Berita

Akbar Tandjung

Wawancara

WAWANCARA

Akbar Tandjung: Ical Mesti Jelaskan Ke Kader Kenapa Tidak Pilih Jokowi-JK

JUMAT, 23 MEI 2014 | 09:25 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) didesak  menjelaskan kepada semua elemen partai berlambang pohon beringin itu mengenai dukungan terhadap Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

‘’Seharusnya dari awal dijelaskan mengenai dukungan itu. Kalau ARB lakukan itu, mungkin tidak timbul gerakan dukungan terhadap Jokowi,’’ kata Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung, kepada Rakyat Merdeka, Rabu (21/5).

Seperti diketahui, suara Partai Golkar terpecah menghadapi Pilpres 9 Juli mendatang. Secara organisasi mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, tapi banyak tokoh dan kader Golkar mendukung  pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK).


Misalnya,  Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Luhut Panjaitan mengundurkan diri dari jabatannya. Dia mengaku sudah berpamitan  dengan ARB.

Selain itu, sejumlah kader muda hingga senior Golkar, di antaranya, Poempida Hidayatulloh, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Partai Golkar Indra J Pilliang, dan Ketua DPP Partai Golkar Agus Gumiwang. Poempida bahkan menjadi Juru Bicara  cawapres JK.

Mereka mengaku kecewa  karena Partai Golkar tidak memberikan dukungan kepada kader asli Golkar, yakni JK.

Akbar Tanjung  selanjutnya mengatakan,  pecahnya suara Golkar sangat tidak menguntungkan bagi partainya. Situasi ini mirip dengan Pilpres 2004.

“Ketika itu dukungan terpecah. Ada yang mendukung SBY-JK dan mendukung Wiranto-Salahudin Wahid. Pengalaman itu sangat tidak mengenakkan.

Seharusnya semua kader Golkar taat pada keputusan yang diambil partai,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa Anda sudah minta ARB agar mengundang semua elemen Golkar itu?

Tadi pagi (Rabu, 21/5), saya sudah telepon ARB. Saya sampaikan, sebaiknya mengundang mereka dan menjelaskan kebijakannya soal dukungan kepada pasangan Prabowo-Hatta.

Dia kan diberi mandat oleh Rapimnas soal penetapan arah koalisi. Mandat itu perlu dijelaskan, khususnya kepada mereka yang tidak mengikuti arah koalisi.

Idealnya, setelah ARB putuskan arah koalisi ke Prabowo-Hatta, dia langsung mengundang pengurus DPP, ormas-ormas, dan wantim. Dia seharusnya  menjelaskan kenapa dia pilih Prabowo-Hatta, kenapa tidak pilih Jokowi-JK. Padahal, JK adalah kader Golkar.

Itu perlu dijelaskan. Kalau ARB melakukan itu, mungkin tidak timbul gerakan seperti ini. Tapi ya undang saja. Kemudian dijelaskan.

Kalau mereka tetap menolak, bagaimana?
Putusan partai harus dihormati. Kalau mereka tetap tidak mau, tetap berpihak kepada Jokowi-JK, ya harus kita hormati juga. Untuk menghormatinya, mereka yang dalam struktur partai dinonaktifkan, atau mundur dari kepengurusan. Mereka dilarang menggunakan simbol-simbol partai dalam memberikan dukungan.
 
Apa mereka akan dipecat?
Pilpres 2004 lalu, saya mendatangi semua kader Golkar yang membelot  mendukung SBY-JK. Saat itu, saya mengajak mereka agar mau mematuhi keputusan partai. Tapi mereka tidak mau.

 Ya kalau sudah begitu, diberikan sanksi pemecatan. Saya mengambil keputusan itu beberapa hari sebelum pemilihan. Itu pun sangat terpaksa. Saya berharap, kali ini ada pengertian dari teman-teman, sehingga tidak ada kejadian seperti itu lagi.

Anda setuju mereka dipecat?
Nggak usah dikeluarkan. Saya juga tidak setuju kalau mereka dipecat. Menurut saya, ARB hanya perlu memanggil dan menjelaskan.

Jika JK terpilih sebagai wapres, bisakah kembali memimpin Golkar?
Itu nggak ada ketentuannya (dua kali mengajukan diri sebagai ketum, red).

Waktu itu, saya juga maju lagi sebagai calon ketua umum, tapi kalah melawan JK. Saat itu, JK menduduki jabatan wapres, dan berhasil mengelaborasikan antara penguasa dengan orang-orang yang punya uang. Akhirnya dia menang.

Tapi saya sedih karena JK tidak mampu mempertahankan kemenangan partai dalam Pemilu 2009. Artinya, dia gagal sebagai ketum. Masa orang gagal mau jadi ketum lagi.
 
Jangan-jangan ini strategi Golkar untuk bermain dua kaki agar tetap berada di pemerintahan siapa pun pemenangnya?
Ini bukan strategi karena tidak menguntungkan. Saya tahu persis bagaimana posisi Golkar hingga keputusannya memberikan mandat kepada satu orang.  ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya