BANYAK peristiwa hukum Indonesia memiliki rentetan cerita kelam. Dampak dari tindakan penyelidikan yang bertentangan dengan hukum dan keadilan melahirkan peradilan sesat. Banyak orang tidak berdosa diputus bersalah.
Orang awam, aktifis dan lawan politik ditangkap dan ditahan untuk suatu tindakan yang tidak pernah dilakukan atau bukti yang sumir. Diperiksa dan divonis bersalah dengan tuduhan-tuduhan direkayasa. Contoh peradilan sesat kasus perkosaan Sum Kuning yang mencoreng nama Jend Hoegeng sebelumnya dianggap sosok polisi bersih. Namun tidak mampu menyelesaikan kasus karena pelaku mempunyai hubungan dengan orang berpengaruh. Kasus Sengkon dan Karta. Kasus pembunuhan Marsinah buruh pabrik yang menggegerkan Indonesia pada 1993. Kasus Udin wartawan Bernas Jogja 1996, yang tak kunjung ditangkap pelaku utamanya. Kasus Prita ditangkap dan diadili dituduh mencemarkan RS Omni.
Peradilan sesat juga menimpa Misbakhun yang akhirnya divonis bebas. Misbakhun politisi Senayan yang getol mengungkap kasus Century dengan kerugian uang negara Rp 6,7 triliun.
Berkaca dari kasus di atas, bagaimana kita melihat Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis Anas Urbanngrum. Korban konspirasi kekuasaan yang memaksanya diseret ke meja hijau.
Peristiwa mengharubirukan cukup sudah menelanjangi peradilan sesat menimpa Anas.
Sebelum sampai penyelidikan kasus. Untuk menjatuhkannya dari jabatan ketua Umum diganti Presiden SBY dan anaknya Ibas sebagai Sekjend Partai Demokrat. Penekanan SBY di tanah suci Mekkah kepada institusi KPK. Beredarnya sprindik palsu Anas yang menggemparkan publik. Ancaman penangkapan pimpinan KPK oleh kepolisian. Sampai fakta-fakta persidangan yang menganulir tuduhan JPU.
Kita menanti vonis pengadilan Tipikor memutuskan nasib Anas. Sejarah penegakan hukum dan keadilan, atau menjadi catatan panjang peradilan sesat di Indonesia.
Martimus Amin
Pengamat Politik dan Hukum The Indonesian Reform