Revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016, tidak berlaku bagi ojek online. Belum ada regulasi khusus yang mengatur tentang ojek online dalam aturan yang diubah menjadi Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 itu.
Revisi aturan tersebut meÂmuat beberapa poin penting. Di antaranya, pemberlakuan tarif batas atas dan batas bawah. Selain itu, terdapat aturan mengenaikuota angkutan berbasis online dan badan hukum angkuÂtan online.
Aturan tarif batas atas dan bawah yang berlaku pada taksi online, turut disoroti pengemudi ojek online. Ada yang menginginkan aturan sama diberlakuÂkan pada ojek online, namun ada pula yang tidak setuju dengan aturan tersebut, terutama aturan mengenai kuota angkutan berÂbasis online dan badan hukum angkutan online.
Siang itu, Zulkifli, tukang ojek online, berkumpul bersama seÂjumlah rekannya di sebuah temÂpat di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Tempat mereka berkumpul sekaligus menunggu orderan, tampak sederhana. Hanya ada tiga bangku kayu yang diletakkan di situ.
Tak ada atap atau terpal untuk sekadar melindungi mereka dari sengatan matahari maupun air hujan. Pantauan
Rakyat Merdeka, saat itu tak kurang dari 10 driver ojek online yang berkumÂpul di tempat tersebut.
Sebagian duduk-duduk di bangku kayu tersebut. Sebagian lainnya duduk di atas jok motoryang diparkir persis dekat deretan bangku-bangku kayu tersebut.
Di sebelah tempat kumpul sekaligus mangkal para driver itu, ada sebuah warung kopi. Kedai kecil itu dijadikan tempat "beÂlanja" para driver untuk sekadar membeli kopi maupun camilan.
Sesekali, Zulkifli berbincangringan dengan rekannya. Sementara wajah dan pandangannya terus mengawasi layar telepon pintarnya. "Biar cepat responnya kalau ada order. Soalnya, kalau tidak dilihat, seringtidak sadar ada order," tutur Zul, panggilan Zulkifli.
Revisi Permenhub turut jadi perhatian Zul. Pada beberapa poin, terutama aturan mengenai tarif, Zul mendukung. Bahkan, dia berharap aturan itu bisa diterapkan juga bagi ojek online.
"Kalau ada kenaikan tarif, saya setuju. Karena itu bisa menaikkan pendapatan kita ya. Apalagi sekarang, sudah susah cari penumpang," katanya.
Menurutnya, aturan itu cukupbagus bagi pengemudi ojek online seperti dirinya. Dia setujujika aturan tersebut juga diberlakukan bagi ojek online. Namun, seingatnya, meski sudah mulai berlaku sejak awal April, pemberlakuan aturan tersebut masih belum efektif.
"Tanggal 1 April lalu aturan untuk taksi online itu diberlakuÂkan. Tapi, belum efektif. Nanti, setahu saya, yang menentukan tarif ya operatornya," ucap Zul.
Menurutnya, aturan itu tidak akan merugikan penumpang. Kata Zul, meski tarif bisa saja lebih mahal daripada saat ini, namun penumpang tidak akan dirugikan. Dia menilai, ada beberapa keuntungan memakai angkutan berbasis aplikasi.
"Kan ada diskon atau promo. Atau, ada kebijakan lain yang menguntungkan pengguna apÂlikasi. Menurut saya tak ada yang dirugikan," ujarnya.
Jika memang nantinya tarif diatur, sambung Zul, dia yakin masih bisa mendapatkan penumpang. Dia tidak khawatir tarifnya disamakan dengan tarif ojek pangkalan.
"Rezeki sudah ada yang ngatur. Yang penting berbenah, biar bisa sama-sama bersaing. Beri fasilitas terbaik kepada penÂumpang. Diatur atau enggak kan kita emang harus kasih layanan terbaik kepada penumpang," ucapnya.
Di sisi lain, Supanggih, rekan Zul, keberatan dengan aturan pembatasan kuota angkutan berÂbasis online berdasarkan wilayah perusahaan. Dia berharap aturan itu tidak diterapkan kepada ojek online. "Kalau dikurangi jumÂlahnya, saya enggak setuju," ujar Supanggih, di tempat sama.
Menurut Supanggih, jika aturan tersebut diberlakukan pada ojek online juga, justru akan merugikan. Karena akan membatasi wilayah kerja dan pasti akan berpengaruh pada pendapatan para pengemudi.
"Wah enggaklah, kan merugikan kita, misal kalau kita disetop, kalau orang yang sudah keluar kerjaan dan ngandelin di ojek online kasihan. Kita nyari kerjaan lain kadang enggak dapat", ujarnya.
Mengenai aturan tersebut, menurut Supanggih, akan lebih baik pembatasan ojek online dilakukan dengan penutupan lowongan terlebih dahulu.
