STEVEN Hadisurya Sulistyo menulis surat pernyataan permohonan maaf atas penghinaan dirinya terhadap Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi di Bandara Changi, Singapura:
Dengan ini saya menyampaikan terimakasih kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat Bapak TGH Muhammad Zainul Majdi dan istri HJ. Erica Zainul Majdi untuk tidak menempuh proses hukum serta memberikan saya maaf atas kekhilafan saya menyebut kata-kata yang tidak pantas, yaitu: "Dasar Indo, Dasar Indonesia, Dasar Pribumi, Tiko!" pada saat terjadi kesalahpahaman saat bersama-sama antri untuk check in di depan Counter Batik Air Bandar Udara Changi, Singapura pada hari Minggu tanggal 9 April 2017 sekira pukul 14.30 waktu Singapura.
Saya telah menyadari bahwa kata-kata saya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Saya juga berjanji untuk tidak akan mengucapkan lagi kata-kata yang dapat menimbulkan keretakan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia.
Demikian Surat Pernyataan permohonan maaf ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan kesadaran penuh tanpa paksaan atau tekanan siapapun kemudian ditandatangani di Bandara Soekarno Hatta 9 April 2017.
Permohonan maaf Steven layak dihargai sebagai suatu sikap kekesatriaan berani mengakui kesalahan. Di sisi lain, kasus Steven Hadisurya Sulistyo menghina Muhammad Zainul Majdi mengingatkan saya kepada pesan Gus Dur ketika saya mengucapkan terima kasih atas perjuangan Gus Dur sehingga akhirnya hadir Undang-Undang Anti Diskriminasi Ras di persada Nusantara.
Pada waktu itu sang Mahaguru Bangsa menyampaikan pesan agar saya selalu bersikap ojo dumeh. Gus Dur wanti-wanti kepada saya agar jangan mentang-mentang merasa dilindungi undang-undang maka saya yang tergolong minoritas lalu umpak-umpakan sampai lupa daratan, lalu sombong merasa berhak menghina sesama warga Indonesia yang secara ras, suku, agama, politik, sosial, ekonomi beda dari diri saya sendiri.
UU Anti Diskriminasi Ras jangan ditafsirkan hanya terbatas demi melindungi kaum minoritas belaka. UU Anti Diskriminasi Ras melindungi segenap warga Indonesia dari perlakuan diskriminatif negatif oleh pihak mana pun juga. UU Anti Diskriminasi Ras sesuai sila keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia bukan hanya demi melindungi minoritas namun juga mayoritas dari perlakuan diskriminatif secara negatif dari pihak mana pun.
Berarti mayoritas tidak boleh menghina minoritas namun minoritas juga tidak boleh menghina mayoritas, bahkan mayoritas mau pun minoritas tidak boleh menghina siapa pun juga sebab pada prinsipnya setiap insan manusia yang beradab tanpa pandang ras, suku, agama, golongan, paham politik, jenis kelamin, status sosial, kaya, miskin, tidak boleh menghina sesama insan manusia sesuai sila kemanusiaan adil dan beradab.
Maka di samping melarang diskriminasi ras, undang-undang juga eksplisit melarang penghinaan demi melindungi setiap insan warga negara Indonesia dari penghinaan. Insya Allah, kasus penghinaan Steven Hadisurya Sulistyo terhadap Muhammad Zainul Majdi menyadarkan kita semua untuk menghentikan perilaku saling menghina yang bukan saja melanggar etika, moral dan akhlak, namun juga melanggar hukum alias kriminal.
Alangkah indah kehidupan di planet bumi ini apabila umat manusia berkenan berperilaku saling mengerti, saling menghargai, saling menghormati maka saling membantu demi bersama bahu membahu menempuh perjalanan hidup sarat kendala deru campur debu berpercik keringat, air mata dan darah ini. [***]
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajar Kemanusiaan