Berita

Publika

Menyoal Kebebasan di Kalangan Islam

SELASA, 19 JANUARI 2016 | 04:35 WIB

ABAD milenium kini, merupakan masa dimana kebebasan membuktikan kemenangannya dari berbagai aspek dalam lintasan  sejarah. Kebebasan membuktikan bahwa ia merupakan hal yang tidak bisa dipaksa untuk tidak dimiliki seorang manusia.

Apabila kebebasan tak dihadirkan, maka yang muncul ialah penjajahan dan penindasan kemanusiaan. Hal ini sudah menjadi konsekuensi logis berdasarkan fakta sejarah. Dengan begitu perlahan akan muncul mesin kekuasaan absolut yang bergemuruh dan selalu ingin menggilas, mulut dibungkam dan perasaan dibekukan, pikiran jernih ditenggelamkan dan Nurani tidak diberi tempat. Kehidupan serba was-was, penuh selidik dan kecurigaan.

Namun dibalik itu semua, di masa sekarang masih saja banyak ditemui orang-orang yang tidak menginginkan bahkan memusuhi kebebasan. Hal ini terlihat jelas dari kalangan kaum agamawan, termasuk Islam di Indonesia. Mereka berdalih bahwa kebebasan hanya akan melahirkan individualisme serta keegoisan. Dengan kebebasan perlahan membuat manusia lupa diri akan Tuhan yang menciptakan. Kebebasan hanya dianggap sebuah kata yang merujuk ke sesuatu yang amat samar, tak jelas.


Tak hanya itu, bahkan diantara mereka juga masih banyak saja mengkafirkan orang-orang yang berpikir bebas dengan dalih nyeleneh yang sama sekali tidak memiliki landasan yang kuat. Sangat aneh tentunya, mereka yang memusuhi kebebasan malah menggunakan kebebasannya sebagai ulama atau orang yang mempunyai otoritas dalam beragama untuk mengkafirkan kebebasan itu sendiri. Ia tidak menyadari bahwa kebebasan yang ia kafirkan itu sebenarnya telah tertanam dalam dirinya sendiri.

Parahnya lagi, jalur kebencian terhadap kebebasan pun ditempuh dengan cara teror. ISIS serta golongan terorisme lainnya merupakan kaum yang menempuh cara demikian. Sekali lagi ini aneh, sebab justru merekalah yang menggunakan kebebasannya bahkan sebebas-bebasnya mengintimidasi dan meneror manusia lainnya untuk memaksa sepaham dengannya.

Inilah studi kasus paling tepat untuk memperlihatkan penyalahgunaan kekuasaan. Akibatnya, peperangan terjadi di berbagai belahan dunia, bahkan Indonesia juga ikut menjadi lahan keganasan kaum ini. Bom Bali l dan ll, ledakan bom hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di kawasan Mega Kuningan, bahkan baru-baru ini juga terjadi pengeboman di Sarinah Tamrin merupakan sebagian bukti kekejaman kaum dengan embel-embel agama ini.

Artinya, penolakan terhadap kebebasan merupakan kemunafikan terselubung. Sebab sejarah mengatakan bahwa kebebasan merupakan sebuah perjuangan manusia untuk memberi harkat pada dirinya sendiri. Manusia berperang tidak lain ialah untuk memperoleh kebebasan. Sejarah pengorbanan manusia dari berbagai arena perang termasuk perang dunia 1 dan 2 adalah sejarah tentang ikhtiar manusia untuk memiliki kebebasan. Tak hanya itu, gerakan dekolonisasi setelah perang dunia 2 juga merupakan sejarah manusia untuk merebut mahkota bernama kebebasan itu.

Dalam skala yang lebih kecil, berbagai pemogokan dan demonstrasi yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, tidak lain merupakan tuntutan para kaum pekerja untuk diberi ruang gerak yang lebih leluasa. Sederhananya, kebebasan merupakan suatu cita-cita yang tak pernah dilepaskan oleh setiap manusia.

Dari sini, kiranya jelas bahwa kebebasan adalah hal utama dalam kehidupan manusia. Harkat dan martabat manusia terletak pada ada atau tidaknya kebebasan itu. Masalahnya hanyalah kebebasan yang memberi manusia kehidupan dengan penuh pilihan. Dalam konteks ini, pilihan-pilihan itu tidak lain merupakan bentuk otoritas terhadap diri manusia itu sendiri. Manusia mempunyai otoritas atas dirinya sendiri.

Otoritas dan kedaulatan itulah yang membuat individu bebas menentukan apa yang dikehendaki. Itulah sebabnya mengapa kebebasan selalu menjadi lahan subur bagi kreatifitas, ekspresi dan keleluasaan, termasuk dalam wilayah beragama.

Dengan demikian, tugas orang-orang berilmu (ulama, ilmuan, saintis) sebenarnya sangat sederhana, yakni menggiring manusia untuk menggunakan kebebasannya kepada sesuatu yang lebih bermanfaat. Sebab kebebasan merupakan keniscayaan bagi setiap manusia maka mustahil seseorang dapat memusuhi, membenci, apalagi menghilangkannya. [***]

Penulis adalah penggiat kajian PIUSH, Dedy Ibmar

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya