Berita

Publika

Blunder RUU Perlindungan Umat Beragama

RABU, 04 MARET 2015 | 20:24 WIB

RANCANGAN Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) akan disahkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) pada April 2015 mendatang. Mengingat banyaknya kasus  kekerasan yang mengatasnamakan agama, Kemenag merasa perlu turun tangan.

Siang itu, Kamis 26 Februari 2015, Kemenag menggelar dialog dengan para tokoh agama. Mereka akan menyusun naskah akademik RUU PUB. Lukman Hakim Saifuddin selaku  Menteri Agama menuturkan pengertian agama seperti apa, misalnya ia butuh punya sistem ritual atau kitab suci yang baku. bisa juga ada kriteria jumlah penganutnya minimal berapa.

Yang penting ada batasan, sehingga jelas bisa disebut agama atau tidak. Persyaratan itu yang  sedang kita susun”. Sejatinya, sebelum RUU PUB itu disusun, perlu dipertanyakan dahulu, apa benar agama menjadi penyebab konflik ? sehingga Kemenag perlu ikut campur, yakni dengan memberi batasan agama secara prosedural ?


Kasus konflik agama yang selalu diangkat ialah kasus Poso, Bandung, Jati Bening, Sampang dan lain-lain. Mulai dari pembakaran rumah ibadah sampai pembunuhan berdarah. Padahal jika kita amati lebih dalam lagi, maka kita akan tahu bahwa konflik tersebut merupakan akumulasi dari berbagai macam faktor.

Bukan hanya faktor agama saja, melainkan banyak faktor lain yang terlibat, seperti faktor ekonomi, politik, kesenjangan sosial, dan provokasi dari luar. Logika Kemenag ketika membaca konflik hanya sebatas konflik agama saja. Ini yang keliru.

Perumusan RUU PUB justru akan memperuncing konflik, karena masyarakat akan dipaksa mengafiliasi diri ke dalam agama tertentu yang sudah dianggap sah oleh Kemenag. Polarisasi pemahaman agama akan semakin sengit.

Lantas apa yang seharusnya dilakukan Kemenag dalam menyikapi sebuah konflik ? Kemenag seharusnya melakukan penelitian terlebih dahulu. Jika benar konflik tersebut disebabkan sentimen agama, maka Kemenag tidak perlu ikut campur, karena tindak kekerasan atau pengrusakan sudah ada pihak berwajib yang menanganinya.

Kemenag hanya perlu memberdayakan institusi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Organisasi Masyarakat (Ormas) yang bergelut di bidang keagamaan untuk melakukan rekonsiliasi. Kemenag cukup memfasilitasi penyelenggaraan penyuluhan dan dialog antar umat beragama saja, tanpa perlu mengatur ajaran dan kepercayannya.

*Penulis adalah Penggiat Kajian Pojok Inspirasi Ushuluddin (PIUSH) 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya