Berita

zainal bintang

Politik

Suap Reklamasi (2): "Gangster Of Agreement"

JUMAT, 08 APRIL 2016 | 06:25 WIB | OLEH: ZAINAL BINTANG

KASUS suap reklamasi Teluk Jakarta terbongkar. Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M. Sanusi yang juga adalah Ketua Fraksi Partai Gerindra - tertangkap tangan (OTT) KPK dan hari berikutnya sipemberi suap Ariesman Widjaya, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APLN) menyerahkan diri kepada KPK.

APLN dikenal luas sebagai konglomerat kuat dari kelompok "naga sakti", dia salah satu raja properti Indonesia. Pemiliknya adalah Trihatma Haliman penerus usaha properti ayahnya Anton Haliman yang disebut-sebut  punya hubungan khusus dengan Sudharmono Mensesneg di era Orba.

Presiden Komisaris PT APLN adalah Cosmas Batubara. Tokoh angkatan 66 ini pernah menjabat Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat di era Soeharto. Sampai hari ini publik masih bisa menyaksikan video di Youtube dimana Cosmas Batubara mengelukan elukan kehebatan menejemen PT APLN.

Persekongkolan jahat pejabat publik dengan pengusaha modal kuat, sudah menjadi  rahasia umum di negeri ini. Kolusi itu terjadi dengan porsi kepentingan ekonomi jauh lebih besar dan semangat keserakahan yang tinggi.

Akibatnya mengorbankan kepentingan sosial, pelestarian lingkungan dan memproduksi rakyat miskin. Mereka menghalalkan semua cara untuk sebuah tujuan nista. Persekongkolan sejenis itu mudah menggerus ketahanan moral bangsa.

Gunnar Myrdal, peraih nobel asal Swedia pernah mengatakan, soft state (negara lunak) yang tidak punya tradisi administrasi gampang disantap oleh korupsi.

Pada tahun1968, Gunnar Myrdal peraih nobel berkebangsaan Swedia menulis buku  yang berjudul Asian Drama: an inquiry into the poverty of nations. Berdasarkan analisisnya terhadap India dan kemudian diteruskan ke Indonesia.

Dia memberi judul bukunya drama sebagai bentuk kepesimisan melihat kepura- puraan yang terjadi  di negara- negara Asia dalam penyelenggaraan tata negara yang bermartabat dan terhormat. Satu istilah yang dilontarkan adalah soft state (negara lunak) untuk menunjukkan perbedaan Asia dan negara negara Barat dalam penyelenggaraan tata negara.

Dikatakannya ciri utama soft state (negara lunak) ialah merajalelanya korupsi, kerakusan, keangkuhan dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan eksekutif, yaitu para kepala daerah, bupati, gubernur, menteri dan semua pemegang kebijakan, lalu merambat ke kalangan legislator (anggota DPR), dan pada akhirnya menyeret  kalangan yudikatif seperti hakim dan jaksa.

Maraknya koruptor pejabat publik yang dijaring KPK dalam kurun waktu sepuluh tahun (2006-2016) didominasi aktor dari kalangan eksekutif, legislatif  dan yudikatif, itu membuktikan apa yang dilukiskan Gunnar Myrdal puluhan tahun yang lalu tetap saja masih menjadi kegemaran pejabat publik di Indonesia. Bahkan dilakukan secara berjamaah.

Apakah sistem perpolitikan Indonesia, yang menyerahkan kekuasaan di tangan tokoh partai politik untuk mengelola negara perlu dievaluasi, karena telah menimbulkan efek samping yang berbahaya dan tercela.

Marakya korupsi yang dimotori pejabat publik yang berbasis partai politik, yang berimplikasi kepada goyangnya kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial adalah bom waktu yang menakutkan.

Di tangan politisi koruptor and he’s geng, rupa-rupanya prinsip mulia yang menjadi basis kebajikan manusia yaitu, gentlemen's of agreement, telah digeser menjadi gangster of agreement.

Sebuah bentuk persekongkolan yang harus segera dilawan oleh segenap stakeholder bangsa. Ini penting, sebelum Indonesia terseret jauh ke dalam pusaran "reklamasi" ideologi oleh kekuatan ekonomi global yang berkedok investasi.

Mereka menyebar paham global yang berwatak neolib. Menekan negara melalui mesin birokrasi yang sudah terkontaminasi paham gangster of agreement. Tujuannya agar ideologi ekonomi kerakyatan anak kandung Pasal 33 UUD 1945, dilucuti kedaulatannya menjadi paham ekonomi neolib yang dikendalikan  pasar.

Jika kita tidak waspada, sebagai "negara lunak" (?), pada gilirannya hal tersebut bisa mendorong Indonesia menjadi bangsa yang disorientasi ideologi. Keutuhan NKRI menjadi taruhannya! [***]

penulis adalah wartawan senior dan wakil ketua umum Kadin Indonesia

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

UPDATE

Sinergi Infrastruktur dan Pertahanan Kunci Stabilitas Nasional

Senin, 10 Maret 2025 | 21:36

Indonesia-Vietnam Naikkan Level Hubungan ke Kemitraan Strategis Komprehensif

Senin, 10 Maret 2025 | 21:22

Mendagri Tekan Anggaran PSU Pilkada di Bawah Rp1 Triliun

Senin, 10 Maret 2025 | 21:02

Puji Panglima, Faizal Assegaf: Dikotomi Sipil-Militer Memang Selalu Picu Ketegangan

Senin, 10 Maret 2025 | 20:55

53 Sekolah Rakyat Dibangun, Pemerintah Matangkan Infrastruktur dan Kurikulum

Senin, 10 Maret 2025 | 20:48

PEPABRI Jamin Revisi UU TNI Tak Hidupkan Dwifungsi ABRI

Senin, 10 Maret 2025 | 20:45

Panglima TNI Tegaskan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil Harus Mundur atau Pensiun

Senin, 10 Maret 2025 | 20:24

Kopdes Merah Putih Siap Berantas Kemiskinan Ekstrem

Senin, 10 Maret 2025 | 20:19

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Airlangga dan Sekjen Partai Komunis Vietnam Hadiri High-Level Business Dialogue di Jakarta

Senin, 10 Maret 2025 | 19:59

Selengkapnya