakukan Badan Narkotika Nasional demi mengajak masyarakat maju tak gentar gigih memerangi narkoba jelas positif konstuktif. Foto adegan Iriana Jokowi memayungi suami tercinta naik trailer di Papua merupakan  pencitraan positif konstruktif sebagai keteladanan kasih sayang mengajak bangsa Indonesia segera berhenti memecah belah diri dengan saling membenci.

Sebaliknya pencitraan langsung bersifat negatif destruktif apabila didayagunakan untuk "mencuci otak" masyarakat demi membenarkan hal-hal bersifat menyesatkan yang sama sekali tidak sesuai kenyataan.

Misalnya pencitraan negatif destruktif yang dilakukan rezim Donald Trump demi meyakinkan masyarakat dunia bahwa Islam adalah agama yang membenarkan bahkan mendukung terorisme padahal fakta membuktikan bahwa mayoritas kekerasan yang terjadi di Amerika Serikat dilakukan oleh warga bukan Muslim.

Contoh pencitraan negatif destruktif paling legendaris adalah gerakan "cuci otak" masyarakat yang sistematis dan masif dilakukan oleh Menteri Propaganda Nazi Jerman, Joseph Goebbles demi bukan sekedar membenarkan namun bahkan memuliakan kelaknatullahan angkara murka Adolf Hitler membantai jutaan insan Yahudi.

Contoh keberhasilan pencitraan untuk membentuk opini publik adalah yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta yang terbukti berhasil meyakinkan masyarakat (yang tidak tergusur) sehingga berkeyakinan dogmatis bahwa rakyat yang de facto sudah berpuluh tahun turun menurun bermukim di kota Jakarta adalah para warga liar, sampah masyarakat, penyebab banjir, perampas tanah negara maka kriminal.

Pencitraan negatif dan destruktif dihunjamkan ke wong cilik kota Jakarta demi bukan saja membenarkan namun bahkan meluhurkan kebijakan menggusur atau menertibkan atau merelokasi atau normalisasi sungai atau entah apa namanya yang pada kenyataan terbukti dilakukan secara melanggar hukum, HAM, Agenda Pembangunan Berkelanjutan, Pancasila, UUD 1945!

Sungguh naas nasib wong cilik bukan hanya di kota Jakarta namun juga di Kendeng, Karawang, Tangerang, Sukamulya, Yogyakarta, Lampung, Papua dan berbagai pelosok Nusantara masa kini sudah ditindas malah dihujat bukan oleh kaum penjajah padahal sejak 17 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta telah memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penindasan kaum penjajah.

InsyaAllah, pemerintah segera menghentikan angkara murka pencitraan negatif destruktif terhadap rakyat dengan dalih pembangunan sebab rakyat bukan obyek namun subyek pembangunan maka Ibu Pertiwi pasti menangis apabila rakyat dikorbankan demi pembangunan. [***]

Penulis adalah budayawan dan pemerhati masalah sosial

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya