Berita

DR. Syahganda Nainggolan/Net

Publika

Yusril, Jakarta dan Pelacur Intelektual

Kritik Atas Survei Menakar Kandidat DKI 1
KAMIS, 04 AGUSTUS 2016 | 06:50 WIB | OLEH: DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN*

BEBERAPA hari lalu, kita disajikan hasil survei "Menakar Kandidat DKI 1", yang menempatkan Yusril Izha Mahendra semuanya "underdog" pada setiap indikator yang disurvei.

Riset ini menggunakan metoda kuantitatif, dengan responden 206 orang yang didahului dengan FGD untuk menyusun variabel penelitian.

Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel, yakni kapabilitas dan karakter personal. Kapabilitas mempunyai enam dimensi, yakni visioner, intelektualitas, governability, kemampuan politik, kemampuan komunikasi politik dan leadership. Sedangkan variabel karakter personal mempunyai dua dimensi, yakni integritas moral dan temperamen.


Pimpinan riset, Professor Hamdi Muluk menjelaskan bahwa sampel ditarik dari jumlah pakar yang ada di database Lab PsiPol, sebanyak 250 orang (populasi). Lalu 206 sampel yang diambil, melakukan proses "expert judment" terhadap indikator- indikator yang ada.

Kebohongan Ilmiah

Secara kasat mata sebenarnya kita sudah tahu bahwa survei ini didasari motif yang tidak netral. Sebab, Muluk merupakan pendukung Jokowi dan Ahok sepanjang masa. Namun, ada baiknya kita juga pertimbangkan kelemahan ilmiah studi ini. Pertama, kesalahan melakukan sampling. Standar elementer penelitian kuantitatif adalah menarik sampel. 206 pakar yang diambil sebagai sampel tidak jelas mewakili expert apa? Klaim Muluk bahwa 60 persen lebih terdiri dari professor dan doktor tidak menjawab pertanyaan, siapa populasi yang dituju? Apakah 206 orang tersebut mewakili jumlah 5109 professor atau 23.000 doktor di Indonesia? Apakah responden ini mewakili expert yang tinggal di Jakarta? Atau umum? Apakah ekspert ini ahli dibidang kepemerintahan atau malah ahli bedah jantung?

Kedua, "expert judment" yang diklaim sebagai "opinian leader" telah menempatkan Yusril pada penilaian intelektualitas terendah dibanding delapan kandidat lainnya. Dan menempatkan Ahok sebagai orang yang paling intelektual.

Tentu hasil ini tidak masuk akal. Sebuah aksioma, bukan hipotetik, kalau Yusril pasti lebih tinggi intelektualnya daripada Ahok, dan mungkin lainnya. Kenapa, pertama, Yusril merupakan professor di universitas nomer satu di Indonesia versi QS, THE, Webmetric dan lain-lain. Dan dia mencapai gelar akademik tertinggi, sebagai doktor. Juga seorang professor. Sedangkan Ahok dari kampus biasa biasa saja. Bukan doktor. Mungkin ini bukan indikator penting menurut Muluk dkk, namun itu sebuah common sense bahwa tingkat intelektualitas tersebut sangat terkait dimana seseorang menimba ilmu.

Ketiga, hasil survei yang menempatkan Yusril paling tidak direkomendasikan sebagai calon Gubernur DKI bertentangan dengan hasil survei yang sama pada indikator "Jika hanya Ahok, Yusril dan Safri" di "judment" para ekspert tersebut. Pada indikator ini malah Safri yang paling jeblok, 3,8 persen. Sedang Yusril masih di atas yang abstain, yakni 24,1 persen.

Jadi, kita tahu bahwa survei ini merupakan kebohongan ilmiah, dari permainan politik pendukung Jokowi dan Ahok. Khususnya Professor Hamdi Muluk.

Intelektual vs Ulama

Survei busuk ini tentu ditujukan juga pada dua hal. Pertama, menggertak Mega dan PDIP agar segera mendukung Ahok. Hal ini menjadi jelas dengan uraian Muluk bahwa PDIP akan hancur pada 2019 jika tidak mendukung Ahok. Kedua, Survei ini mendeligitimasi para ulama yang menempatkan Yusril sebagai calon terbaik dari kalangan ummat Islam. Gerakan ulama yang mendukung Yusril ini merupakan kekuatan besar, baik dari segi massa aktif, maupun pengaruh elitnya.

Dengan adanya survei yang membawa-bawa ratusan doktor dan memakai nama Universitas Indonesia, maka dimungkinkan terjadi vis a via antara intelektual kampus vs ulama. Secara politik tentu saja hal ini melanggar etika, sebab, benarkah Universitas Indonesia memberikan izin atas konfrontasi ini?

Alhasil, kita akhirnya melihat bahwa projek survey ini memberi jejak bahwa banyaknya para intelektual kita yang bukan bekerja untuk kemajuan bangsanya dan memberi penguatan pada keadilan sosial. Saat ini kecendikiawanan kita berada pada situasi buruk. UI misalnya, mengalami penurunan ranking secara konsisten selama empat tahun terakhir. Dalam QS world ranking, UI menjadi ranking 358 (2015) dari 273 (273). Tentu PTN lainnya lebih buruk lagi. Kita sudah jauh dibawah beberapa universitas Malaysia.

Prof Heru Susanto dan Prof Yanuarsyah Haroen, dari Tim Penilai Angka Kredit Kemenristek Dikti, menyatakan kualitas karya ilmiah dan publikasi ilmiah doktor kita masih rendah, bahkan masih banyak yang curang dan tidak beretika, bahasa Inggris kacau dan buat referensi tidak nyambung.

Dari pada menyeret para doktor dan professor tersebut kepada politik praktis, sebaiknya Hamdi Muluk mendorong mereka menaikkan ranking UI dan lainnya dalam ranking universitas di dunia. [***]

Penulis adalah Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Eddy Soeparno Bicara Komitmen Prabowo Percepat Dekarbonisasi

Senin, 15 Desember 2025 | 16:13

Praperadilan Kakak Kandung Hary Tanoesoedibjo Dua Kali Ditolak Hakim

Senin, 15 Desember 2025 | 15:55

Miliarder Siapkan Hadiah Besar Atas Aksi Heroik Warga Muslim di Bondi Beach

Senin, 15 Desember 2025 | 15:48

DPR Tegaskan Perpol 10/2025 Tidak Bertentangan dengan Konstitusi

Senin, 15 Desember 2025 | 15:41

Ketaatan pada Rais Aam Fondasi Kesinambungan Khittah NU

Senin, 15 Desember 2025 | 15:39

Gubernur Sulut Dukung Penguatan Kapasitas SDM Bawaslu

Senin, 15 Desember 2025 | 15:29

Keselamatan Masyarakat Harus Jadi Prioritas Utama Selama Nataru

Senin, 15 Desember 2025 | 15:19

Pramono Terima Hasil Kongres Istimewa MKB Demi Majukan Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 15:12

KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau SF Hariyanto

Senin, 15 Desember 2025 | 14:54

Command Center Diresmikan Percepat Digitalisasi dan Pengawasan Kopdes Merah Putih

Senin, 15 Desember 2025 | 14:43

Selengkapnya