MENJADI negara kepulauan (Archipelagic state) bagi Indonesia menjadikan peluang dan tantangan. Di satu sisi memberikan keuntungan, namun di sisi lainnya menyebabkan Indonesia rawan akan gangguan keamanan di perairan.
Salah satunya yang akhir-akhir ini terjadi yaitu pembajakan kapal yang disertai dengan permintaan uang tebusan dengan jumlah fantastis dan selalu bertambah. Mulai dari Kapal tunda Brahma 12 dan Kapal tongkang Anand 12, uang tebusan sebesar 14,2 miliar Rupiah; Kapal tugboat Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152, uang tebusan sebesar 60-65 miliar Rupiah; kapal TB. Henry dan kapal tongkang Cristy, uang tebusan sebesar 56 miliar Rupiah; terakhir, kapal penangkap ikan yang disertai penyanderaan WNI oleh kelompok bersenjata yang menurut penuturan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan adalah kelompok Abu Sayyaf.
Abu Sayyaf merupakan salah satu kelompok separatis Islam di Filipina yang melakukan penyerangan di laut dengan dilatarbelakangi ideologi dan agama. Adapun cikal bakalnya diawali dengan dukungan ipar Osama Bin Laden yaitu Muhammad Jammal Khalifa yang menjadi penyandang dana pelatihan paramiliter bagi para mujahidin di FIlipina, salah satunya yaitu kelompok Abu Sayyaf. Pasalnya, kelompok tersebut juga telah berafiliasi dengan kelompok teroris di Poso yaitu kelompok Hasanuddin dan grup Umar Patek yang terlihat dengan adanya transaksi jual beli senjata dari kedua belah pihak. Ditambah semakin kuatnya eksistensi kelompok tersebut yakni pimpinan ISIS Suriah-Irak telah menunjuk perwakilan ISIS wilayah ASEAN berpusat di Filipina Selatan, melalui dukungan pemimpin senior kelompok tersebut, Isnilon Hapilon bersama para pemimpin ekstrimis lainnya dari Sulu dan Basilian termasuk pemimpin Ansar Al-Khilafa bernama Abu Sharif.
Jika melihat motif penyanderaan di atas, diindikasikan bahwa kelompok tersebut membutuhkan dukungan dana untuk operasionalnya termasuk jual beli senjata. Terkait hal tersebut, dalam dunia terorisme, motif tersebut dikenal dengan istilah fai yaitu mengambil harta orang kafir guna kepentingan jihad, atau gounimah, yaitu mengambil harta rampasan perang seperti yang diutarakan oleh Tito Karnavian Dkk (Indonesian Top Secret, Membongkar Konflik Posoâ€,2008) .
Selama tahun 2016 saja, Kelompok Abu Sayyaf telah melakukan sebanyak 4 kali pembajakan kapal dan penyanderaan WNI. Kondisi tersebut merupakan ancaman strategis bagi keamanan Indonesia dan negara tetangga dalam hal ini Malaysia dan Filipina.
Sementara Indonesia, Malaysia dan Filipina sebagai anggota negara ASEAN telah menyepakati bahwa terorisme termasuk dalam salah satu 8 kategori kejahatan transnasional (ASEAN Declaration on Transtational Crime, Manila, 20 Desember 1997). Secara internasional, kerjasama tersebut diperkuat melalui pertemuan Menlu ASEAN dan Uni Eropa di Brusel, Januari 2003 membahas tentang kerjasama melawan terorisme dalam Joint Declaration on Cooperation Combat Terrorism.
Selain itu, terdapat pula beberapa kerjasama aktif dari partisipan melalui politik dan militer. Contohnya Filipina telah bekerjasama dengan Special Operations Centre, Pacific Command, USA (SOCPAC) untuk mendukung pemerintah Filipina melawan terorisme, yakni kelompok Abu Sayyaf dan Jamaah Islamiyah.
Terorisme merupakan kejahatan transnasional yang mengancam kehidupan manusia sehingga ASEAN berkomitmen melalui kesepakatan atas dasar kesetaraan, saling menghormati kedaulatan, dan perjanjian bersama secara bertahap, fleksibel dan efektif. Indonesia, bangsa yang memiliki nilai-nilai Pancasila dan sikap nasionalisme tinggi dengan politik bebas aktifnya tetap mendukung sikap kekeluargaan bangsa-bangsa, persatuan dunia, dan persaudaraan dunia. Dengan semangat itulah, kita harus menjalin kerjasama antar negara untuk mewujudkan perdamaian dunia dengan tetap memposisikan diri sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat dengan mengacu pada kepentingan nasional.
Prestasi pemberantasan terorisme Indonesia diakui dunia, setelah keberhasilan menangani beberapa kasus terorisme, dan terbaru yakni keberhasilan Satgas Tinombala dalam menembak mati Santoso, pimpinan kelompok teroris di Poso. Keberhasilan tersebut tentunya menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam mewujudkan bangsa yang berdaulat dan bermartabat. Salah satu tantangannya yaitu menjamin keamanan maritim dari terorisme.
Penulis menawarkan beberapa strategi dalam mempertahankan kebebasan laut dengan meningkatkan kerjasama secara komprehensif dan kohesif dari negara-negara yang memiliki kepentingan yang sama di wilayah perairan. Aksi strategis tersebut diimplementasikan melalui beberapa aksi baik soft power†maupun hard powerâ€.
Adapun strategi dengan soft power†berupa memfasilitasi dan mempertahankan jalannya perdagangan di laut dari gangguan pembajakan; memfasilitasi seluruh pergerakan orang dan barang lintas negara sekaligus mengawasi potensi orang-orang yang mencurigakan dan membahayakan; koordinasi, kerjasama dan intelijen baik nasional maupun internasional secara menyeluruh dan lengkap; memaksimalkan kesadaran masing-masing negara bahwa keamanan maritim adalah prioritas keamanan nasional; melengkapi kegiatan-kegiatan komersial atau perdagangan yang melewati laut dengan keamanan yang memadai; memberlakukan keamanan berlapis baik pencegahan maupun perlindungan dan melanjutkan keberlangsungan sistem transportasi kelautan.
Sedangkan aksi strategis lainnya dengan hard power†yaitu kerjasama melibatkan operasi TNI dan Polri di mana Indonesia memiliki 10 pasukan elit (khusus) yang memiliki kemampuan khusus mengatasi gangguan terorisme mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan, meliputi Korps Brimob, Densus 88 Antiteror, Batalyon Raider, Kostrad Tontaipur, Phaskas TNI AU, Den-Bravo 90, Kopaska TNI AL, Denjaka TNI AL, Kopassus TNI AD, dan Sat Gultor 81 Kopassus. Hal ini bukan upaya pertama kali, namun sudah ada sebelumnya terkait kerjasama melibatkan pasukan khusus Indonesia.
Semoga kejahatan teroris maritim (maritime terrorism) dapat diatasi bersama-sama mengingat maritim Indonesia merupakan potensi kekayaan utama dalam mendukung sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Safi'i Nafsikin, SH, SIK, MHPerwira Siswa Sekolah Pimpinan Menengah Polri (Sespimmen Polri),
saat ini menjabat sebagai Staf Pribadi Pimpinan Polri.