Kementerian hukum dan HAM membatalkan rencana membangun lapas baru. Alasannya, anggaran yang dimiliki saat ini tidak cukup. Padahal, lapas baru merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kelebihan kapasitas yang hampir terjadi di lapas yang ada di seluruh Indonesia.
"Coba bayangkan, berdasarÂkan survei, saat ini kita punya liÂma juta pemakai. Nah, ditangkap lagi 10 persen berarti 500 ribu. Padahal kapasitasnya hanya 220 ribu. Ya mabok, sudah tidak maÂnusiawi, sudah tidak bisa tidur, tidurnya giliran, berdiri, itupun tidur jongkok. Kita tidak mampu terus-terusan membangun lapas karena biayanya mahal sekali," kata Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly saat Rapat Kerja dengan Komisi I di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Yasonna menegaskan, salah satu solusi untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan mengkaji ulang anggaran rehaÂbilitasi untuk pengguna narkoÂtika di lapas. Seperti melakukan pengurangan demand side di bidang pendidikan, dan bantuan masyarakat.
"Pendidikan itu sebenarnya penting. Begitu juga rehabiliÂtasi agar jangan sampai hanya artis saja yang direhab. Tapi, anggaran rehab harus kita pikirÂkan ulang. Dua tahun lalu kita alokasikan 100 ribu, itu mahal. Tapi kalau tidak ditreat, Lapas jadi lahan subur untuk perÂmainan," katanya.
Cara lain yang akan digunaÂkan Kemenkum HAM dalam mengatasi persoalan kelebihan kapasitas ini, kata Yasonna, akan dilakukan dengan cara merevisi PP 99/2012. Dan saat ini, sejumlah ahli hukum sedang melakukan pengkajian terkait revisi PP tersebut. Terutama soal remisi terpidana narkoba.
"Kita sepakat korupsinya nggak dulu. Ini soal narkoba, kita nilai soal kerancuan siapa bandar. Kalau bandar tidak akan mungkin kita inikan. Kadang dalam penerapan hukum dibuat evaluasi. Kadang dia memiliki 3, dikatakan kurir. Jadi, dari kasusnya ada tim yang mengÂoreksi itu. Ini akan menolong," tuturnya.
Mengenai tim yang dibenÂtuk untuk mengkaji, Yasonna mengatakan tim dari kalangan independen.
"Banyak dari independen, terÂgantung dari institusi. Misalnya dari kepolisian atau kejaksaan. Ini harus ada untuk memberiÂkan masukan yang fair. Tokoh masyarakat atau independen, kita kaji," ujar Yasonna.
Yasonna juga menjelaskan, dalam waktu dekat ini tidak mungkin untuk melakukan remiÂsi terhadap terpidana korupsi.
"Kalau korupsi banyak reÂsistensi. Walaupun filosofi seÂmua orang berhak. Ini kan kita harus responsif dengan tuntutan masyarakat," ujarnya.
Siap Dicopot Jika Tidak Memuaskan Terkait isu reshuffle, Yasonna siap dicopot andai kinerjanya tidak memenuhi target yang ditentukan Presiden Joko Widodo. Namun reshuffle itu hak prerogatif Presiden.
"Semua menteri harus siap direshuffle. Kalau saya yang penting kerja, kerja, kerja. Kerja keras, kerja lebih keras, kerja lebih keras lagi," katanya.
Menteri asal PDI Perjuangan itu menjelaskan, evaluasi terhÂadap kinerja menteri memang harus dilakukan. Karena berÂdasar tujuan dari reshuffle itu sendiri adalah untuk memaksa menteri bekerja dengan baik dan memenuhi target yang diÂinginkan Jokowi.
"Saya kira reshuffle meruÂpakan suatu hal yang sangat wajar dan memang harus diÂjalankan. Kalau tidak jalan, ya nanti orang berada di zona nyaman terus. Harus ada itu," tuturnya. ***