Berita

ilustrasi/net

Publika

Membaca Kemerdekaan Lewat Sajak Juang...

MINGGU, 17 AGUSTUS 2014 | 01:51 WIB

KEMERDEKAAN adalah buah dari perjuangan para pendiri bangsa yang landasan berpijaknya sudah disusun sejak pergerakan kesadaran nasionalisme baru bergulir, yakni jauh sebelum momentum proklamasi itu membahana di tangan Soekarno-Hatta dan kawan-kawan seperjuangannya. Meskipun begitu, tanpa melupakan para pejuang-pejuang sebelumnya, pada generasi '45-lah kita melihat perlawanan fisik secara masif demi menuntaskan garis perjuangan para pendahulunya dari kungkungan bangsa-bangsa penjajah sehingga kita menjadi bangsa yang berdaulat.

Hal ini diakui presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono: “sepanjang masa, Generasi '45 akan dikenang sebagai generasi emas yang mengubah nasib bangsa dengan semangat perjuangan, pengabdian dan pengorbanan yang luar biasa. Etos inilah yang harus selalu kita dan semua anak cucu kita tauladani bersama”.

Diantara generasi pejuang '45 ini, rasanya perlu untuk menyebut satu nama, seorang pejuang dan penyair sekaligus yang namanya akrab dalam jagad sastra Indonesia, Chairil Anwar atau dikenal juga dengan julukannya “si binatang jalang”. Sebagai seorang pejuang kemerdekaan, sajak-sajaknya beraroma gemuruh semangat perjuangan. Oleh sebab itu, dengan menyelami semangat sajak-sajaknya, sambil lalu menikmati keindahannya, semoga kita dapat menemukan gelora dan pesan perjuangan kemerdekaan.


Bukankah peringatan HUT kemerdekaan Indonesia ini �" yang digelar tiap tahun �" tak lain sesungguhnya untuk mengingatkan generasi kita tentang cita-cita dan semangat perjuangan generasi pendahulu?

***

Karawang Bekasi adalah satu dari sekian sajak Chairil Anwar yang beraroma perjuangan. Dalam sajak ini, penulis seperti dihadapkan dengan bayangan para pejuang pendahulu kita yang telah gugur di medan perang demi mengabdikan pada kemerdekaan. Mereka seolah berbicara kepada kita �" generasi hari ini �" untuk melanjutkan semangat perjuangannya. Misalnya, penggalan awal sajaknya, Chairil menulis: Kami yang kini terbaring antara Karawang Bekasi/ Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.

Penggalan itu mengabarkan kepada kita bahwa mereka tidak mungkin lagi mampu melanjutkan perjuangannya. Mereka tidak mungkin bisa “teriak merdeka” dan “angkat senjata lagi” sebagai bentuk perlawanan fisik untuk mengusir para penjajah. Sebab kematian telah menjemputnya. Mereka kini “terbaring” gugur. Mereka kini jadi tulang belulang.

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami/ Terbayang kami maju dan berdegap hati? Siapa diantara generasi kita yang lupa jasa kepahlawanan mereka? Adakah diantara generasi kita yang buta dan tuli akan jasa-jasa perjuangan mereka? Penggalan ini seperti sebentuk sindiran kepada generasi kita agar tidak mudah melupakan sejarah (perjuangan) yang telah mereka mulai. “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”, tegas Soekarno.

Sebagai pejuang kemerdekaan, mereka sudah pertaruhkan segala yang mereka bisa pertaruhkan. Mereka korbankan seluruh jiwa-raga dan masa mudanya demi berjuang untuk kemerdekaan. Namun, mereka belum lagi dapat merasakan buah dari perjuangannya. Sebab kematian telah merenggutnya lebih awal. Penggalan yang menggambarkan kenyataan ini berbunyi: Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu/ Kenang-kenanglah kami/ Kami sudah coba apa yang kami bisa/ Tapi kerja belumselesai, belum apa-apa/ Kami sudah beri kami punya jiwa/ Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa.

Dalam keadaan terbaring gugur dan tinggal tulang-belulang berserakan, tak ada lagi yang bisa diharapkan dari mereka. Mereka telah mengabdikan keberanian mereka sepenuhnya untuk kemerdekaan negeri ini. Selanjutnya tanggung jawab generasi kita untuk melanjutkan cita-citanya atau menyia-nyiakan perjuangannya? Kami cuma tulang-tulang berserakan/ Tapi adalah kepunyaanmu/ Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan/ Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan/ Atau tidak untuk apa-apa/ Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata.

Namun, sebagai pejuang yang mencintai setulus hati kemerdekaan negerinya, tentu mereka berharap buah perjuangannya tak sia-sia. Mereka berharap kemerdekaan negeri ini punya arti bagi seluruh rakyat negeri ini yang tersebar sepanjang Sabang sampai Merauke.

Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang Bekasi

Penulis adalah Sulaiman, Mahasiswa Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan penggiat diskusi KAMURA [***]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya