Berita

Beginilah Definisi Daya Saing di Dunia Industri

JUMAT, 24 JULI 2015 | 11:53 WIB | OLEH:

SETELAH pekan lalu kita membicarakan definisi akan membahas definisi daya saing di kalangan industri.

Di antara contoh pengertian daya saing pada tingkat industri ini adalah sebagai berikut:

1) Suatu industri dikatakan berdaya saing (kompetitif) jika memiliki tingkat produktivitas faktor keseluruhan (total factor productivity/TFP) sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing asingnya (foreign competitors).

2) Suatu industri dikatakan berdaya saing (kompetitif) jika memiliki biaya satuan (rata-rata) sama atau lebih rendah dibandingkan dengan pesaing asingnya (foreign competitors).

Berikut ini dikemukakan beberapa definisi daya saing yang dikutip dari IMD, antara lain:

Daya saing mencakup efisiensi (mencapai sasaran dengan biaya serendah mungkin) dan efektivitas (memiliki sasaran yang tepat). Pilihan tentang inilah yang sangat menentukan dari sasaran industri. Daya saing meliputi baik tujuan akhir dan cara mencapai tujuan akhir tersebut.

Daya saing industri adalah kemampuan perusahaan atau industri dalam menghadapi tantangan persaingan dari para pesaing asingnya.

Mendukung kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara atau supranational regions untuk menciptakan tingkat pendapatan dan pemanfaatan faktor yang relatif tinggi, sambil tetap mempertahankan keberadaan dalam persaingan internasional.

Hal sangat penting tentang daya saing dalam tingkat industri ini adalah pandangan bahwa keunggulan daya saing nasional semestinya dilihat pada tingkat ini. Ini antara lain yang diyakini oleh Porter (Michael E. Porter) yang juga menyampaikan …the basic unit of analysis for understanding of national advantage is the industry. Nations suceed not in isolated industries, however, but in clusters of industries connected through vertical and horizontal relationships. A nation’s economy contains a mix of clusters, whose makeup and sources of competitive advantage (or disadvantage) reflect the state of the economy’s development.”

Daya saing sering dikaitkan dengan biaya tenaga kerja relatif (relative unit labour cost/RULC). Seperti disampaikan oleh OECD, pendekatan ini membawa kepada pengukuran yang berfokus pada biaya upah dan produktivitas tenaga kerja (terkadang hanya pada upah tenaga kerja), dan pandangan bahwa devaluasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan daya saing. Pendekatan RULC dan devaluasi ini banyak mendapatkan kritik mengingat negara-negara tertentu seperti Jepang dan Jerman Barat dalam kenyataannya mengalami peningkatan RULC maupun pangsa pasar dunia, dan karena biaya tenaga kerja seringkali tidak lagi menjadi komponen penting biaya total/keseluruhan.

Modal dan faktor-faktor produksi yang bergerak (mobile), akan mendorong realokasi ke tempat di mana ketentuan pajaknya lebih rendah. Teori ini meluas dan mendorong pandangan bahwa daya saing nasional harus dipandang dalam konteks daya tarik (attractiveness) terhadap faktor-faktor yang mobile. Pendekatan ini juga diadopsi dalam pengukuran seperti World Competitiveness Report.

Ukuran tersebut terutama memuat rangking subyektif dari perspektif para eksekutif bisnis tentang daya tarik beragam negara sebagai tempat bisnis mereka.

Analisis daya saing dalam tingkat industri juga berkembang antara lain dari teori perdagangan internasional (international trade). Bidang ini, yang diawali” oleh konsep Ricardo tentang keunggulan komparatif, Hecksher-Ohlin, dan pengembangan oleh berbagai pakar teori perdagangan internasional, termasuk Paul Krugman, banyak menjadi dasar bagi kajian daya saing industri. Dollar and Wolff mendefinisikan bahwa suatu negara berdaya saing jika berhasil dalam perdagangan internasional melalui teknologi dan produktivitas yang tinggi, yang dibarengi dengan pendapatan dan upah yang tinggi.”

Beberapa metode seperti RCA (Revealed Comparative Advantage) yang juga sering digunakan untuk menyusun indeks spesialisasi, Trade Performance Index, Portfolio ekspor dinamis (berdasarkan perkembangan pangsa pasar internasional, biasanya digambarkan antara lain dengan bubble chart), dan lainnya adalah di antara analisis yang sering digunakan1. Indikator perdagangan juga digunakan dalam analisis tingkat makro. The Trade Performance Index (TPI) yang disusun oleh ITC (International Trade Centre) terdiri atas 24 indikator kuantitatif hasil benchmarking kinerja ekspor dari 184 negara. Informasi tersebut antara lain sebagai berikut:

+  Menyusun rangking 14 sektor produk yang berbeda untuk setiap negara.
+  Merangkum indikator kinerja menjadi Current Index dan Change Index.
+  Mengungkap keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
+  Menunjukkan posisi sektor-sektor ekspor utama dari seluruh negara dalam jenjang daya saing global.

