Berita

Foto/Net

On The Spot

Eskavator Terus Ratakan Tanah Bekas Rumah Warga Bukit Duri

Pemprov DKI Kalah Di PTUN
SELASA, 17 JANUARI 2017 | 09:30 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Warga Bukit Duri, Jakarta Selatan kini bisa sedikit bernafas lega. Pasalnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah mengabulkan gugatan terhadap surat peringatan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Jakarta Selatan (Pemkot Jaksel) yang menggusur rumah warga di bantaran Kali Ciliwung.

Hari menjelang sore, kemarin. Hujan rintik-rintik terus mem­basahi kawasan Bukit Duri dan sekitarnya. Di tengah suasana yang sendu itu, Wanti duduk sendirian di teras rumahnya. Tatapan matanya selalu meman­dangi eskavator yang terus bek­erja meratakan tanah yang berada persis disamping kontrakannya. Hujan semakin deras akhirnya seluruh pekerja menghenti­kan aktifitasnya. "Pekerja terus membangun tanggul, walaupun sudah ada putusan PTUN yang memenangkan kami," keluh wanita setengah baya itu.

Seperti diketahui, Majelis hakim PTUN Jakarta memutus­kan Surat Peringatan (SP) 1, 2, dan 3 yang dikeluarkan Pemkot Jaksel melanggar undang-un­dang. Namun demikian, ka­wasan Bukit Duri saat ini sudah rata dengan tanah karena telah digusur September 2016.

Selain itu, Majelis hakim juga memutuskan bahwa Pemprov DKI Jakarta wajib memberikan ganti rugi yang layak kepada warga akibat dari diterbitkannya SP 1, 2, dan 3, dihancurkannya rumah-rumah warga, dan diram­pasnya tanah-tanah warga tanpa kompensasi yang layak.

Lebih dari empat bulan usai digusur, kawasan Bukit Duri te­lah berubah total. Ratusan rumah yang sebelumnya memenuhi pinggiran kali Ciliwung telah bersih. Bahkan, radius 20 meter dari bibir kali, kawasan yang dulunya kumuh saat ini sudah rata dengan tanah. Site pile beton setinggi lebih dari 10 meter telah dibangun sepanjang lebih dari 1 kilometer (km) dari kawasan Kampung Melayu hingga Bukit Duri. "Akhir Februari 2017, seluruh pembangunan site pile beton selesai dibangun," ujar pengawas lapangan PT Jaya Kontruksi, Hadi di Bukit Duri, Jakarta Selatan, kemarin.

Sementara, rumah warga yang hanya terkena gusur sebagian proyek normalisasi sungai masih dibiarkan berdiri oleh pemiliknya dan tidak ada tanda-tanda untuk dibangun kembali. Warga memi­lih menutup sebagian rumah yang bolong dengan terpal seadanya agar tidak terkena air hujan.

Kendati sebagian tanah di bibir kali sudah bersih dari ru­mah warga, tapi masih terlihat masjid yang tetap dibiarkan berdiri kokoh dan belum terlihat digusur oleh petugas. Keberadaan masjid itu cukup mencolok di tengah-tengah tanah yang sudah rata dengan tanah. "Kami gusur masjidnya kalau sudah ada peng­gantinya. Insyallah awal bulan depan sudah ada pengganti di sampingnya," ujar Hadi kembali

Hadi menambahkan, hingga saat ini belum ada perintah pengh­entian pelaksanaan proyek pem­bangunan site pile Kali Ciliwung di Bukit Duri usai keluarnya pu­tusan PTUN Jakarta. "Kalau soal itu orang Pekerjaan Umum (PU) yang lebih tahu. Selama nggak ada perintah berhenti kami akan terus bekerja sesuai target yang sudah ditentukan (akhir Februari 2017)," tandasnya.

Wanti mengaku senang dengan keluarnya putusan PTUN Jakarta yang memenangkan warga Bukit Duri, Jakarta Selatan. Sebab, ke­menangan tersebut membuktikan hukum masih membela rakyat yang lemah. "Mendengar putusan itu, seluruh warga Bukti Duri yang menjadi korban penggusuran lang­sung menggelar syukuran," kenang Wanita tiga orang anak ini.

Namun, dia mengaku tidak terlalu memikirkan soal ganti rugi yang wajib dibayarkan pemerintah. Sebab, berdasarkan pengalaman warga Kampung Pulo yang juga menjadi korban gusuran dan telah memenang­kan gugatan atas Pemprov DKI Jakarta hingga kini belum juga menerima ganti rugi. "Padahal mereka sudah menunggu hampir dua tahun," kenang wanita yang harus kehilangan rumahnya kar­ena gusur Kali Ciliwung.

Kendati demikian, dia men­gaku bersyukur bila nantin­ya ganti rugi dari pemerintah betul-betuk menjadi kenyataan. Pasalnya, dirinya harus men­derita kerugian sebesar lebih Rp 150 juta karena rumahnya seluas 35 meter persegi setinggi dua lantai harus terkena gusur "Sebelumnya kami pernah minta ganti rugi, tapi malah ditolak karena itu dituding berdiri di atas tanah liar," keluhnya.

Padahal, setiap tahun dirin­ya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tanah dan ban­gunan miliknya sebesar Rp 35 ribu. "Kalau liar kenapa kami masih terus membayar PBB?" tanya dia.

Karena sudah tidak punya ru­mah, Wanti bersama anaknya har­us menempati satu unit di Rusun Rawa Bebek. "Kami harus bayar Rp 300 ribu sebulan untuk ruan­gan saja. Sama air dan listrik bisa Rp 1 juta sebulan," sebut wanita yang mengenakan daster ini.

Dia mengeluhkan, saat per­tama kali menempati rusun tersebut tetap harus membayar, padahal sesuai kesepakatan dengan pemerintah tiga bulan pertama gratis. "Jadi kami se­luruh warga Bukit Duri yang tinggal di rusun akan demo terkait kebijakan yang sangat merugikan warga ini," kata dia tanpa menyebut kapan tanggal unjuk rasa dilakukan.

Apalagi, warga Bukit Duri yang selama ini tinggal di rusun jarang yang bekerja dan hanya mengandalkan berjualan sem­bako sehari-hari. "Kalau jualan sembako berapa sih penghasilan setiap bulannya," keluhnya.

Senada, Kasmo, warga RT 5 RW 012 Bukit Duri ini juga harus merelakan tempat ting­galnya rata dengan tanah karena terkena proyek normalisasi Kali Ciliwung. Pria berumur 52 tahun ini mengaku senang dengan putusan PTUN yang memenang­kan warga Bukti Duri , Jakarta Selatan. "Harapan saya, pemer­intah harus mengikuti putusan itu," ujar Kasmo.

Kasmo merupakan pemilik tempat pemotongan ayam di Bukit Duri. Dia mengaku sudah tinggal di tempat tersebut sejak tahun 1981. Akibat penggusuran tersebut, dia terpaksa pindah ke Kampung Melayu. Tempat usahanya di Bukit Duri, yang memotong 2.500 ekor ayam per hari dan memasok ke lima pasar di Jakarta itu sudah tidak ada lagi saat ini.

Sebanyak 50 pekerjanya pun berhenti bekerja. "Untungnya saya masih punya tempat usaha pemotongan lainnya di Kayu Manis, Pulogadung," sebut dia dengan wajah sedih.

Untuk itu, dia berharap ke­pada Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan ganti rugi terhadap warga yang sudah kehilangan mata pencahariannya. "Kalau ada ganti rugi kami bisa kembali memban­gun usaha yang sudah hilang," ujar pria yang mengaku rugi ratusan juta akibat usahanya yang hilang.

Sedangkan, Ketua RT 07 RW 12, Bukit Duri, Jakarta Selatan Joko mengatakan, Pemprov DKI sengaja membiarkan Musala As- Sa'adah sebagai tempat ibadah se­mentara para warga sekitar, sampai musala pengganti selesai dibangun. "Warga marah kalau musala itu ikut digusur. Untungnya, pemerin­tah masih mau mengerti," ujar pria berumur 49 tahun ini.

Dia mengatakan, sebelum penggusuran, tim gabungan dari Pemprov DKI Jakarta dan Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta sempat mensurvei bangu­nan musala itu. Tujuannya, untuk mengetahui besaran kerugiannya. "Saat itu nilai yang ditawarkan Rp 300 juta," sebut dia.

Saat mengetahui nilai ganti rugi yang sangat kecil itu, lanjut dia, warga Bukit Duri langsung berembug. Terjadilah kesepaka­tan 'bangunan ganti bangunan'. "Pemprov DKI bongkar musala, ya mereka juga harus ganti den­gan musala," kata dia.

Selain itu, kata dia penggantian dengan uang tidak menyelesaikan masalah. Sebab, setelah dilaku­kan perencanaan pembangunan musala pengganti, dana yang dikeluarkan bisa mencapai Rp 900 juta.

Latar Belakang
Plt Gubernur Jakarta: Pemkot Jaksel Berencana Banding


Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengab­ulkan gugatan warga Bukit Duri terkait surat peringatan (SP) peng­gusuran yang dilayangkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan, Kamis (5/1).

Dalam putusannya, maje­lis hakim yang dipimpin Baiq Yuliani menyatakan, SP 1,2 dan 3 yang dilayangkan Satpol PP tidak sah dan melanggar hu­kum. Selain itu, majelis hakim juga mengakui hak kepemilikan warga Bukit Duri atas tanah yang digusur itu.

Dalam pertimbangan hukum­nya, majelis mengatakan, tanah yang digunakan pemerintah pusat dan Pemprov DKI serta Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) adalah tanah milik warga Bukit Duri yang telah dimiliki secara turun temurun.

Pertimbangan lainnya, majelis hakim meminta, Pemprov DKI Jakarta wajib memberikan ganti rugi yang layak kepada warga Bukit Duri akibat dari diterbitkan­nya objek sengketa (SP1, SP2, dan SP3). Mulai dari dihancurkan­nya rumah-rumah warga, hingga dirampasnya tanah-tanah warga tanpa kompensasi yang layak.

Majelis hakim juga menilai, pelaksanaan pembebasan tanah warga Bukit Duri tidak berdasarkan pada tahap-tahap yang diperintah­kan dalam Undang-Undang (UU) Pengadaan Tanah. Tahapannya antara lain, melakukan inventari­sasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pe­manfaatan tanah, penilaian ganti kerugian, musyawarah penetapan ganti kerugian, pemberian ganti kerugian, dan pelepasan tanah instansi.

Tapi, menurut Plt Gubernur DKI Sumarsono, proyek normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit Duri akan tetap dilanjutkan. Sebab, Pemkot Jakarta Selatan berencana melakukan banding atas putusan PTUN Jakarta itu. "Gugatan ini tidak kemudian menghenti­kan kegiatan normalisasi Sungai Ciliwung," tegas Sumarsono.

Sumarsono berpendapat, pro­gram yang dirintis Gubernur DKI nonaktif Ahok tersebut sudah bagus dan mampu men­gendalikan banjir di Jakarta. Makanya, dia berharap, siapa pun Gubernur DKI yang ter­pilih dalam Pilgub 2017, mau melanjutkan program tersebut. "Saya yakin, Pak Ahok memiliki justifikasi yang kuat kenapa ini dilakukan," tandasnya,

Sedangkan Ahok mengatakan akan melihat proses hukum terkait putusan PTUN yang mengabul­kan gugatan warga Bukit Duri itu. "Tapi yang pasti, dari empat ratusan Kepala Keluarga (KK), sudah hampir semua dipindahkan ke rumah susun. Ini kan hanya beberapa belas orang yang meng­gugat," sebut Ahok.

Ahok pun meminta warga Bukit Duri untuk menunjukkan bukti bahwa lahan yang mer­eka tempati bukan milik negara. "Ganti rugi selama ada barangnya sih, tidak masalah," tandasnya.

Yang pasti, Ahok menegaskan, Pemprov akan mengajukan band­ing jika dirinya kembali terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selain itu, Ahok meminta Pemprov DKI Jakarta untuk memeriksa alasan kekalahan di PTUN ini. Dia mengaku khawatir ada per­timbangan hakim yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. "Kan kadang-kadang ada surat yang salah," ucapnya. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Warganet Geram Bahlil Bandingkan Diri dengan Rasulullah: Maaf Nabi Tidak Minum Alkohol

Kamis, 26 September 2024 | 07:43

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Aksi Massa Desak Polisi Tetapkan Said Didu Tersangka

Kamis, 03 Oktober 2024 | 20:43

UPDATE

Survei INSTRAT: RK-Suswono Unggul Jelang Pencoblosan

Minggu, 06 Oktober 2024 | 14:02

Eksaminasi Kasus Mardani Maming, Pakar Hukum: SK Bupati Tidak Melanggar UU

Minggu, 06 Oktober 2024 | 14:02

Isran-Hadi Tingkatkan Derajat Wanita Kalimantan Timur

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:43

Maroko Bantah Terlibat dalam Putusan Pengadilan Uni Eropa Soal Perjanjian Pertanian dan Perikanan

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:25

FKDM Komitmen Netral di Pilkada Jakarta

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:21

Ariyo Ardi dan Anisha Dasuki Jadi Moderator Debat Perdana Pilkada Jakarta

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:18

Aliansi Rakyat Indonesia Ajak Warga Dunia Dukung Kemerdekaan Palestina

Minggu, 06 Oktober 2024 | 12:58

Serangan Israel di Masjid Gaza Bunuh 18 Orang

Minggu, 06 Oktober 2024 | 12:49

Program Makan Bergizi Gratis Tingkatkan Peran Ekonomi Rakyat

Minggu, 06 Oktober 2024 | 12:28

Pertemuan Prabowo-Megawati Tak Perlu Didorong-dorong

Minggu, 06 Oktober 2024 | 12:18

Selengkapnya