Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Inikah Senjakala Batubara?

MINGGU, 22 SEPTEMBER 2013 | 00:09 WIB | OLEH: MARDAN PIUS GINTING

PADA pertengahan abad kesembilanbelas eter digunakan luas sebagai bahan pembius. Penggunaan eter merupakan suatu terobosan, karena sebelumnya pasien bedah harus menanggung sakit luar biasa. Beberapa orang memilih tak disembuhkan atau bunuh diri ketimbang mengalami sakitnya pembedahan.

Eter sungguh berjasa. Namun belakangan kian diketahui efek toksik eter terhadap jantung dan hati. Maka pada awal abad 20 eter sebagai pembius medik ditinggalkan. Berakhirlah zaman penggunaan eter sebagai obat bius yang telah berjasa menyelamatkan banyak nyawa orang.

Tapi kita akan membahas batubara yang telah lama digunakan sebagai sumber energi. Hingga tahun 2005, batubara menyediakan 40% listrik di dunia. Sebanyak 54 % listrik PLN menggunakan batubara.


Namun dampak negatif batubara makin jelas diketahui. Batubara adalah jenis energi terkotor saat ini. Pembakaran batubara menghasilkan emisi gas rumah kaca CO2 satu setengah kali lipat dibanding minyak bumi, dan dua kali lipat dibandingkas gas.

Batubara menimbulkan dampak buruk dari penambangan sampai paska pembakaran di pembangkit listrik. Penelitian Dr Michael Hendryx, dari Univesitas West Virginia menemukan berbagai penyakit mematikan seperti kanker paru, sakit jantung, pernafasan, ginjal sangat tinggi di daerah kawasan tambang batubara. Penderita penyakit ini berbanding lurus dengan intensifitas penambangan. Penderita kian berkurang pada daerah yang kurang penambangan batubara, dan terendah pada kawasan bukan pertambangan batubara. Karena karakter penambangan batubara relatif sama di semua negara, maka hal serupa tampaknya juga mencerminkan keadaan Indonesia.

Selain itu, transportasi batubara di Indonesia banyak menggunakan sungai, umumnya tercemar parah. Diantaranya Sungai Barito, Mahakam, dan Sungai Bengkulu. Sumber pencemaran adalah tumpahan batubara, buangan bahan bakar kapal pengangkut. Pembuangan bahan berbahaya dan beracun ini membahayakan ekosistem di laut. Penulis menyaksikan banyak penduduk mengkonsumsi ikan dan masih menggunakan air Sungai Barito untuk keperluan rumah tangga.

Ketika dibakar di Pembangkit Listrik Tenaga Batubara (PLTB), batubara menghasilkan pencemaran udara berbentuk partikel halus (particulate matter). Ukurannya kurang dari 2,5 mikrometer, sehingga umum disingkat PM 2,5. Materi ini menyebabkan penyakit asma, berkurangnya fungsi paru-paru, memperlambat perkembangan anak dan perparah sakit jantung. Hasil lainnya dari limbah debu PLTB adalah sulfur dioksida, oksida nitrogen, karbon dioksida, arsenik, chromium, nikel, dan logam berat lainnya, gas asam, hidrokarbon (Erica Burt, MPH). Semua zat ini berbahaya bagi kesehatan dan beberapa diantaranya menimbulkan kanker. Berdasarkan informasi Badan Perlindungan Lingkungan Amerika (EPA), paparan sulfur dioksida menyebabkan peradangan saluran nafas, memperparah paru-paru basah (bronchitis), penurunan fungsi paru.

Anil Markandya serta Paul Wilkinson dalam jurnal medis, The Lancet tahun 2007, memperkirakan secara global setiap tahun 210.000 orang meninggal, 2 juta mengalami sakit serius, 151 juta sakit ringan akibat dampak pembakaran batubara. Perkiraan ini berdasarkan standar aturan polusi dan kerapatan penduduk Eropa. Angka ini sesungguhnya bisa lebih besar karena banyak negeri dengan standar udara lebih rendah dengan penduduk lebih padat.

Disamping itu, pembangkit batubara adalah salah satu sumber pencemaran merkuri global. Pencemaran merkuri bisa menyebabkan autisme pada anak-anak. Berbagai penelitian di Amerika Serikat telah menunjukkan jumlah anak-anak mengalami autisme lebih banyak bila kian dekat dengan PLTB. Adalah tidak adil bila demi pemenuhan kebutuhan energi generasi masa kini, generasi masa depan harus menanggung beban deritanya. Hal ini bertentangan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Amerika Serikat telah menghentikan 175 PLTB pada periode 2001-2011, merencanakan memensiunkan 175 buah lagi pada periode 2012-2016 (Sierra Club). Salah satu alasannya karena pencemaran. Badan Energi Nasional China mulai mengurangi pemakaian batubara. Diawali dengan rencana larangan impor batubara berkalori rendah karena polusinya lebih tinggi. Tampak batubara perlahan ditinggalkan secara global.

Di tanah air kita, warga Desa Suralaya, lokasi PLTB terbesar di Indonesia, berdasarkan sebuah penelitian IPB menyatakan 97,36% warga yang diwawancai menilai PLTB Suralaya telah menimbulkan gangguan kesehatan.

Dari semua ini, wajarlah masyarakat Batang, Jawa Tengah melakukan penolakan terhadap pendirian PLTB di kawasan mereka. Jika jadi didirikan, PLTB ini adalah terbesar di Asia Tenggara sehingga dampaknya pun besar. Publik dan pemerintah tidak adil bagi warga Batang bila demi pemenuhan layanan energi kita, masyarakat sekitar pembangkit listik menanggung derita besar. Alternatif harus ditemukan.

Pemerintah Indonesia bisa mengatasi dampak sosial dan krisis energi dari pengurangan pemakaian batubara bila melakukan peralihan ke energi terbarukan dengan terencana. Peran batubara bisa digantikan dengan energi terbarukan, seperti geothermal, tenaga surya, ombak laut, yang sumbernya banyak dimiliki oleh Indonesia. Kita hanya butuh lahan seluas 2 juta hektar panel surya untuk menghasilkan listrik sejumlah yang kita pakai saat ini. Seperti eter telah digantikan bahan lain seperti propofol fentanyl, saatnya batubara digantikan energi terbarukan. [***]

Penulis adalah Manajer Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:05

Prabowo Diminta Ambil Alih Perpol 10/2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:00

BNPB Kebut Penanganan Bencana di Pedalaman Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:32

Tren Mantan Pejabat Digugat Cerai

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:09

KPID DKI Dituntut Kontrol Mental dan Akhlak Penonton Televisi

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:01

Periksa Pohon Rawan Tumbang

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:40

Dua Oknum Polisi Pengeroyok Mata Elang Dipecat, Empat Demosi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:13

Andi Azwan Cs Diusir dalam Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:01

Walikota Jakbar Iin Mutmainnah Pernah Jadi SPG

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:31

Ini Tanggapan Direktur PT SRM soal 15 WN China Serang Prajurit TNI

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:09

Selengkapnya