AKHIR-akhir ini menjelang pilkada DKI Jakarta tahun 2017, serentak suhu politik di ibukota republik yang kita cintai ini kian terus meningkat.
Apalagi jika kita mengikuti perkembangan informasi di media mainstream hari ini, sudah pasti mata kita dipaksa tertuju pada kursi panas DKI 1 itu.
Jika kita masih ingat dalam beberapa waktu yang lalu ada peristiwa dimana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dilempari saat melakukan peresmian Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) Penjaringan Indah, Jakarta Utara. Silakan dikoreksi, mungkin pula ini adalah Gubernur DKI Jakarta yang pertama mendapatkan teguran sedemikian kerasnya dari warganya sendiri setelah 16 Gubernur yang menjabat sebelumnya.
Kemudian dari kejadian tersebut, muncul beberapa pertanyaan; apakah faktor utama dari kemarahan rakyat itu? Apakah mereka membawa misi politis dari lawan-lawan politik Ahok? Atau ada faktor lain yang lebih mendasar. Menurut kami, memang benar tidak bisa kita negasikan gerakan penolakan terhadap Ahok memiliki unsur kepentingan politis dari lawan-lawan politik Ahok, tapi itu hal yang sangat wajar dan tak perlu kita telusuri keberadaannya karena itu hal yang hampir pasti.
Namun lebih jauh dari itu kami menilai Faktor utama dari perlawanan rakyat Jakarta terhadap Ahok adalah, Ahok telah menggangu sirkulasi pemenuhan kebutuhan perut rakyat yang notabane adalah warganya sendiri, yang sebagian besar memilih Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI empat tahun silam.
Bahwa Ahok menggusur kediaman mereka, tempat mereka bermukim dan mencari nafkah, perlu digarisbawahi Ahok bukan menata, karena metodenya gusur dahulu solusi belakangan ternyata belakangan terkuak semua demi menjalankan kesepakatan dengan pihak pengembang.
Ironisnya seperti warga Luar Batang, bahkan sampai hari ini pun masih ada yang belum mendapatkan solusi dari penggusuran itu, jelas ini pelanggaran dan mungkin itulah pemicu dari munculnya kemarahan rakyat terhadap Ahok.
Kemudian tidak terlepas dari dialektika politik nasional, situasi DKI Jakarta sangat berpengaruh terhadap kinerja pemerintahan secara nasional. Selain sebagai ibu kota negara, Jakarta juga pusat dari perputaran kapital baik dari dalam maupun luar negeri. Dan yang juga harus lebih diperhatikan oleh Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia adalah Jakarta merupakan wajah Indonesia. Jadi baik buruk Jakarta, bisa kita katakan baik buruknya Indonesia.
Jadi demi terselenggaranya pemerintahan yang berkesesuaian dengan janji kampanye dan cita-cita Pemerintahan Jokowi-JK yang tertuang dalam Nawacita, Jokowi harus menghitung ulang untuk tetap mendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 mendatang,
Karena di tengah situasi krisis seperti ini di mana pemerintah harus berfikir secara cepat dan tepat untuk kesejahteraan rakyat, maka solusinya adalah bagaimana cara agar pemerintah bersama rakyat dapat memanfaatkan opportunity yang ada, agar dapat segera bangkit, bukan malah di gusur! Yang praktis menghilangkan ladang mereka mencari makan.
Dan Gerak Indonesia menegaskan atas dasar itulah kami menilai bahwa Ahok tidak bisa mengartikulasikan serta mengimplementasikan dengan baik apa yang diinginkan oleh Jokowi melalui Nawacita. Dan juga kami menilai jika kondisi seperti ini terus dibiarkan bahkan dilanjutkan sudah tentu bisa menjadi penghambat daripada kinerja pemerintahan Jokowi.
Hari ini saja banyak Menteri Jokowi di kabinet kerja seperti Tjahjo Kumolo, Susi Pujiastuti, Rizal Ramli dan lain-lain dilawan oleh Ahok. Belum lagi peran PDIP yang jelas-jelas dinegasikan oleh Ahok dalam memenangkan pasangan Jokowi-JK (Pilpres) dengan menyebut Jokowi juga tidak akan jadi Presiden jika tidak di sokong pengembang.
Ini signal keras, pertanda bahwa Ahok cukup memiliki pengalaman melakukan pembangkangan, dan tak menutup kemungkinan jika situasi semakin mendesak hal tersebut juga dilakukan Ahok kepada Jokowi. Apalagi akhir-akhir ini Ahok juga banyak berurusan dengan penegak hukum, dengan berbagai kasus seperti pembelian lahan Sumber Waras, lahan Cengkareng, Reklamasi Pantura dan lainnya, semua kemungkinan bisa saja terjadi.
Jadi Gerak Indonesia menyimpulkan bahwa siapapun yang kemudian memimpin Jakarta ke depan, Jakarta butuh pemimpin yang bisa mendamaikan, mengerti keinginan rakyat dan paham apa yang diamantkan dalam Nawacita. Itu lebih penting daripada kita terus menerus fokus terhadap Ahok yang dengan sendirinya akan tenggelam oleh lumpur masalah yang digalinya sendiri.
Lamen Hendra SaputraPresidium Gerak Indonesia