Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) didesak menjelaskan kepada semua elemen partai berlambang pohon beringin itu mengenai dukungan terhadap Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
‘’Seharusnya dari awal dijelaskan mengenai dukungan itu. Kalau ARB lakukan itu, mungkin tidak timbul gerakan dukungan terhadap Jokowi,’’ kata Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung, kepada Rakyat Merdeka, Rabu (21/5).
Seperti diketahui, suara Partai Golkar terpecah menghadapi Pilpres 9 Juli mendatang. Secara organisasi mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, tapi banyak tokoh dan kader Golkar mendukung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK).
Misalnya, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Luhut Panjaitan mengundurkan diri dari jabatannya. Dia mengaku sudah berpamitan dengan ARB.
Selain itu, sejumlah kader muda hingga senior Golkar, di antaranya, Poempida Hidayatulloh, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Partai Golkar Indra J Pilliang, dan Ketua DPP Partai Golkar Agus Gumiwang. Poempida bahkan menjadi Juru Bicara cawapres JK.
Mereka mengaku kecewa karena Partai Golkar tidak memberikan dukungan kepada kader asli Golkar, yakni JK.
Akbar Tanjung selanjutnya mengatakan, pecahnya suara Golkar sangat tidak menguntungkan bagi partainya. Situasi ini mirip dengan Pilpres 2004.
“Ketika itu dukungan terpecah. Ada yang mendukung SBY-JK dan mendukung Wiranto-Salahudin Wahid. Pengalaman itu sangat tidak mengenakkan.
Seharusnya semua kader Golkar taat pada keputusan yang diambil partai,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa Anda sudah minta ARB agar mengundang semua elemen Golkar itu?Tadi pagi (Rabu, 21/5), saya sudah telepon ARB. Saya sampaikan, sebaiknya mengundang mereka dan menjelaskan kebijakannya soal dukungan kepada pasangan Prabowo-Hatta.
Dia kan diberi mandat oleh Rapimnas soal penetapan arah koalisi. Mandat itu perlu dijelaskan, khususnya kepada mereka yang tidak mengikuti arah koalisi.
Idealnya, setelah ARB putuskan arah koalisi ke Prabowo-Hatta, dia langsung mengundang pengurus DPP, ormas-ormas, dan wantim. Dia seharusnya menjelaskan kenapa dia pilih Prabowo-Hatta, kenapa tidak pilih Jokowi-JK. Padahal, JK adalah kader Golkar.
Itu perlu dijelaskan. Kalau ARB melakukan itu, mungkin tidak timbul gerakan seperti ini. Tapi ya undang saja. Kemudian dijelaskan.
Kalau mereka tetap menolak, bagaimana?Putusan partai harus dihormati. Kalau mereka tetap tidak mau, tetap berpihak kepada Jokowi-JK, ya harus kita hormati juga. Untuk menghormatinya, mereka yang dalam struktur partai dinonaktifkan, atau mundur dari kepengurusan. Mereka dilarang menggunakan simbol-simbol partai dalam memberikan dukungan.
Apa mereka akan dipecat?Pilpres 2004 lalu, saya mendatangi semua kader Golkar yang membelot mendukung SBY-JK. Saat itu, saya mengajak mereka agar mau mematuhi keputusan partai. Tapi mereka tidak mau.
Ya kalau sudah begitu, diberikan sanksi pemecatan. Saya mengambil keputusan itu beberapa hari sebelum pemilihan. Itu pun sangat terpaksa. Saya berharap, kali ini ada pengertian dari teman-teman, sehingga tidak ada kejadian seperti itu lagi.
Anda setuju mereka dipecat?Nggak usah dikeluarkan. Saya juga tidak setuju kalau mereka dipecat. Menurut saya, ARB hanya perlu memanggil dan menjelaskan.
Jika JK terpilih sebagai wapres, bisakah kembali memimpin Golkar?Itu nggak ada ketentuannya (dua kali mengajukan diri sebagai ketum, red).
Waktu itu, saya juga maju lagi sebagai calon ketua umum, tapi kalah melawan JK. Saat itu, JK menduduki jabatan wapres, dan berhasil mengelaborasikan antara penguasa dengan orang-orang yang punya uang. Akhirnya dia menang.
Tapi saya sedih karena JK tidak mampu mempertahankan kemenangan partai dalam Pemilu 2009. Artinya, dia gagal sebagai ketum. Masa orang gagal mau jadi ketum lagi.
Jangan-jangan ini strategi Golkar untuk bermain dua kaki agar tetap berada di pemerintahan siapa pun pemenangnya?Ini bukan strategi karena tidak menguntungkan. Saya tahu persis bagaimana posisi Golkar hingga keputusannya memberikan mandat kepada satu orang. ***