Berita

foto :net

Publika

Pemerintah Harus Seriusi Pengembangan GPS Ternak Ayam Dan Bibit Indukan Sapi Lokal

RABU, 23 MARET 2016 | 09:49 WIB

MAMPU dan tidaknya kita swasembada daging sangat bergantung pada populasi ternak kita. Mengacu pada data populasi saat ini, jika dipaksakan maka saat ini juga kita sudah bisa swasembada. Hanya saja dalam tiga tahun ke depan, negara bisa dipastikan mengalami krisis daging akibat dari punahnya ternak kita.

Pada peternakan Sapi krisis indukan produktif sudah berlangsung lama, pemberian bibit sapi betina bunting/produktif yang terjadi selama ini ternyata tidak efektif karena terkait dengan tidak terlindunginya indukan produktif tersebut dari perilaku mekanisme pasar, akibat kebutuhan biaya hidup peternak dalam urusan domestik seperti membiayai anak sekolah dan kebutuhan rumah tangga,  sehingga terpaksa harus dijual ke pedagang daging, disamping biaya pemeliharaannya yang mahal tak diimbangi nilai jual pedetnya yang minim.

"Persoalan pada peternakan ayam lebih pelik, di mana kita tidak boleh menghasilkan GPS (Grand Parrent Stock) sendiri sehingga sangat tergantung pada import sehingga Kartel DOC mampu menguasai permainan perdagangan ayam potong dengan mudah"


Perlu diketahui, bahwa kebutuhan daging selalu berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan daging. Karena itu, dengan target pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional 7 persen, dan tekad pemerintah untuk memiliki kedaulatan pangan (bukan ketahanan pangan), maka populasi ternak kita harus diperbanyak.

Langkah langkah strategis jangka pendek, menengah, dan jangka panjang harus disusun secara terstruktur dan terencana. Jika saat ini kita masih harus mengimpor daging atau sapi, itu tidak menjadi masalah. Akan tetapi pemerintah harus menerbitkan regulasi yang mampu menjaga keberadaan sapi indukan yang produktif. Selain regulasi pelarangan pemotongan sapi betina atau indukan produktif diefektifkan kembali, pemerintah perlu menyusun tarif insentif atau asuransi bagi setiap indukan yang melahirkan pedet betina, bisa dengan memberikan insentif perawatan 5-7juta/ekor kepada peternak, dibandingkan harus mendatangkan betina import yang bisa mencapai 30juta/ekornya.  Anggaran tersebut bisa langsung dinikmati peternak kita dibandingkan harus dinikmati peternak Australia.

Insentif Pada Indukan inilah yang dapat dikatakan sebagai bentuk negara hadir kepada rakyatnya.  Ketidakhadiran negara pada rakyatnya itulah salah satu yang menjadi alasan mengapa jumlah peternak kita semakin hari semakin berkurang. Karena tidak ada lagi nilai tambah yang didapatkan oleh mereka dari penghasilan beternak, selain keuntungan dari penjualan sapinya yang nilainya tidak seberapa.

Dulu banyak petani yang berlomba lomba untuk beternak sapi, karena selain bisa untuk komoditas perdagangan, tabungan, penghasil pupuk, membajak, juga bisa dipakai untuk menarik gerobak sebagai salah satu kendaraan pengangkut barang di pedesaan. Semua fungsi diatas menjadi nilai tambah yang membuat para peternak kita bersemangat.

Setelah semua fungsi diatas tergantikan oleh bunga bank, kebijakan pertanian yang lebih pro terhadap pupuk dan obat-obatan kimia, banyaknya traktor, dan banyaknya kendaraan pengangkut barang yang masuk ke desa-desa. Maka petani dan peternak kita menjadi enggan untuk merawat ternaknya. Mereka lebih memilih untuk menjual ternaknya, karena dunia peternakan tidak lagi menarik bagi mereka. Rumit dan tingginya risiko berternak tidak sebanding dengan keuntungan yang mereka dapatkan.

Dengan pemberian insentif atau bantuan bagi peternak yang sapinya melahirkan anak betina bisa menjadi salah satu programnya. Bantuan tersebut bisa berupa uang, bantuan sapi, pakan, bea siswa sekolah anaknya, atau sarana prasarana dan lain sebagainya, toh kita saat ini menghamburan uang rakyat hampir Rp 30juta/ekor indukan import yang berkali-kali gagal memenuhi target peningkatan populasi.

Dengan cara seperti ini, maka diharapkan peternak kita bisa berlomba lomba untuk mengembang biakkan sapinya dan tertarik untuk berternak sapi betina sebanyak banyaknya. Karena bagi mereka, ada nilai lebih dari berternak sapi betina. Sebab selain keuntungan dari nilai jual sapi, peternak juga bisa mendapatkan tambahan insentif dari pemerintah untuk sapinya yang melahirkan anak betina.


Gideon Wijaya Ketaren

Ketua DPN HKTI
Bidang Perikanan Dan Peternakan

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya