SECARA berturut-turut pada lingkup waktu dua hari mulai 9 Maret 2017 sampai dengan 10 Maret 2017, saya beruntung dapat menghadiri tiga peristiwa yang melibatkan para tokoh nasional dalam bidang yang saling beda satu dengan lainnya.
Pertama pada hari Kamis 9 Maret 2017, mulai pukul 19.00 WIB saya mendampingi tokoh nasional Prof. Dr Ryaas Rasyid, pendiri Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan, mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara serta Menteri Negara Otonomi Daerah yang kemudian namanya terukir di dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia sebagai Bapak Otonomi Daerah Indonesia sebagai narasumber acara Urun-Rembug Kelirumologi dengan tema “MALPRAKTEK OTONOMI DAERAHâ€.
Kemudian keesokan hari pada siang hari setelah shalat Jumat, 10 Maret 2017 saya mendampingi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Zulkifli Hasan sedang berkunjung ke rakyat miskin tergusur dan terancam tergusur di Bukit Duri yang didampingi tokoh pejuang kemanusiaan , Sandyawan Sumardi.
Langsung setelahnya pada hari yang sama, mulai pukul 19.00 WIB saya mengungkap keprihatinan atas nasib rakyat tergusur pada awal acara Urun-Rembug Kelirumologi yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kelirumologi, Forum Kampung Kota, Gema Ibukota dan Ciliwung Merdeka dengan topik bahasan “SUNGAI YANG NORMAL†dengan para tokoh narasumber terdiri dari Ir. Fatchy Muhammad ilmuwan hidrogeologi, Masyarakat Air Indonesia membahas masalah â€Genealogi Sungai-Sungai dan Krisis Tata Air Jakarta†dan Dr. Riwanto Tirtosudarmo, M.A. peneliti kemasyarakatan dan kebudayaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dengan tema bahasan â€Komunitas Sungai dan Kampung Kota di Tanah Air Indonesia : Perspektif Antropologi Sejarah†dipandu oleh Dr. Prathiwi Widyatmi Putri yang kini sedang melakukan penelitian hidrologi bermarkas di Kopenhagen, Denmark.
Para tokoh berbicara pada saat dan lokasi saling beda dengan tema saling beda satu dengan lainnya dari sisi dan lensa pandang yang juga saling beda satu dengan lainnya. Sebagai mahaguru ilmu politik merangkap Bapak Otonomi Daerah, Prof. Ryaas Rasyid berbicara tentang aneka ragam malpraktek yang dilakukan oleh para kepala daerah dalam menatalaksana kebijakan otonomi daerah.
Sebagai Ketua Umum MPR RI, Zulfkifli Hasan mengungkap keprihatinan setelah seksama mendengarkan ratapan derita rakyat miskin tergusur dan terancam digusur di Akuarium, Luar Batang, Kalijodo, Kampung Pulo, Bukit Duri, Cawang, Kampung Melayu. Sementara Ir. Fatchy Muhamad sebagai geohidrolog dan Dr. Riwanto Tirtosudarmo sebagai peneliti kemasyarakatan dan kebudayaan dengan mengenakan busana tradisional Baduy membedah kebijakan Normalisasi Sungai yang belum berhasil menghentikan banjir meski sudah berhasil menggusur rakyat dari kawasan yang dianggap sebagai penyebab banjir. Agar lebih tepat sasaran sebaiknya kebijakan menanggulangi banjir disebut sebagai Harmonisasi Sungai .
Yang menarik adalah segenap bahasan yang dilakukan secara saling beda waktu dan tempat oleh para tokoh saling beda profesi dan latar belakang keilmuan itu pada akhirnya kemudian mengerucut untuk bersatupadu menjadi suatu kesimpulan yang sama dan sebangun dalam sebuah kesepakatan bahwa pembangunan infra struktur yang mengabaikan apalagi melanggar hukum, Hak Asasi Manusia, Agenda Pembangunan Berkelanjutan serta Pancasila sehingga tidak segan mengorbankan lingkungan alam, sosial, budaya dan8 terutama rakyat miskin pada hakikatnya merupakan kebijakan yang keliru
.[***]
Penulis pemrihatin nasib rakyat tergusur