PAGI ini (Kamis, 10/3), di sebuah TV ada diskusi tentang Bursa Calon DKI 1. Dalam diskusi disebutkan Ahok dianggap tidak sabar menunggu titah Megawati, sementara Teman Ahok sudah berhitung waktu yang cukup mepet bila harus nunggu titah sang Ibu.
Sebagai parpol yang menguasai DPRD DKI, PDIP bisa sendirian mencalonkan pasangan calon. Ini berbeda dengan parpol lainnya yang harus berkoalisi untuk mengusulkan pasangan calon.
Ya, tentunya bila Ahok menjadi bakal calon gubernur via independen dan bisa nenjadi calon sementara parpol-parpol lainnya juga akan mengusung calonnya, maka pertarungan di pilkada DKI nantinya akan diformat sebagai pertarungan "Parpol vs Independen".
Bila Ahok nanti menang maka para pengamat politik, kaum akademisi, penggiat LSM, dan rakyat kebanyakan akan mengatakan bahwa relawan bisa mengalahkan parpol untuk ukuran Indonesia mini seperti Jakarta ini, dan ini juga berpotensi memicu tuntutan amandemen kelima UUD 45 yang menuntut agar pemilihan presiden bisa diikuti jalur independen.
Proses deparpolisasi terus bergulir. Tentunya proses deparpolisasi ini akan terus terjadi mengingat kinerja parpol selama ini sangat sangat buruk. Kerjaannya hanya buat gaduh republik ini, tugas legislasi di DPR tidak dilakukan dengan baik, korupsi orang parpol terus terjadi dengan semakin banyaknya kader parpol yang masuk jeruji, dan sebagainya.
Oleh karena itu pilkada DKI menjadi hal yang serius. Salah berhitung untuk mencalonkan gubernur dari jalur parpol maka resiko ke depannya akan berat untuk tetap bisa mengusung keyakinan parpol bahwa demokrasi hanya bisa dilaksanakan oleh parpol.
Menurut saya, semua DPP parpol sedang serius menjaring nama-nama yang layak diajukan untuk ikut Pilkada DKI tahun depan. Perbincangan tentang koalisi sudah marak dilakukan ketua ketua umum parpol. Para ketua umum parpol sedang berdiskusi untuk menghambat proses deparpolisasi. Tentunya para ketua umum parpol juga tidak mau sekadar mencalonkan jagonya, semuanya masih menunggu kerja kerja lembaga survei independen yang saat ini juga sedang bekerja mencari tahu pilihan warga DKI untuk pemimpinnya nanti. Jadi kalau mau dibilang sih, ya parpol juga masih nunggu kerja-kerja lembaga survei.
Lucu juga ya, seharusnya kalau benar parpol itu dekat dengan rakyat dan parpol adalah institusi kaderisasi maka parpol parpol tersebut seharusnya sudah mulai mengumumkan para kandidatnya untuk DKI 1, tidak perlu menunggu hasil lembaga survei. Ya, memang parpol saat ini sedang sulit menemukan kadernya yang mempunyai akar di masyarakat DKI. Tentunya selain menunggu hasil survei, saya juga mencurigai dan menduga bahwa lambatnya parpol parpol mengumumkan calonnya karena kehati-hatian parpol terhadap calonnya, jangan sampai calon yang diusung bila jadi nantinya parpol tidak dapat apa-apa. Motif transaksional lebih mendominasi.
Sampai saat ini lembaga-lembaga survei masih menempatkan Ahok sebagai calon yang lebih unggul dari calon calon lainnya. PDIP tidak mau kecolongan di pilkada DKI ini setelah 2012 lalu berhasil menggolkan Jokowi sebagai gubernur pilihan rakyat DKI, apalagi DPRD saat ini "dikuasai" oleh kader kader PDIP. DKI masih dipandang sebagai barometer untuk menguasai pilpres dan pileg di 2019 nanti. Sbg daerah otonomi yg memiliki APBD paling besar di Indonesia tentunya DKI juga dimengerti sebagai daerah yang bisa menambah pundi pundi parpol dari seluruh proyek yang dikerjakan. Ya memang DKI menjadi primadona parpol parpol.
Bu Risma memang sudah menyatakan tidak mau ikut pilkada DKI, demikian juga Kang Emil. Sepertinya pemimpin pemimpin berprestasi di daerahnya mau diimpor ke DKI untuk pilkada DKI 2017 nanti. Parpol-parpol mau bekerja instan dengan memaksakan pemimpin-pimpinan berprestasi masuk DKI, dengan konsekuensi menihilkan komitmen mereka terhadap rakyat di daerahnya. Tapi itu realita politik. Parpol tdk mau mencalonkan orang yang akan berpotensi kalah nantinya.
PDIP sedang menyiapkan calonnya. Bila memang nantinya PDIP gagal mendapatkan calonnya maka bisa saja Jokowi dicalonkan lagi untuk menghadapi Ahok di pilkada 2017 nanti. Hanya Jokowi yang bisa ngalahin Ahok.
[***]Timboel SiregarTinggal di Pinang Ranti, Jakarta Timur