KEMENTERIAN Agama (Kemenag) kembali bersedih, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Suryadharma Ali sebagai tersangka dugaan korupsi penyelenggara dan penggunaan dana haji atau Dana Abadi Umat (DAU) tahun anggaran 2012-2013. Pernyataan ini disampaikan oleh Abraham Samad, selaku Ketua KPK pada tanggal 22 mei 2014 lalu. Kasus serupa bukan baru pertama kali terjadi di Kementerian Agama, pada tahun 2005 lalu, Said Agil Husein Al Munawar menjadi tersangka karena penyalahgunaan DAU periode 2001-2004.
Peristiwa tertangkapnya kedua Menteri Agama tersebut, harus menjadi evaluasi kritis terhadap penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
Melihat realitas di Kemenag, sangat disayangkan, karena lembaga yang seharusnya membimbing seluruh umat beragama di Indonesia menjadi manusia yang berakhlak baik, malah para petingginya terlibat kasus korupsi. Jika dicermati, akar atau sumber korupsi di Kemenag adalah Dana Abadi Umat (DAU) serta para petinggi yang bermental korup.
Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi kasus korupsi di Kemenag, pemerintah harus membentuk Lembaga/Badan Independen sebagai penyelenggara Haji dan Umroh, yang bertugas secara penuh bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan Ibadah Haji serta mengelola DAU secara profesional.
Lembaga/Badan Independen ini wajib melaporkan pengelolaan DAU secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah. Sementara, fungsi dari Kemenag adalah sebagai pengawas atau kontrol pelaksanaan ibadah haji semata, tidak lagi sebagai penyelenggara.
Malaysia misalnya, dana ibadah haji dikelola langsung oleh Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM). Dimana, para jamaah menyetor uang haji ke dalam rekening atas namanya sendiri, kemudian uang tersebut diinvestasikan pada sektor riil, sehingga keuntungan atau bunga dari dari investasi ini, masuk langsung ke rekening jamaah haji bersangkutan. Sehingga tidak ada lagi, dana haji disimpan dalam bentuk deposito dan giro atas nama menteri agama.
Langkah seperti ini harus segera dilakukan oleh pemerintah Indonesia agar menyelamatkan uang jamaah dan pejabat di Kemenag dari kasus korupsi, serta membersihkan nama institusi Kementerian Agama.
Jika DAU dikelola secara profesional, maka ada dua keuntungan yang didapatkan. Pertama; DAU bisa diinvestasikan pada lembaga lain atau membuka unit-unit usaha sendiri sehingga memberikan keuntungan lebih besar.
Kedua; DAU dapat digunakan secara maksimal untuk kepentingan umat, asalkan jelas penggunaannya. Penggunaan dimaksud, semisal membeli pesawat sehingga tidak perlu menyewa pesawat komersil, ini diharapkan mengurangi biaya ibadah haji. Karena hitungan selama ini, biaya pulang pesawat ke Indonesia termasuk salah satu item yang dibebani kepada jamaah. Selain itu, dari Dana Abadi Umat pula, bisa digunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, memberikan beasiswa kepada siswa/mahasiswa Islam yang berprestasi, mendirikan lembaga pendidikan Islam di pelosok-pelosok Indonesia, dan sebagainya sesuai kebutuhan umat.
Mulyadi P. Tamsir
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam
(Periode 2013-2015)