Selain itu, konsep keuangan juga sering digunakan dalam menganalisis daya saing (yang juga digunakan pada tingkat makro). Contoh paling populer adalah real exchange rate (RER), dan real effective exchange rate (REER). Ukuran ini mencerminkan tingkat kesesuaian mata uang berdasarkan asumsi purchasing power parity (PPP). Untuk tingkat industri, biasanya digunakan penggunaan indeks harga dalam industri tertentu.

Daya saing dalam hal ini berkaitan dengan beragam aspek seperti statis-dinamis, satu dimensi-multidimensi, stochastic-deterministik, dan sebagainya. Tentu saja dalam analisa ini tidak akan dibahas hal tersebut satu persatu. Untuk diskusi luas dan mendalam tentang ini, lihat misalnya tulisan Siggel dan literatur yang khusus menelaah isu-isu tersebut. Kajian daya saing pada tingkat industri berkembang pada dasarnya dalam dua perspektif arus utama (mainstreams). Pertama, yang memandang agregasi perusahaan dalam suatu sektor” industri atau aktivitas ekonomi tertentu (sebagaimana telah dikenal luas saat ini). Pandangan kedua, meletakkan industri dengan tekanan sebagai sehimpunan perusahaan dan organisasi dalam konteks rangkaian mata rantai nilai tambah.

Perspektif pertama, daya saing industri merupakan daya saing rata-rata dari agregasi perusahaan dalam sektor industri tertentu. Sebagian besar ukuran daya saing pada tingkat perusahaan (profitabilitas, biaya, produktivitas) dapat dianalisis pada tingkat industri. Pandangan sektoral” demikian juga merupakan pendekatan klasik” yang umumnya dipahami dalam menelaah sektor-sektor ekonomi. Sementara perspektif kedua, daya saing lebih dilihat dalam konteks rantai nilai tambah yang umumnya terjadi lintas sektor.”

Berbagai cara perbandingan sektoral pada tingkat nasional atau pun internasional berkembang dengan baik dan memudahkan, misalnya dalam melihat posisi” relatif suatu sektor di suatu daerah (negara) terhadap sektor serupa di daerah (negara) lain. Walaupun begitu, dalam konteks peningkatan daya saing, upaya sektoral saja dinilai banyak mempunyai kelemahan. Di antara kritik pada perspektif ini adalah pandangan sektoral yang membawa kepada pendekatan sektoral yang terlampau terkotak-kotak seolah dengan sekat pemisah satu dengan lainnya,” yang antara lain berimplikasi kepada kebijakan dan praktik pembangunan ekonomi seperti umumnya dinilai sejauh ini.

Untuk perbandingan langsung” seperti perbandingan sektoral antar daerah/negara, tidaklah mudah dilakukan dalam konteks pendekatan rantai nilai (klaster industri). Mengingat pendekatan klaster industri pada dasarnya bersifat unik atau case specific18, maka memang klaster industri X” di suatu daerah atau negara tak selalu persis serupa dengan klaster industri X” di daerah atau negara lain.

Harus diakui, untuk upaya perbandingan,” telaahan kuantitatif atas klaster industri tertentu memang masih menimbulkan persoalan mengingat klaster tidak mengikuti batas-batas sektoral (dalam pengertian konvensional). Walaupun begitu, perkembangan iptek dan industri mendorong penyesuaian-penyesuaian pengklasifikasian di berbagai negara, baik dalam revisi ISIC (International Standard of Industrial Classification) maupun pengelompokan spesifik di masing-masing negara. NAICS (North American Industrial Classification) misalnya, merupakan revisi paling akhir hingga saat ini yang digunakan di Amerika Serikat, dan juga untuk Kanada dan Meksiko. Sedangkan NACE (Nomenclature of economic activities in the European Union) merupakan nomenklatur aktivitas ekonomi bagi Uni Eropa.

Sementara itu, KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) merupakan penyesuaian dari KLUI (Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia) atas revisi ketiga ISIC untuk Indonesia yang dikembangkan oleh Badan Pusat Statistik/ BPS. Dengan acuan ini, sebenarnya perbandingan klaster industri pun dapat dilakukan, setidaknya secara konsep, seperti halnya dalam perbandingan sektoral yang telah lama dilakukan. Keduanya akan saling melengkapi dalam upaya pemahaman secara lebih baik tentang industri (aktivitas ekonomi).

Sebagai contoh dalam melihat perbandingan kinerja industri adalah yang dilakukan misalnya oleh UNIDO (2002), melalui publikasinya Industrial Development Report 2002/2003. Laporan tersebut antara lain mengungkapkan perbandingan kinerja sektor manufaktur dengan menggunakan konsep CIP (Competitive Industrial Performance Index). [***]

Tulisan ini adalah nukilan dari buku karya Dr. H. Ade Komarudin, MH. berjudul Politik Hukum Integratif UMKM” yang diterbitkan RMBooks (2014).

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya