Anggota Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa membantah telah menerima uang dari Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan terkait proyek Simulator SIM.
“Saya tantang saudara Teddy untuk membuktikan bila saya telah menerima sejumlah uang terkait dengan proyek Simulator SIM,’’ ujar Desmond Junaidi Mahesa kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Sebelumnnya Ketua panitia lelang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM), Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, menyebut sejumlah nama anggota DPR yang menurutnya diberikan dana oleh Kepala Korlantas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Selain bekas Bendahara Umum Partai Demokat Muhammad Nazaruddin, Teddy menyebut nama Bambang Soesatyo, Aziz Syamsuddin, Desmond Mahesa, dan Herman Herry.
Perintah ini, kata Teddy, sesuai dengan arahan Muhammad Nazaruddin yang menawarkan anggaran Rp 600 miliar untuk kepolisian. Teddy pun mengantarkan uang senilai Rp 4 miliar yang dibungkus dalam empat kardus tersebut.
Desmond Junaidi Mahesa selanjutnya mempertanyakan validitas ucapan Teddy tersebut. Sebab pengakuan Teddy kerap berubah-ubah.
“Dulu katanya yang terlibat Dasrul Djabar, Benny K Harman. Lalu kemudian tiba-tiba ada nama Aziz Syamsuddin dan saya. Sementara orang-orang itu tidak disebut lagi. Ini saya lagi sial atau bagaimana,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:Apa Anda siap dikonfrontir ?Saya siap dikonfrontir secara terbuka, baik itu dengan KPK atau di pengadilan untuk membuktikan siapa yang berbohong. Saya sebetulnnya bingung menghadapi masalah ini.
Lho kenapa?Karena saya tidak mengerti kenapa tiba-tiba bisa seperti ini. Tapi dalam agama itu yang namanya fitnah derajatnya ditinggikan. Saya ambil hikmahnya saja.
Kalau tidak menerima, kenapa nama Anda disebut?Itu yang saya bingung. Pak Djoko Susilo sendiri sudah membantah keberadaan uang tersebut. Lagipula secara logika, tidak logis kalau Teddy memberikan uang kepada saya dalam rangka memuluskan Simulator SIM.
Alasannya?Saya waktu itu kan masih baru menjadi anggota DPR. Saya belum mengerti apa-apa. Saya menjadi anggota DPR dari Partai Gerindra, partai yang tidak memiliki suara signifikan di parlemen. Lalu buat apa dia menyuap saya.
Tapi di pengadilan dia bersaksi demikian?Ya, itu silakan tanya ke dia mengapa bisa seperti itu. Tapi sejujurnnya saya meragukan keterangan tersebut.
Bagaimana dengan pertemuan di restoran Jepang Basara itu?Tidak pernah ada pembahasan tentang hal itu. Bahkan sebetulnya secara personal saya tidak mengenal Teddy.
Tapi betul ada pertemuan itu?Betul. Tapi seingat saya di situ tidak ada pembicaraan soal proyek Simulator SIM. Saat itu pun saya tidak bertemu dengan Teddy. Saya hanya bertemu dengan Pak Djoko. Pak Djoko memang saat itu ditemani seseorang, tapi saya tidak tahu itu Teddy atau bukan. Karena saya tidak mengenal dia.
Bagaimana kronologi pertemuan itu?Sekitar Juni atau Juli 2010, saya lupa tanggalnya, saya main ke kantor Mas Herman Heri. Nah, menjelang siang, saya dan mas Herman berencana berangkat bareng ke DPR. Saat kami sedang di jalan, tiba-tiba mas Herman menerima telepon untuk janjian dengan seseorang di restoran Jepang Basara itu. Meluncur kami kesana. Di sana saya dikenalkan dengan Pak Djoko, karena Mas Herman yang kenal dia. Saat itu Pak Djoko ditemani seseorang, tapi orang itu tidak ikut duduk bersama kami.
Anda bertemu hanya berempat berarti?Sebetulnya bertiga, saya, mas Herman, dan Pak Djoko. Orang yang menemani pak Djoko kan pisah. Tapi kalau dia tetap dihitung ya berempat.
Tidak ada Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo?Tidak ada. Makanya saya heran kenapa tiba-tiba nama kami berempat disebut.
Apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut?Bukan hal penting, hanya ngobrol-ngobrol biasa. Hanya perkenalan kok. Kebetulan Mas Herman kenal dengan Pak Djoko.
Tidak menyinggung soal Simulator SIM?Saya kurang mengerti pembicaraan yang Mas Herman dan Pak Djoko. Tapi seingat saya tidak ada soal proyek apa pun.
Setelah pertemuan itu, hubungan Anda dengan Djoko bagaimana?Tidak ada hubungan apa-apa. Karena setelah pertemuan itu saya juga tidak berkomunikasi lagi dengan Pak Djoko. [Harian Rakyat Merdeka]