Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

Konsep Kampung Deret

RABU, 18 JANUARI 2017 | 10:37 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

SEBELUM dan ketika saya menyaksikan kedahsyatan ragawi para bangunan monumental seperti Tembok Akbar yang melingkari daratan Republik Rakyat China, Tiga Piramida di kawasan nekropolis Giza, Mesir, atau Taj Mahal di kawasan Agra, India, memang sukma tergetar rasa kagum atas gelora semangat manusia yang membangun para bangunan super monumental tersebut.

Namun setelah usai terkagum-kagum, lambat namun pasti rasa hambar bahkan prihatin menyelinap ke lubuk sanubari saya yang terdalam.

Tidak terbayangkan berapa jumlah dana yang dihamburkan, berapa jumlah manusia yang diperbudak serta berapa waktu yang dikorbankan demi membangun bangungan-bangunan supra spektakular tersebut.


Betapa dahsyat derita para serdadu yang dipaksa berjaga-jaga di Tembok Akbar China termasuk di masa musim terdingin dengan terpaan angin seolah badai neraka yang pernah saya rasakan pada raga diri sendiri ketika berkunjung ke Badaling di bulan Desember. Sementara tujuan pembangunan tembok raksasa itu sebenarnya mubazir akibat gagal berfungsi sebagai benteng pertahanan yang terbukti berhasil berulang kali ditembus oleh musuh pendiri lingkaran dinding dahsyat tersebut.

Akhirnya terkesan bahwa tembok akbar tersebut sekedar warisan para penderita penyakit megalomaniak belaka.

Di sisi lain juga tidak terbayangkan berapa jumlah tetes keringat, air mata, darah bahkan nyawa kaum budak dikorbankan dalam pemaksaan mereka yang dipaksa membangun piramida-piramida monumental di kawasan tepian padang pasir Sahara. Kalau tidak dipaksa, mana ada insan sudi membangun bangunan raksasa seraksasa bengkak piramida Khufu yang menjulang tinggi mencakar langit di kawasan Giza, Mesir itu.

Secara arsitektural, Taj Mahal memang menakjubkan. Namun secara emosional: memprihatinkan Taj Mahal disohorkan sebagai monumen kasih-sayang yang dibangun oleh Kaisar Mughal Shāh Jahān, sebagai mahamakam bagi istri yang paling disayanginya yaitu Mumtaz Mahal.

Para penganut paham monogami tidak setuju citra kasih-sayang Taj Mahal akibat fakta bahwa Mumtaz Mahal hanya satu dari sekian banyak isteri Shah Jahan. Sementara ternyata Shah Jahan merencanakan untuk membangun pasangan Taj Mahal di seberang sungai Yamuna dalam bentuk bangunan sama-sebangun namun berwarna serba hitam. Shah Jahan belum sempat membangun Taj Jahan berwarna hitam sebab sudah terlebih dahulu dimakar kemudian dipenjarakan oleh Aurangzeb yaitu putera Sha Jahan sendiri.

Sejarah dinasti Mughal di India memang lebih berlumuran darah ketimbang kasih sayang. Para maharaja yang saling berhubungan darah dengan pendahulu dan penerusnya memang gemar saling makar sambil tak segan saling menumpahkan darah. Bahkan akibat Shah Jahan tidak ingin kemonumentalan Taj Mahal disaingi oleh monumen lain konon para pengukir ukiran mahaindah di Taj Mahal yang khusus didatangkan nun jauh dari Persia, setelah selesai dipaksa mengukir Taj Mahal langsung dipotong kedua belah tangannya.

Maka sebenarnya de facto Taj Mahal sama sekali bukan monumen kasih-sayang seperti tertera di brosur promosi industri pariwisata, namun sekedar monumen kebengisan egosentrisme megalomaniak Shah Jahan.

Hawa kebengisan juga terasa ketika dengan matakepala diri sendiri terpaksa saya menyaksikan adegan pembumi-rataan Bukit Duri (Tebet, Jakarta Selatan) yang kemudian kekal menghantui lubuk terdalam sanubari dan nurani pribadi saya.

Maka mohon dimaafkan bahwa sebagai solusi pembangunan infra struktur dipandang dari aspek kemanusiaan adil dan beradab, saya pribadi memang lebih setuju konsep Kampung Deret yang ditawarkan Ciliwung Merdeka ketimbang konsep rumah susun berdasar sewa yang dipaksakan oleh Pemrov Daerah Khusus Istimewa Jakarta. [***]

Penulis adalah pemrihatin nasib rakyat tergusur atas nama pembangunan

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya