nasaruddin umar:net
nasaruddin umar:net
HAL lain yang menarik unÂtuk dikaji ialah mengapa persaksian perempuan 2:1 dengan laki-laki? Jika perempuan terlibat di dalam sebuah kasus di mana ia harus menjadi saksi, maka persaksiannya ditetapkan dua orang untuk menyamai seorang laki-laki. Jika empat orang perempuan bersaksi maka itu baru sepaÂdan dengan dua orang laki-laki. Hal ini dipahaÂmi dari penegasan ayat:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuÂliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimÂlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendakÂlah ia bertakwa kepada Tuhannya, dan janganÂlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang laki-laki maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang peremÂpuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatÂkannya". (Q.S. al-Baqarah/2:282).
Ayat ini sesungguhnya bukan untuk melegitiÂmasi kelemahan apalagi mendiskreditkan kaum perempuan. Sebaliknya, ayat ini justru memÂberikan pengakuan terhadap potensi peremÂpuan sama dengan laki-laki, sama-sama memiÂliki hak untuk menjadi saksi. Dalam konteks masyarakat pra Islam, kaum perempuan samaÂsekali tidak bisa menjadi saksi. Manusia yang layak bersaksi hanya kalum laki-laki dewasa dan cerdas. Kaum perempuan dianggap tidak cakap untuk menyandang status sebagai sakÂsi, karena dipersepsikan mempunyai kelemaÂhan mendasar. Di antara kelemahannya dikaÂtakan karena sering bersikap emosional yang berpotensi mengganggu objektifitas dan sporÂtifitas kualitas persaksian. Anggapan seperti ini sesungguhnya tidak didasarkan kepada fakta tetapi lebih didasarkan kepada asumsi teologis bahwa perempuan tidak pantas disejajarkan dengan kalum laki-laki. Kaum perempuan dicipÂtakan dari tulang rusuk dan secara teologis diÂhubungan dengan konsep dosa warisan, gara-gara ulah Hawa yang menggoda Adam maka anak manusia jatuh dari langit kebahagiaan surga lalu turun di bumi penderitaan.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
UPDATE
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25