Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

Berlomba Tidak Melakukan Kekerasan

SABTU, 03 DESEMBER 2016 | 16:41 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

BERBAGAI dampak fenomena sosial-budaya tampil ke permukaan kehidupan masyarakat Indonesia masa kini terutama justru yang bersifat positif dan konstruktif mencerminkan kedewasaan sikap dan perilaku dalam menghadapi perbedaan pendapat sebagai bagian hakiki bahkan sukma sejati apa yang disebut sebagai demokrasi.

Pada hakikatnya, makna semangat demokrasi sebelum istilah asing itu hadir bahkan merakyat di persada Nusantara sebenarnya sejak terlebih dahulu sudah tersirat di dalam Pancasila mulai dari Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.

Satu di antara sekian banyak dampak positif konstruktif akibat perbedaan pendapat adalah fenomena pengumpulan massa demi mengungkapkan pendapat dan aspirasi berbagai kelompok masyarakat yang saling beda satu dengan lainnya.


Tampak secara jelas adalah rangkaian unjuk-rasa dengan niat positif konstruktif dimulai dari pertengahan Oktober 2016 sampai dengan awal Desember 2016 yang dilakukan dalam suasana Bhinneka Tunggal Ika, berbagai kelompok masyarakat yang memiliki pendapat saling beda bahkan bertolak belakang satu dengan lainnya. Meski saling beda pendapat namun segenap kelompok bersatupadu dalam semangat berlandaskan segenap sila yang tersurat dan tersirat di dalam Pancasila demi bukan merusak namun menjunjung tinggi harkat dan martabat peradaban adiluhur bangsa Indonesia.

Semangat turun ke jalan demi mengungkapkan aspirasi masing-masing kelompok ternyata sedemikian menggebu hingga timbul kesan persaingan dalam suasana kompetitif yang eskalatif makin menggelora. Masing-masing kelompok penyelenggara unjuk-rasa, aksi-damai, parade, pawai, jalan santai atau entah apa lagi sebutannya terkesan tidak mau kalah ketimbang kelompok penyelenggara lainnya.

Yang membahagiakan adalah bahwa semangat tidak mau kalah mengelora bukan dalam makna negatif destruktif seperti melakukan merusak lingkungan dan melakukan kekerasan ragawi namun dalam makna positif konstruktif yang secara sadar menghindari sikap dan perilaku destruktif seperti merusak lingkungan dan melakukan kekerasan ragawi.

Tampak jelas hadir mashab kelirumologis dalam proses trial and error yaitu proses belajar berdasar pengamatan tentang kekeliruan-kekeliruan yang telah dilakukan kemudian berupaya memperbaiki kekeliruan-kekeliruan di masa lalu tersebut demi menghadirkan sikap dan perilaku yang lebih benar di masa kini dan masa depan.

Misalnya kerusakan taman dan pembuangan sampah pasca aksi-damai yang secara bertahap namun pasti terus-menerus makin dihindari dan diperbaiki dari aksi damai ke aksi damai. Bahkan kekerasan verbal yang tampil pada aksi-damai terbukti terus-menerus makin menurun kuantitas dan kualitasnya dari aksi-damai ke aksi-damai selanjutnya.

Pendek kata segenap pihak terhanyut dalam arus keasyikan untuk berlomba untuk TIDAK melakukan kekerasan.

Tampak jelas bahwa para pelaku aksi-damai secara kelirumologis dalam makna memperbaiki kekeliruan masa lalu demi masa kini dan masa depan yang lebih baik, benar-benar bersaing ketat dalam menghindari hal yang buruk demi menghadirkan hal yang baik.

Silakan masing-masing berpendapat saling beda dalam menilai fenomena persaingan positif dalam sikap dan perilaku masyarakat Indonesia masa kini dalam turun ke jalan demi mengungkapkan aspirasi masing-masing kelompok bahkan insan.

Namun mohon dimaafkan bahwa saya pribadi dengan penuh kerendahan hati memberanikan diri untuk menilai bahwa semangat berlomba TIDAK melakukan kekerasan merupakan suatu fenomena sosial-budaya bersukma positif dan konstruktif dalam menjunjung tinggi harkat dan martabat peradaban adiluhur bangsa Indonesia selaras dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. MERDEKA! [***]

Penulis adalah budayawan anti kekerasan

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya