Hari ini, Panglima TNI mengatakan bakal mengerahkan pasukan untuk mengatasi konflik KPK-Polri jika kondisi konflik dan potensi gangguan pertahanan negara masuk kategori high intensity.
Namun, pernyataan itu dianggap terlalu dini. Diyakini, konflik KPK-Polri tidak akan meningkat sampai terjadi konflik sosial atau berbenturan fisik.
UU 7/2012 pasal 1 tentang penanganan konflik sosial menyatakan bahwa konflik sosial adalah perseteruan dan atau benturan fisik dengan kekerasan, antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas, yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
"Saya meyakini konflik KPK versus Polri bukan konflik horizontal dan jauh dari kemungkinan benturan fisik serta melibatkan kelompok masyarakat," kata anggota Komisi I DPR RI, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, kepada wartawan beberapa saat lalu (Rabu, 18/2).
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, keputusan menurunkan pasukan TNI justru akan kontraproduktif dan hanya akan menambah kegaduhan politik, bahkan akan menciptakan kemungkinan terjadinya konflik aparat bersenjata dengan aparat bersenjata.
Selain itu, lanjut mantan Sekretaris Militer Presiden ini, pengerahan pasukan dalam konflik sosial tetap harus di bawah koordinasi Polri sesuai dengan pasal 41 ayat 1, Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
"Jika TNI di bawah koordinasi Polri, maka KPK akan berhadapan dengan Polri dan TNI. Konflik KPK-Polri sebaiknya kita serahkan kepada Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintah. Biarkan Presiden mengambil keputusan secara komprehensif," jelasnya.
[ald]