indah puspitasari/facebook
CERITA soal sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) di Provinsi Kalimantan Timur bukanlah cerita baru. Antrean panjang BBM di SPBU seperti menjadi ritual menahun di daerah lumbung energi ini. Bahkan ada yang bilang antreannya mengular sampai 300 meter. Hal tersebut terjadi karena pasokan permintaan BBM yang diminta terlambat sehingga sempat terjadi kelangkaan.
Seorang dokter cantik asal Kota Bontang, Kalimantan Timur menyuarakan kelelahan warga tentang kelangkaan BBM lewat akun Facebook. Indah Puspitasari menulis sebuah surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Surat itu diposting di laman Facebooknya pada 6 Januari 2016 pukul 12.46 Wita. Berikut isi lengkap surat terbuka Indah Puspitasari kepada Presiden Jokowi:
YTH Bapak Presiden Joko Widodo
Sebelumnya saya ucapkan selamat atas syukuran 7 bulanan anak Bapak. Doa tulus saya, semoga semuanya sehat hingga lahiran nanti.
Sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri saya. Nama saya Indah Puspitasari, saya seorang dokter umum sekaligus Ibu dari 2 anak jagoan. Saya bekerja di salah satu RS swasta di Kota Bontang. Salam kenal, Pak.
Bapak Jokowi, sebagai Presiden yang dekat dengan rakyat, saya mau Bapak tahu apa yang kami alami di daerah dan mungkin juga di daerah lain di Indonesia.
Sudah sejak 3 hari ini kota Bontang selalu kekurangan BBM. Baik itu premium yang katanya untuk rakyat kurang mampu,maupun jenis BBM lainnya spt Pertalite dan Pertamax. Akibat keadaan ini, SPBU yang berjumlah 5 lokasi, selalu terjadi antrian panjang. Bukan itu saja, seringnya malah stok BBM habis dengan alasan kuota.
Saya bukannya rakyat yang senang berdiri di atas penderitaan orang lain. Saya masih tahu diri dengan mengisi bbm kendaraan saya dengan pertalite ataupun pertamax. Namun kedua jenis BBM yang harganya lumayan mahal tersebut juga sering sulit kami dapatkan.
Kondisi ini membuat para pengguna Pertalite ataupun Pertamax beralih menggunakan Premium. Hal ini memperparah kondisi antrian Premium dan membuat Program Premium yang katanya hanya untuk masyarakat kurang mampu tidak berjalan. Dan ini bukan kesalahan rakyat, Pak.
Asal Bapak tahu, di Kota Bontang tidak banyak pilihan kendaraan umum, Pak. Mungkin di daerah seperti Pulau Jawa-Bali, ada Bussway, commuter, becak, delman, ojek, taxi, angkot, dan bus kota gampang ditemukan. Namun tidak dengan kota kami, khas kota kecil. Sehingga satu-satunya kendaraan pilihan kami ya hanya kendaraan pribadi.
Kami cukup tahu diri,Pak. Dengan berusaha tidak menghambur-hamburkan BBM di mobil kami. Kami biasakan berangkat kerja dan mengantar anak sekolah (keduanya sekolah di SD yang sama) dengan 1 kendaraan. Hal ini kami lakukan demi mendukung program Pemerintah dan semoga juga dilakukan orang lain. Tapi tindakan ini bikin saya hopeless karena tetap saja kota Bontang sering susah BBM.
Seperti saat saya tulis surat terbuka ini,saya dengan sangat terpaksa meninggalkan jam kerja dan mengantri di satu-satunya SPBU yang masih menyediakan Pertamax sedangkan BBM jenis lain sudah ludes sejak semalam. Apalagi SPBU lain yang juga sudah tutup sejak kemarin dengan alasan kuota.
Huuuffhh... Kalimantan Timur, salah satu provinsi yang katanya 'Terkaya' dan 'Penyumbang Devisa Terbesar' ternyata mengalami kesulitan yang menurut saya mendasar sekali. Mungkin di pulau Jawa-Bali, tidak pernah mengalami kelangkaan BBM ataupun mati listrik. Tp di sini maupun di Bagian Indonesia lain mati lampu adalah kawan sehari-hari.
Hal ini menggelitik ingatan saya terhadap perkataan salah satu kawan saya "Indonesia itu dari Sabang sampai Merauke. Tapi, Indonesia Raya hanya ada di Jawa-Bali? Apakah jargon ini benar, Pak?
Maka kalau ini tidak benar, bantulah hidup kami menjadi lebih tenang dan nyaman tinggal di luar pulau Jawa-Bali. Bukan dengan BLT ataupun sumbangan tetek bengek. Melainkan dengan melancarkan stok BBM dan listrik shg kami merasakan kenyamanan yang sama yg dirasakan masyarakat yang tinggal di Jawa-Bali.
Demikian Surat ini saya sampaikan, Pak. Mohon maaf apabila dalam penyampaian saya ada yg kurang berkenan. Semata-mata karena saya, maupun masyarakat lain juga sama-sama rakyat Indonesia. Punya hak dan kewajiban yg sama dengan rakyat di Jawa-Bali. [***]
Penulis adalah seorang dokter aktif, Indah Puspitasari