Sesi kedua rapat rekapitulasi perhitungan suara Pilkada Kalimantan Tengah berlangsung sengit. Saksi-saksi pasangan calon nomor urut dua Willy-Wahyudi atau Wibawa menghujani pimpinan sidang dengan berbagai gugatan terkait kecurangan dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sejak proses pemungutan suara hingga rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten-kota.
Saksi pasangan Wibawa mengungkap dan menggugat berbagai kejanggalan yang ditemukan. Banyak di antara berbagai temuan dan gugatan tersebut diamini oleh Panwaslu baik daerah maupun provinsi. Sementara di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum cenderung mengabaikan dan tidak menggubris berbagai pelanggaran yang vulgar tersebut.
Sidang yang dipimpin oleh salah satu komisioner KPU provinsi itu berjalan secara otoriter bahkan cenderung bersikap anarkis dan arogan.
"Sikap dan cara pimpinan sidang itu benar-benar-benar pemaksaan yang kasar. Bukan begitu cara pimpinan lembaga penyelenggara pemilu yang bertanggung jawab tidak saja terhadap prosedur tetapi juga esensi demokrasi. Kami akan menyikapi ini melalui DKPP dan upaya hukum lain," kata Gugus Tugas Pemenangan DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus kepada redaksi, Jumat (5/2).
Lebih lanjut, Deddy mengatakan bahwa pihaknya curiga bahwa sikap anarkis dari KPU Kalteng ini tak lebih dari upaya memastikan agar pasangan Wibawa tidak memenuhi legal standing guna menggugat di Mahkamah Konstitusi.
"KPU Kalteng sedang menyampaikan pesan yang terang benderang kepada rakyat Indonesia, dalam pilkada silakan berbuat securang-curangnya, toh nanti tidak bisa digugat di MK," ujarnya.
Eko Sigit selaku saksi dari pasangan Wibawa menjelaskan, setidaknya telah terjadi 61 kasus di 61 TPS di Kecamatan Antakalang, Kabupaten Kotawaringin Timur. Di mana lembar formulir C1 tidak diberikan pada saksi, lalu ada banyak kejadian di mana formulir C1 tak terisi namun proses rekap diteruskan.
"Ini jelas pelanggaran fatal. Tetapi tiba-tiba pimpinan sidang langsung mengesahkan rekap untuk Kabupaten tersebut. Kami juga menggugat mengapa banyak sekali rekomendasi Bawaslu yang tak disikapi. Proses ini terkesan dipaksakan dan rekapitulasi di Provinsi Kalteng ini tak lebih dari sandiwara kotor semata," ungkapnya.
[wah]