Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan
Koalisi PDI Perjuangan (PDIP) dengan Partai Golkar belum tertutup 100 persen. Masih ada peluangnya meski sedikit. Semuanya ditentukan hasil penghitungan KPU yang diumumkan 9 Mei mendatang.
“Arah koalisi masih mungkin berubah. Sebab, kedua partai masih menunggu hasil akhir penghitungan suara dan perolehan kursi di parlemen,’’ kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan kepada Rakyat Merdeka, Rabu (23/4).
Menurut Luhut, kalau PDI Perjuangan dan Partai Golkar tidak mendapat 112 kursi di parlemen, keduanya akan bergantung pada partai tengah. PDI Perjuangan bergantung kepada Nasdem. Sedangkan Golkar kepada Hanura.
“Kalau kedua partai tengah itu mencabut dukungan, PDI Perjuangan dan Golkar bisa nangis bombay. Maka koalisi PDI Perjuangan-Golkar masih mungkin,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya: Ah, masak sih mungkin, kedua parpol itu kan sudah memiliki capres?Apa sih yang tidak mungkin dalam politik. Politik bisa membuat satu hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Apa Aburizal Bakrie rela melepas pencapresannya?Saya kira, Pak Aburizal Bakrie (ARB) akan melihat ini setelah prosesnya mencapai final berdasarkan hasil penghitungan KPU. Beliau akan mengambil keputusan, apa yang akan dilakukan Golkar.
Kalau membuat koalisi dengan Hanura, nggak ada masalah. Tapi kalau Hanura tidak mau, tentu pasti akan bersikap.
Berarti ARB bisa berubah pikiran?Saya nggak tahu. Saya yakin, Pak Aburizal adalah orang yang berpikir jernih. Beliau akan membuat keputusan yang tepat di waktu yang tepat.
Sejumlah lembaga survei menempatkan elektabilitas ARB di bawah Jokowi dan Prabowo, apa masih layak diusung menjadi capres?Saya nggak bisa bilang beliau layak atau tidak. Saya tahu, Pak ARB orang baik, orang pintar. Kalau soal kemampuan, nggak perlu dipertanyakan.
Selain mengusung capres, internal Golkar memiliki sejumlah nama cawapres, termasuk Anda, apa tanggapannya? Soal itu, saya kira keputusannya ada pada Pak Aburizal. Beliau yang memilih, siapa yang mau didorong.
Tiga nama cawapres Golkar kan sudah diumumkan secara terbuka oleh Dewan Pertimbangan. Sekarang, tinggal menunggu respons DPP. Pak Aburizal sudah bicara dengan Pak Jokowi, saya nggak tahu apa hasilnya.
Anda bersedia maju?Saya kan dipilih oleh Dewan Pertimbangan Golkar, masak bilang nggak bersedia. Saya ikuti saja apa yang terjadi.
Jika ARB tetap maju sebagai capres, apa mungkin cawapres Golkar diusung parpol lain?Menurut saya, itu akan repot. Nanti (cawapres Golkar) akan ditanyakan mana gerbongnya. Tapi, bahwa saya dicalonkan, ya kita ikuti saja.
Anda sudah bersahabat dengan Jokowi sejak lama, bagaimana komunikasi politik yang Anda bangun dengan PDI Perjuangan?Teman saya banyak di PDI Perjuangan. Saya juga berkomunikasi intensif dengan mereka. Tapi, saya tidak melakukan komunikasi agar memilih saya. Itu kampungan. Saya pada posisi mengikuti kriteria mereka saja.
Apakah koalisi sipil militer masih relevan?Saya jawab berdasarkan data. Kalau kita lihat hasil survei, 52 persen rakyat Indonesia ingin memilih pemimpin yang jujur. Itu dimiliki Jokowi. Kemudian, 27 persen rakyat menghendaki pemimpin yang turun ke bawah, itu juga dimiliki Jokowi.
Kenapa? Karena rakyat capek melihat pemimpin yang terlihat gagah, pintar, tapi nggak turun ke bawah, nggak jujur. Semua antitesa itu ada pada Jokowi.
Sekarang bicara wakilnya, saya buka hasil survei lagi. Sebanyak 62 persen rakyat Indonesia masih menghendaki perkawinan sipil-militer dalam kepemimpinan nasional. Kalau pemimpinnya tentara, wakilnya sipil. Begitu pun sebaliknya.
Saat ini, sebagian besar masyarakat merasa peran tentara masih dibutuhkan. Kalau para capres mau mengikuti persepsi tersebut, mereka perlu memilih tentara.
Jokowi silakan mencari tentara yang mengerti ekonomi, politik, hubungan luar negeri, dan sejumlah kriteria lainnya. Pak Aburizal pun demikian. Sementara Prabowo harus mencari cawapres dari kalangan sipil. ***