"Kalau saya mahsetujunya lowongan untuk ojek online ditutup dulu," ujarnya.
Sebelumnya, akibat bentrok antara angkutan online dengan angkutan konvensional di Bogor dan sejumlah daerah di Indonesia beberapa waktu lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengusulkan adanya pembatasan ojek online.
Rudiantara mengaku sudah berkomunikasi langsung dengan pengelola transportasi berbasis online mengenai pembatasan itu. Menurut dia, pembatasan dilakuÂkan agar kondisi kondusif dan menghindari bentrokan terulang.
"Saya sudah bicara dengan Wali Kota Bogor dan transporÂtasi roda dua berbasis online, yaitu Gojek. Saya sudah minta untuk pertimbangkan sementara tidak memperluas dulu atau meÂnambah armadanya sampai bisa tenang," kata Rudi.
Latar Belakang
Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Tidak Mengatur Tentang Ojek OnlinePeraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 tentang taksi online, berlaku 1 April lalu. Aturan tersebut merupakan revisi dari Permenhub Nomor 32 Tahun 2016.
Kementerian Perhubungan tengahmengkaji dan mencari forÂmulasi aturan yang tepat untuk diberlakukan terhadap ojek online. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menuturkan,pihaknya tengah mencoba membuat suatu payung hukum yang bisa mewaÂdahi para pengendara ojek online.
"Bagaimana suka dan memÂbutuhkan itu menjadi satu perÂpaduan, sehingga payung hukum atau payung aturan itu bisa mewadahi saudara-saudara kita yang mengendarai ojek dan seÂbagainya," kata Budi.
Untuk ojek online, Kemenhub masih mencari formulasi yang tepat. "Makanya, kami mengaÂjak elemen masyarakat, LSM, KPPU, ulama, segala macam kaÂmi ajak bicara supaya ada suatu dasar hukum yang memayungi semua pihak," tuturnya.
Pemerintah melalui Kemenhub, Sabtu (1/4), telah menerapkan aturan mengenai taksi onÂline. Aturan ini, tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tenÂtang Perubahan Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Namun, aturan tersebut belummengakomodasi ojek online. Penetapan peraturan baru, menurut Budi, berisi 11 revisi Permenhub 32/2016 terkait angkutan sewa khusus (yang sebelumnya disebut sebagai taksi online) menjadi angkutan umum resmi, yang beroperasi di wilayah Indonesia.
Meski sudah diberlakukan,masih ada aturan dalam Permenhub tersebut yang memerlukan masa transisi. Sehingga, memerlukan waktu yang lebih panjang untuk menerapkannya. "Namun, ada beberapa substansi materi yang memerlukan masa transisi dalam penerapannya," kata Pejabat Humas Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Pitra Setiawan.
Masa transisi itu antara lain uji berkala kendaraan (kir), pemasanganstiker, sistem digital dashÂboard, penetapan tarif atas-bawah, kuota armada, pengenaan pajak, dan penggunaan nama di STNK.
"Untuk pengujian berkala (kir) kendaraan, stiker, dan penyediaan akses digital dashboard, masa transisi diberikan waktu dua bulan setelah 1 April menjadi 1 Juni 2017," ucap Pitra.
Terkait dengan digital dashÂboard, masa transisi diperlukan karena penyediaan aksesnya memerlukan proses sinkronisasi sistem teknologi informasi antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Selanjutnya soal stiker kenÂdaraan, masa transisi akan diÂmanfaatkan untuk menyiapkan stiker yang berkualitas, dengan menggunakan teknologi RFID (radio frequency identification). "Sehingga secara validasi data dapat dipertanggungjawabkan," ucap Pitra.
Adapun masa transisi uji kir dianggap perlu untuk meningkatÂkan kualitas dan pelayanan, serta bekerja sama dengan pihak swasta/agen pemegang merek (APM) yang menyelenggarakan uji kir.
"Sedangkan untuk pemberÂlakuan poin penetapan tarif batas atas dan batas bawah, kuota, pengenaan pajak, dan pengguÂnaan nama pada STNK, masa transisi diberikan selama tiga bulan untuk pemberlakuannya," Pitra menjelaskan.
Penetapan tarif batas atas bawah dan poin kuota yang semula diwacanakan ditetapkan oleh pemprov/pemda dalam Permenhub 26/2017 ini, diubah sehingga nantinya pemerintahlah yang menentukan tarif.
"Hal ini untuk memberi kesetaraan dalam besaran tarif yang berlaku pada daerah-daerah yang kondisi perekonomiannya hampir sama. Dalam hal ini, pemerintah pusat diminta untuk memberikan tata acara, unsur komponen, dan rumusan yang baku dalam perhitungan tarif angkutan sewa khusus tersebut," ucap Pitra. ***