DALAM sebuah wawancara radio, Menteri Pertanian menyampaikan rencana untuk membeli semua produksi gabah dan beras petani.
Pernyataan Kementan dipicu oleh harga jual gabah kering panen (GKP) yang jatuh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). HPP GKP sebesar Rp 3700/kg, namun GKP produksi petani hanya terbeli Rp 3200/kg.
Harga jatuh merupakan konsekuensi dari berita keberhasilan musim panen raya yang diperkirakan menghasilkan surplus beras.
Dengan perkiraan produksi sebanyak 30 juta ton GKP dengan harga Rp 3700/kg dan 20 juta ton beras seharga Rp 7300/kg, maka Bulog memerlukan modal kerja sebesar Rp 111 triliun untuk membeli GKP dan sebesar Rp 146 triliun untuk membeli beras. Total dana yang musti disediakan Bulog sebesar Rp 257 triliun belum termasuk biaya pengeringan dan biaya penggilingan.
Bulog juga sulit mengharapkan Penyertaan Modal Negara (PMN) dari sumber APBN untuk sebesar lebih dari Rp 5 triliun. Konsorsium perbankan pun tidak mudah membantu Bulog menyediakan modal kerja sebesar Rp 257 triliun.
Pada musim penghujan, petani memerlukan alat perontok dan mesin pengering handal yang ekonomis. Mesin pengering yang menggunakan BBM jenis solar kadang tidak ekonomis digunakan untuk mengeringkan GKP, ketika sinar matahari pada musim penghujan kerap tertutup awan dan sering hujan.
Berharap dari pembakaran di luar gabah juga tidak mudah dilakukan ketika musim hujan. Sementara itu penggunaan gas elpiji dan kayu bakar masih memerlukan modifikasi mesin pengering padi. Kapasitas mesin pengering padi yang terbatas sebesar 8 ton pun akan menimbulkan penumpukan antrian GKP yang hendak dikeringkan menjadi GKG. Apabila masalah kadar air tidak berhasil mencapai 14 persen, maka umur simpan gabah dan beras tidak dapat mencapai 4 bulan.
Kapasitas gudang Bulog yang sebesar 2,8 juta ton juga sama sekali tidak mencukupi untuk menyimpan semua produksi petani di atas. Apabila Bulog hendak menyimpan gudang-gudang swasta, maka perkiraan gudang swasta sekitar 16 ribu gudang dengan kapasitas di bawah 1000 ton di Indonesia bagian Barat dan Tengah, maka maksimum gabah dan beras hanya akan mampu menyimpan maksimal 16 juta ton.
Apabila semua produksi gabah dan beras petani dibeli Bulog, maka yang terjadi adalah bentuk ekonomi Negara. Pedagang hanya menikmati margin sebesar 10,42 persen, sehingga pemerintah tidak perlu membeli semua produksi petani, terlebih kecurigaan pada mafia beras secara berlebihan. Terlebih harga beras impor jauh lebih murah, yang pengaturan kuota impor beras mendorong penyelundupan beras impor. Yang perlu dibeli Bulog adalah sebesar surplus produksi beras saja, agar harga tidak jatuh
[***]Sugiyono Madelan, Peneliti INDEF dan Dosen Universitas Mercu Buana