Berita

Publika

Semoga yang Terpilih Bukan 'Sarapan Buruk'

MINGGU, 13 APRIL 2014 | 17:31 WIB

HARAPAN adalah sarapan yang baik tetapi makan malam yang buruk. Namun, harapan bahwa partai-partai politik di negeri ini mampu menjadi agen perubahan politik untuk mengartikulasikan kedaulatan dan keresahan-keresahan rakyat masih berupa sarapan yang belum baik, tapi hidangan makan malam yang buruk!

Ada kerinduan akan masa ketika partai politik (parpol) diolah secara berkualitas dan bernilai karena parpol mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam sistem demokrasi. Akan tetapi, sistem demokrasi di negeri ini masih belum memihak pada demokrasi sosial.

Suatu pemihakan politik yang menjunjung tinggi cita-cita keadilan dan harapan kesejahteraan. Partai politik (parpol) adalah alat bagi rakyat (public) untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Tetapi, demokrasi multipartai yang kembali dijalankan belum mampu menghadirkan budaya politik dengan para calon wakil rakyat dan pemimpinnya yang solutif.


Pemilu legislatif (pileg) 9 April 2014 telah usai diselenggarakan di seluruh tanah air Indonesia, walaupun ada beberapa daerahan pemilihan yang baru hari ini (13/4) melaksanakan kembali pemilihan ulang yang sebelumnya disebabkan oleh tertukarnya surat kertas suara. Seperti yang terjadi di 321 TPS di Provinsi Jabar Barat hari Minggu (13/4).

Seperti biasa dalam pelaksanaanya golput tetap masih ada. Tapi kita layak mengucap syukur di pileg tahun ini, rakyat mendapat pendidikan politik yang cukup lumayan ketimbang pemilu sebelumnya. Hal ini terlihat dari partisipasi rakyat yang cukup antusias dan berbondong-bondong mendatangi TPS demi tegaknya kedaulatan rakyat untuk menyampaikan aspirasinya dalam menentukan para wakilnya di legislatif (DPR dan DPRD).

Kesadaran dan kecerdasan rakyat dalam menyikapi dan menghadapi pemilu legislatif (pileg) cukup memberikan kemajuan bagi sistem demokrasi di republik ini. Dimana rakyat sudah cukup mengerti bahwa pemilu itu penting dan golput itu bukan pilihan.

Selain itu, rakyat sudah cukup pandai dalam menilai dan memilih para calegnya, yakni rakyat bukan lagi memilih caleg karena uangnya akan tetapi rakyat lebih obyektif dan realistis dalam menilai dan memilih para calegnya yang benar-benar memiliki kredibelitas dan loyalitas serta integritas yang tinggi akan tanggungjawab mereka ketika menjadi anggota dewan nanti di DPR dan DPRD sebagai wakil rakyat yang mampu membawa perubahan positif bagi kesejahteraan yang lebih berdaulat baik secara ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Ironisnya, pileg kemarin menyisakan kisah tragis bagi beberapa calon legislatif (caleg) yang tidak lolos lantaran perolehan suaranya jeblok. Padahal, para caleg itu konon sudah menggelontorkan duit tidak sedikit untuk biaya pencalegan. Mereka pun kecewa dan melakukan berbagai aksi nyeleneh. Mulai dari menagih kembali uang yang pernah diberikan, marah-marah pada warga, hingga memblokade jalan umum.

Melihat fenomena itu, pengamat sosial Universitas Gajah Mada (UGM) Arie Sudjito menyampaikan, banyaknya caleg yang menjadi frustasi lantaran mereka terlalu banyak berharap dalam Pemilu ini. Terlebih, bagi mereka yang tidak siap menerima hasilnya.

Memang menurut sebagian orang Pileg itu seperti meja perjudian untuk sebagian caleg yang hanya bermodalkan uang untuk dibagikan ke rakyat (money politic) demi mendapat dukungan suara tetapi bukan visi misi dan target program kerja yang ingin perjuangkan untuk kepentingan rakyat ketika mereka terpilih menjadi anggota dewan nanti. Sikap dan prilaku caleg yang seperti itu dapat menghancurkan tatanan demokrasi di republik ini.

Oleh karena itu, kita berharap semoga kehidupan politik di negara ini masih memiliki harapan. Harapan yang bukan hanya sarapan dan makan malam. Harapan itu adalah menempatkan rakyat sebagai yang utama karena rakyatlah yang mempunyai kedaulatan.

Menurut Bertrand Russell (Sceptical Essays and Unpopuler Essays, London: George Allen & Unwin Ltd, 1984), kemiskinan dalam demokrasi lebih baik dari pada apa yang disebut kemakmuran dibawah tirani, persis seperti kita memilih kebebesan dari pada perbudakan. Hanya daulat rakyat yang mampu mengantarkan perubahan dan kemajuan, bukan daulat para caleg dengan partai politiknya.

Duy Nurdiansyah,
Aktivis GP Ansor, tinggal di Jalan Perigi Nomor 24 RT 02/08 Kelurahan Bedahan, Depok


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya