Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh mengancam menutup Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) bila kasus penganiayaan senior terhadap yuniornya terus terjadi.
“Meski STIP bukan di bawah Kemendibud, tapi kami yang beri kewenangan. Kewenangannya bisa kami cabut. Kalau nggak bisa diperbaiki, dan orangnya (pengurusnya) nggak sanggup memperbaiki, ya kami ambil alih,†ujar Muhammad Nuh kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, mahasiswa STIP, Dimas Dikita Handoko (19), diduga tewas akibat dianiaya para seniornya, Jumat (25/4) malam. Diduga, ketujuh tersangka melakukan penganiayaan karena Dimas dianggap tak menghormati seniornya. Saat ini, ketujuh taruna itu sudah dikeluarkan dari STIP.
Muhammad Nuh selanjutnya mengatakan, meski pengelolaan STIP di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan, sekolah itu harus mengikuti kaidah-kaidah pendidikan yang ditetapkan Kemendikbud.
“Di antaranya, tidak boleh ada kekerasaan dan plonco-ploncoan. Itu sudah nggak zaman. Kalau masih seperti itu, dia (sekolah) nggak bisa beresin, ya kami ambil alih,†tegas Nuh.
Berikut kutipan selengkapnya: Dengan peristiwa seperti ini, apa pendidikan di bawah kementerian atau kedinasan bisa dipertahankan?Adanya pendidikan kedinasan yang dikelola kementerian di luar Kemendikbud, masih dimungkinkan. Tapi, saya minta dengan tegas tetap mengacu pada prinsip nilai-nilai akademis.
Jangan sampai mereka menyelenggarakan, tapi tidak patuh pada nilai-nilai akademis. Kedinasan itu boleh saja. Yang nggak boleh kekerasannya.
Bagaimana kalau pendidikannya semi militer?Semi militer juga bagus kan. Yang tidak boleh, yang tidak terukur. Semi militer bukan berarti tidak boleh. Kalau mengarah pada kekerasan, saya kira sudah bukan zamannya lagi.
Apa kasus seperti ini masih banyak terjadi?Kalau mau fair, kasus seperti ini relatif jauh berkurang. Jumlah kekerasan sudah turun. Tapi, bukan berarti yang tinggal sedikit ini kita toleransi. Harus diusut tuntas, apalagi sampai ada korban meninggal dunia. Harus diberikan sanksi setegas-tegasnya.
Tindakan tegas seperti apa?Siswa pelaku kekerasan harus dikeluarkan. Kemudian, bagi penyelenggaranya, pimpinan dan seterusnya harus bertanggung jawab. Kalau nggak mau tanggung jawab, ya sekolahnya ditutup saja.
Sejauh ini, apa evaluasi Kemendikbud?Saat ini, tim sudah jalan. Kalau tindakannya tidak mengarah pada perbaikan, (kami arahkan agar) tidak usah menerima mahasiswa baru.
Apa hal itu cukup efektif?Larangan merima mahasiswa baru bertujuan memotong mata rantai kekerasan. Dengan demikian, (kekerasan) tidak terus bergulir dari senior ke yunior.
Sebab, yang saat ini yunior kan akan naik menjadi senior. Kemudian akan balas dendam. Nah, salah satu caranya, potong mata rantai. Dua tahun saja sudah cukup, nggak akan ada balas dendam.
Soal kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) ada kemungkinan tersangka baru, tanggapan Anda?Urusan pelecehan dan seterusnya itu kami serahkan pada pihak kepolisian. Itu harus diusut, tidak hanya sampai level tenaga-tenaga bawah. Harus ditarik sampai ke atas. Kalau dimungkinkan ada yang lebih tinggi. Itu harus diusut.
Kriminalitas pelecehan itu sangat saya sesalkan. Itu bukan lagi pelecehan seksual, melainkan pelecehan kemanusiaan. Saya beri dukungan penuh pengusutannya. Saya komunikasi dengan kepolisian agar kasus itu diusut sampai akar persoalannya. ***