. Bila mau objektif, silang pendapat di antara para menteri merupakan hal yang sangat positif di era keterbukaan.
Demikian disampaikan Sekjen Duta Jokowi, Jones Batara Manurung. Bahkan, lanjut Jones, pendapat yang disampaikan secara terbuka oleh Menko Maritim Dan Sumber Daya Rizal Ramli, terkait dengan langkah-langkah Menteri Sudirman Said misalnya, membuat publik tahu mana kebijakan yang berpihak pada rakyat dan mana kebijakan bersasarkan pesanan asing.
Bahkan, sambung Jones, keterbukaan Rizal Ramli juga berhasil menggagalkan jebakan-jebakan para menteri yang sedang merusak wibawa Presiden Jokowi. Dengan kata lain, kegaduhan Rizal Ramli justru untuk menjaga kewibawaan Presiden Jokowi dari kebijakan yang jauh melencang dari Trisakti dan Nawacita.
Setidaknya, kata Jones beberapa saat lalu (Selasa, 8/3), ada tiga jebakan berupa kebijakan yang merugikan Jokowi, dan berhasil dihalau Rizal Ramli. Pertama, soal pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW dan pembelian pesawat Garuda yang terlalu banyak untuk penerbangan jarak jauh. Kritik Rizal atas dua hal ini, mendapat respon positif oleh manajemen PT Garuda Indonesia, Menteri BUMN, dan Menteri Perhubungan. Hanya JK dan Sudirman Said yang uring-uringan.
"Kita lihat empirik dalam sepuluh tahun pemerintahan SBY,pembangkit listrik yang berhasil dibangun hanya sekitar 7.000 MW. Jika dari dua kali target pembangunan pembangkit listrik, masing-masing 10.000 MW, hanya 7.000 MW yang bisa dibangun, Apakah mungkin dalam lima tahun pertama Presiden Jokowi, 35.000 MW bisa dibangun?" tegas Jones.
Kalau pun bisa dibangun, Jones meragukan pasokan listrik itu semuanya bisa diserap masyarakat sebagai konsumen. Jika tidak, maka PLN akan mendapat tambahan beban finansial.
Kedua, sambung Joneas, soal perpanjangan kontrak karya Freeport. Jika kasus ini tidak diramaikan Rizal Ramli, maka peraturan pemerintah (PP) tentang kontrak karya (KK) sudah diubah. Menurut PP yang saat ini masih berlaku, perpanjangan KK hanya bisa diputuskan dua tahun sebelum habis masa kontrak. Perpanjangan KK PT Freeport Indonesia yang berakhir 2021 baru bisa diputuskan 2019.
Jika baru tahun 2019 diputuskan, Freeport Indonesia takkan mendapat kepastian akan kelanjutan investasinya di Indonesia. Sebab, saat ini, Freeport Indonesia harus membangun smelter dan tengah menambang di bawah tanah. Jika tidak mengembangkan underground mining hingga tahun 2017, saat smelter mulai berfungsi, Freeport Indonesia kehabisan bahan baku.
"Kondisi inilah yang memaksa pihak tertentu untuk mengubah PP agar perpanjangan izin Freeport Indonesia bisa diputuskan saat ini. Tapi, skenario ini gagal dilaksanakan," ungkap Jones.
Ketiga, sambung Jones, adalah terkait dengan pembangunan kilang gas Blok Masela di tengah laut yang beraroma KKN. Para pengurus PT Tridaya Advisory selaku konsultan Inpex Masela, investor yang sudah mengajukan proposal kepada pemerintah untuk mengelola kilang gas Masela, adalah pihak yang dekat dengan Menteri ESDM Sudirman Said. Inpex selama ini berkukuh untuk membangun kilang gas terapung (offshore). Pilihan ini berbeda dengan hasil kajian Kantor Menko Maritim dan Sumber Daya serta hasil kajian dari ITB dan UI yang memilih pembangunan kilang di darat (onshore).
"Pembangunan kilang di darat memberikan multiplier effect bagi masyarakat sekitar. Semua tokoh pemerintah, tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat Maluku juga menginginkan pengelolaan kilang gas di darat," demikian Jones.
[ysa]