Pada Senin dan Selasa lalu, sejumlah titik di Jakarta kebanjiran. Tapi, saat itu, ketinggian air di Bendung Katulampa hanya berkisar 60 hingga 70 centimeter.
Bendung Katulampa di Kelurahan Katulampa, Bogor, Jawa Barat sering dijadikan acÂuan peringatan banjir di Jakarta. Bangunan yang didirikan saat penjajahan Belanda itu, memÂbendung dan membelah aliran Kali Ciliwung di bagian hulu.
Beberapa pekan terakhir adaÂlah masa siaga bencana bagi Edy Kusmayadi. Uwak Ibro, biasa dia disapa, mesti siaga di Pos Pemantauan Bendung Katulampa.
Laporan banjir yang melanda sebagian wilayah Jakarta, memÂbuatnya mesti tiap hari berada di pos tersebut. Baju oranye bertuliskan "Siaga Bencana" yang diberi organisasi temÂpatnya bernaung, Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), jadi "seragam" Uwak Ibro.
Handy talky (HT) tak pernah lepas dari genggamannya. Mulut Ibro tak lelah dan senantiasa memberikan kabar bagi warga yang bakal terkena dampak jika debit di Bendung Katulampa meningkat. Tiap satu jam dia keluar pos untuk memantau ketinggian air dan memberi laporan.
Pos yang ditempati Ibro juga dilengkapi beberapa alat pemantau ketinggian air. Di antaranya sebuah monitor yang terhubung dengan closed circuit television (cctv).
Siang itu, aliran Kali Ciliwung tampak cukup deras. Namun, menurut Ibro, debit air di bendung tersebut masih dalam batas norÂmal. "Sampai jam dua siang ini, paling tinggi 70 centimeter," kaÂtanya saat ngobrol dengan Rakyat Merdeka pada Selasa (21/2).
Kata dia, jika debit di Bendung Katulampa setinggi itu, tidak akan berdampak fatal bagi wilayah Jakarta dan sekitarnya. Lain hal jika ketinggian sudah mencapai lebih dari 100 cm.
Anggota RAPI Kota Bogor itu menambahkan, di pos tersebut, dia bertugas mengabarkan situÂasi bendung ke sesama warga. "Jadi kayak warga Kampung Pulo itu saya kabarkan dari HT, jadi mereka bisa siap-siap. Istilahnya, kalau saya lapor ke warga, kalau petugas di sini lapor atasannya."
Menurutnya, banjir yang menerjang wilayah Jakarta dan sekitarnya tidak bisa selalu dikaitkan dengan debit air di Bendung Katulampa. Dia biÂlang, ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan. "Ini buktinya Bendung Katulampa normal-normal saja. Mungkin saluran air atau drainasenya yang kurang baik. Ditambah hujan yang terus menerus di Jakarta," katanya.
Pantauan Rakyat Merdeka di sekitar bendung, debit air berkisar 60-70 cm. Hal itu juga tampak dari debit air ke aliran irigasi Kalibaru yang berada di sebelah aliran Ciliwung.
Di tempat sama, Muhammad Awang, petugas pos pemanÂtau Bendung Katulampa pun melakukan kegiatan pemanÂtauan. Pandangannya tak lepas dari monitor pemantau cctv dan ponselnya untuk mengabarkan situasi di Bendung Katulampa. "Tadi pagi jam delapan sekitar 60 cm. Jam 10 ada kenaikan jadi 70 cm. Dari kondisi yang ada sekarang, levelnya siaga empat," ujar Awang.
Untuk level di Jakarta, kata dia, tergantung dari kondisi cuaca di daerah yang dilewati. Dikatakan, jika cuaca hujan merata, maka akan ada kemungÂkinan banjir. "Apalagi, ditamÂbah air dari wilayah-wilayah yang dilewati Ciliwung. Banjir sekarang di Jakarta karena ada hujan lokal. Juga karena di pos Depok sempat tinggi, sampai 220 centi," ucapnya.
Lebih lanjut, kata Awang, debit di Katulampa normal. Begitu juga dengan cuaca saat itu, mendung tipis di bagian hulu. "Kalau cuaca menurut kita aman. Yang kita khawatirkan memang hujan lokal, terutama daerah Bogor," ucapnya.
Sebelumnya, pada Senin pagi (20/2), ketinggian muka air Kali Ciliwung di Bendung Katulampa bertahan di siaga empat banjir atau di posisi 50 centimeter. Sedangkan, ketinggian muka air di Karet berada pada siaga satu dan pintu air Manggarai berstatus siaga tiga.
"Pukul 5 pagi, tinggi muka air di Bendung Katulampa berÂtahan 50 centimeter, atau siaga empat banjir untuk wilayah Jakarta," kata Kepala Penjaga Harian Bendung Katulampa, Andi Sudirman.
Menurut Andi, selama tiga hari terakhir ini, ketinggian muka air Kali Ciliwung di Bendung Katulampa berstatus siaga empat banjir atau bertahan 50 centimeter. Kondisi ini seirÂing dengan hujan gerimis yang mengguyur kawasan Puncak. "Kami terus menginformasiÂkan kenaikan permukaan air di Bendung Katulampa kepada BPSDM Pemprov Jawa Barat dan Pusdatin Kebencanaan BPBDProvinsi DKI," katanya.
Menurut Andi, Februari meruÂpakan puncak musim hujan. Wilayah Bogor akan diguyur huÂjan dengan intensitas ringan, seÂdang hingga lebat, sehingga akan berdampak naiknya pemukaan air Kali Ciliwung yang datang dari kawasan Puncak. "Kami terÂus mengimbau masyarakat yang tinggal di bantaran Ciliwung unÂtuk mewaspadai kenaikan muka air secara tiba-tiba, sehingga daÂpat diantisipasi agar tidak terjadi korban jiwa," ingatnya.
Andi mengatakan, selama puncak musim hujan, pihaknya memberlakukan pengawasan 24 jam, melibatkan enam petugas penjaga pintu air. "Tugasnya secara bergiliran melakukan peÂmantauan dan pelaporan tinggi muka air setiap jam, dan setiap ada kenaikan," tuturnya.
Latar Belakang
Akibat Kali Sunter Meluap, Permukiman Warga Cipinang Melayu Diterjang Banjir Hujan terus mengguyur Jakarta, sejumlah lokasi keÂbanjiran. Misalnya, air di Kali Sunter, Cipinang Melayu, Jakarta Timur meluap pada Minggu lalu (19/2). Banjir menggenangi perÂmukiman warga yang tinggal di pinggir kali tersebut.
Sehari berselang, Senin (20/2), banjir yang menggenangi kaÂwasan Cipinang Melayu belum juga surut. Air berwarna hitam kecoklatan masih menggenangi puluhan rumah warga yang beraÂda tidak jauh dari Kali Sunter.
Bahkan, ketinggian air terus naik hingga lebih dari 1 meter pada hari itu. Akibatnya, warga kesulitan untuk beraktivitas keluar dari pemukiman.
Lurah Cipinang Melayu, Angga Sastra Amijaya mengÂklaim, banjir yang melanda Cipinang Melayu, sudah jauh berkurang sejak ada proyek normalisasi di Kali Sunter. "Dari sembilan RW yang biasanya langganan banjir, kini tinggal dua RW," ujar Angga.
Menurut Angga, banjir meÂlanda kawasan Cipinang Melayu karena proyek normalisasi Kali Sunter belum selesai. "Dari tahun ke tahun ada penurunan wilayah yang terkena dampak banjir," sebutnya.
Dia menyebut, tahun 2007 banjir besar di kawasan ini meÂlanda sembilan RW, yakni RW 01, 03, 04, 05, 08, 09, 10, 11 dan RW 12. Sementara, tahun 2014 jumlah RW yang kebanjiran tinggal lima atau enam RW. "Hari ini, banjir hanya melanda dua RW, yakni RW 03 dan RW 04 karena belum selesai normalÂisasi pemasangan sheet pile," ucapnya, Senin lalu.
Angga menambahkan, saat ini pengerjaan normalisasi di Kali Sunter masih berupa pengeruÂkan. Ada dua alat berat dari Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI dan Dinas Kebersihan yang melakukan pengerukan. "Kami ingin Pemprov DKI melanjutkan normalisasi Kali Sunter untuk mengatasi banjir di Cipinang Melayu," harapnya.
Warga Cipinang Melayu, Darsono turut menjadi korban banjir akibat meluapnya Kali Sunter pada hari itu. Menurut Darsono, banjir di Kelurahan Cipinang Melayu akibat hujan deras yang kembali mengguyur sejak pukul 03.00 WIB, Senin lalu. "Sebetulnya rumah warga sudah kosong semua karena mengungsi sejak Minggu siang," kata pria berumur 32 tahu ini.
Darsono menambahkan, Kali Sunter meluap sejak pukul 10.00 WIB dan puncaknya terjadi pada Minggu sore saat banjir mengÂgenangi rumah warga.
Menurut Ila, warga RT 03, RW 04 Cipinang Melayu, Jakarta Timur, banjir mulai masuk ruÂmah jam 10 pagi hari Minggu. Rumah Ila turut menjadi korban banjir. Air setinggi betis orang dewasa itu, masuk ke dalam rumah hingga ruang dapur. Pintu dan pagar rumah juga dibiarkan terbuka. "Kami buka pintunya agar airnya cepat surut kembali," ucap Ila.
Kendati air masuk ke dalam rumahnya, tidak terlihat barang bagus terendam air. Beberapa sofa yang biasanya diletakannya di lantai satu juga tidak terliÂhat. "Saat hujan deras Minggu malam, barang elektronik dan sofa langsung dipindah ke lantai dua biar aman," kata dia.
Perempuan berumur 35 taÂhun ini mengatakan, Kampung Cipinang Melayu merupakan daerah langganan banjir. Hampir setiap tahun, daerah ini terendam air bila terjadi hujan deras yang terjadi secara terus menerus. "Tapi biasanya surut paling lama empat jam," ucapnya.
Namun, banjir yang menÂerjang sejak Minggu, cukup merepotkannya karena hampir 24 jam belum surut. Padahal, Minggu malam, banjir sempat hilang selama beberapa jam. "Saya langsung mengepel rumah agar bisa digunakan kembali," ujarnya.
Tapi, karena hujan terus mengguyur Jakarta, kata dia, banjir kembali menggenangi kediamannya sejak Senin pagi. "Jam 6 pagi, banjir kembali menggenang hingga sore. Kami terpaksa tinggal di lantai dua," tuturnya.
Terpisah, Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Teguh Hendrawan mengatakan, banjir yang menggenangi kawasan Cipinang Melayu, disebabÂkan proyek normalisasi Kali Sunter belum selesai, sementara debit air sungai terus meningkat karena sering hujan. "Banjir juga diperparah dengan jebolnya tanggul di Perumahan Villa Nusa Indah, Bekasi," ujar Teguh di Balaikota, Jakarta, Senin lalu.
Untuk mengantisipasi banjir, kata dia, Pemprov DKI mengerÂahkan petugas membuat tanggul darurat berupa bronjong batu dan karung pasir guna menahan limpahan air. "Tapi karena hujan yang terus turun, membuat penÂanggulangan darurat ini terhamÂbat karena debit air sungai terus bertambah," tuturnya.
Selain itu, dia mengatakan, ada percepatan pemasangan
sheet pile. Dia menyebut, 33 bidang lahan warga yang berada persis di bibir Kali Sunter juga sudah ditertibkan. Penghuninya direÂlokasi ke rumah susun (rusun) di Jakarta Timur.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, setidaknya ada 54 titik banjir di Jakarta. Di Jakarta Selatan antara lain: JOR Arah Pondok Indah 30 cm, Duta Indah Blok M 32 cm, Kompleks Kejagung Blok H 30 cm, Kalibata City 30–40 cm, Mampang 20–50 cm, Simprug Golf Senayan 15 cm, Mampang Prapatan 40 cm, Jalan Pancoran Barat 40 cm, Jalan Kompleks Bank Indonesia 20–30 cm, Stasiun Tebet 20–40 cm dan LAN Pejompongan 30 cm. ***