Berita

ilustrasi/net

Konsep Smart City Jakarta Belum Optimal Diterapkan

Banyak Keluhan, Minim Tindakan
KAMIS, 07 MEI 2015 | 09:49 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Sejak diluncurkan pada Desember 2014 lalu, program Jakarta Smart City yang digagas Pemerintah (Pemprov) DKI Jakarta dinilai belum maksimal. Ini terbukti, dengan masih minimnya ketertiban masyarakat dan penerapan hukum yang ada di Jakarta.

Terhambatnya penerapan konsep smart city di ibukota, salah satu penyebabnya adalah akibat masih tingginya penggu­naan kawasan yang menyalahi tata ruang, seperti pembangunan rumah dan bangunan liar di ka­wasan bantaran kali dan waduk.

Salah satu unsur kota dengan konsep ini adalah, memiliki masyarakat yang tertib dan disi­plin. Menurut pengamat tata kota Nirwono Yoga, terdapat tiga hal yang seharusnya dipenuhi. Yakni efisiensi dalam penggunaan energi, ramah lingkungan, dan penerapan teknologi tepat guna.


Saat ini saja, katanya, pem­prov masih sulit mewujudkan ru­ang terbuka hijau (RTH) sampai 30 persen. Masih ada pekerjaan yang belum diselesaikan jika melihat RTH sekarang yang baru mencapai 9,8 persen.

Yang tidak kalah penting, lanjut Nirwono, adalah penataan kota yang baik. Selain bertujuan agar Jakarta bebas banjir dan polutan, menurutnya masyarakat harus tang­gap terhadap bencana. Dengan cara bersedia direlokasi ke tempat yang lebih layak dan tidak berpotensi terkena bencana alam tersebut.

"Sekarang saja di beberapa titik Jakarta, baru hujan seben­tar langsung banjir dan macet. Bayangkan kalau hujannya seharian," katanya.

Untuk itu Nirwono menilai, saat ini kesiapan Jakarta dalam meng­hadapi masalah perkotaan masih harus perlu usaha yang lebih keras. Perlu peningkatan SDM, perangkat teknologi, serta pelak­sanaan program yang konsisten dan berkelanjutan, agar tujuan penerapan konsep smart city guna memperkuat identitas Jakarta se­bagai kota modern bisa optimal. "Yang ada, keluhan banyak, tapi di lapangan masih minim tindakan dan respon," tudingnya.

Meski begitu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku optimistis sistem smart city Jakarta akan terus berkembang dan menjawab kebutuhan warga ibukota. Bah­kan ia mengklaim, sistem kota pintar mendapat apresiasi dari konsultan internasional. Konsul­tan kenamaan dunia, Mike Tensi, kata Ahok, tertarik mempelajari aplikasi pintar DKI yang dini­lainya lebih canggih dan mendetil dibanding sistem smart city di banyak negara lain.

Ahok menjelaskan, dengan menggunakan sistem smart city di DKI Jakarta yang dapat memantau gerak-gerik pegawai pemda yang terekam closed-circuit television (CCTV) hanya melalui telepon seluler. Tak banyak pegawai DKI yang tahu kalau aktivitasnya dimonitor.

Menurutnya, seluruh jaringan pada setiap kelurahan di ibu kota sudah terhubung dengan fiber optic, sehingga hampir tidak ada jeda koneksi jika terjadi percaka­pan melalui video call.

Ahok mengatakan, untuk mengembangkan konsep yang terintegrasi, butuh anggaran dan sumber daya manusia yang tak sedikit. "Karena kita mau membentuk tim analis dan men­desain ruangan agar bagus. Saya yakin akan banyak orang yang datang untuk belajar," jawabnya optimis.

Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Kehumasan (Diskominfomas) DKI Jakarta, Iie Karunia menambahkan, saat ini, laporan yang masuk ke aplikasi Cepat Respon Opini Publik (CROP) milik pemprov yang dikirim warga dari aplikasi Qlue, sejauh ini masih didomi­nasi keluhan-keluhan bersifat provokatif. "Ke depan laporan yang masuk dalam aplikasi Qlue bersifat pembangunan dan kegiatan positif," ucapnya.

Ogah Dibandingin Dengan Kota-kota Lain

Soal penerapan konsep smart city, Pemprov DKI enggan dibandingkan dengan kota lain. Menurut Kepala Unit Pelak­sana Teknis (UPT) Smart City Pemprov DKI Jakarta Alberto Ali, setiap kota yang menerap­kan sistem smart city memiliki karakter masing-masing. Pola dan tingkat keberhasilan pun relatif.

"Tingkat keberhasilan kota cerdas dinilai di enam sektor, yakni pemerintahan, lingkungan, gedung, ekonomi, komunitas, dan rumah," terangnya.

Mungkin kalau Jakarta masih berhasil di tiga sektor, lanjut Alberto, kota lain ada yang dua atau satu. Ia menegaskan, visi kota cerdas Pemprov DKI Jakarta bukanlah untuk menge­jar penilaian tersebut. Jakarta, kata dia lagi, bisa disebut kota cerdas bila warganya merasakan pelayanan publik terbaik.

"Selain itu, kalau sudah ter­sambung serat optik ke seluruh rumah dan warga juga menggu­nakannya dengan cerdas, sistem ini sudah tercapai," ujarnya.

Untuk di Jakarta, sejak dilun­curkan pertengahan Desember tahun lalu, laporan dan kelu­han dari warga Jakarta yang masuk ke aplikasi smart city sudah mencapai ribuan. Ter­diri dari 159 keluhan banjir, 21 keluhan kebakaran, 1.059 keluhan kemacetan, 1.160 ke­luhan sampah, 1.052 keluhan pelanggaran, 921 keluhan jalan rusak, 117 keluhan pengemis, 844 keluhan pedagang kaki lima (PKL), 44 keluhan kriminalitas, 430 keluhan penerangan jalan umum (PJU) yang rusak, 180 keluhan pohon tumbang, dan 591 keluhan fasilitas umum.

Hingga Mei 2015 ini, jumlah laporan yang diterima aparat Pemprov DKI dari aplikasi Qlue mencapai puluhan ribu. Laporan itu sebagian besar berisi keluhan masyarakat terhadap kondisi ibukota.

Ia mengatakan, sementara ini personel yang diwajibkan men­gunduh aplikasi Cepat Respon Opini Publik (CROP) terdiri dari petugas Satuan Polisi Pa­mong Praja (Satpol PP), Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI, lurah, dan para camat. Ke depan, para pekerja harian lepas (PHL) di masing-masing dinas diharap­kan bisa ikut pula mengunduh aplikasi tersebut.

Ke depan, katanya, PHL juga mengunduh aplikasi CROP. Karena yang bekerja di lapangan itu sebenarnya adalah mereka, bukan lurah dan camat. Tapi hal ini berproses, karena para PHL harus memiliki smart phone ter­lebih dahulu. "Saat ini, aparatur di lapangan yang sudah mengun­duh aplikasi CROP ada sekitar 500 orang," katanya.

Aplikasi pengaduan seperti Qlue, memang mulai digunakan Pemprov DKI sejak Desember tahun lalu dan digunakan untuk sarana pelaporan warga, mulai dari masalah tumpukan sampah, kemacetan, fasilitas publik, dan lain-lain. Sementara Crop adalah aplikasi yang juga mirip Qlue. ***

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya