Bunyi sirene meraung-raung keras tengah hari di Jalan Pramuka, Jakarta Timur. Arus lalu lintas di depan Pasar Burung tampak tersendat. Hampir separuh badan jalan itu dipakai untuk parkir kendaraan.
Setengah jam kemudian buÂnyi sirene yang berasal dari mobil Dinas Perhubungan (Dishub) dimatikan. Mobil boks warna hiÂjau yang parkir di badan jalan ditarik ke atas mobil derek milik Dishub.
Mobil sudah hendak dinaikkan ke atas mobil derek saat seorang pria bertubuh tambun tergopoh-gopoh menghampiri. Ia memÂbawa bungkusan plastik putih. Keringat membasahi wajahnya yang terlihat panik.
Ia berusaha mencari tahu keÂnapa mobilnya diderek kepada pria berkaca mata yang meÂngeÂnakan seragam biru. “Ini meÂnyaÂlahi aturan. Tidak boleh parkir di jalan. Bisa menyebabkan macet,†kata petugas Dishub itu.
Pengemudi mobil boks itu berÂalasan hanya parkir sebentar. “Saya tidak tahu tidak boleh parÂkir di sini. Saya cuma parkir 10 meÂnÂit buat beli obat,†ujarnya samÂbil menunjukkan bungkusan plastik yang dipegangnya.
Kata dia, obat ini untuk ayahÂnya yang sedang dirawat di ruÂmah sakit di Bekasi. Ia memohon agar mobilnya jangan diderek kaÂrena mau dipakai untuk meÂnganÂtar obat ini.
Petugas itu tak begitu saja perÂcaya. Pengemudi mobil diminta menunjukkan surat-surat kendaÂraÂan berikut SIM. Setelah meÂnunjukkan surat-surat kendaraan dan SIM, pria bertubuh tambun itu kembali memohon agar moÂbilnya dilepas.
Petugas bersikukuh menderek mobil boks ke kantor Dishub. Pengemudi itu juga disarankan mencari angkutan umum untuk mengantar obat yang sudah diÂbeli. Setelah itu segera datang ke kantor Dishub untuk mengurus surat tilang.
Pengemudi itu tetap keberatan. Ia beralasan tak punya uang unÂtuk membayar tilang. Apalagi, moÂbil itu milik perusahaan temÂpatnya bekerja.
Tak hanya keberatan, ia juga sempat protes kenapa hanya mobilnya yang diderek. Padahal, di situ ada puluhan mobil lain yang juga parkir di jalan. Tapi tak diderek.
Petugas Dishub mengatakan haÂnya membawa satu mobil deÂrek saat operasi ini. Sehingga piÂhaknya hanya memilih menderek mobil yang dianggap telah meÂnyeÂbabkan macet.
Saat keduanya berdebat, di beÂlakang mereka arus lalu lintas tamÂpak tersendat. Bunyi klakson mobil bersahut-sahutan. Para pengendara kesal terkena macet karena ada mobil yang diderek. Apalagi posisinya agak ke teÂngah. Hanya sedikit ruas jalan yang bisa dilalui kendaraan dari arah belakang.
Sepuluh meter di depan mobil derek, petugas Dishub lainnya meÂniup peluit sambil tangannya memberi aba-aba karena kenÂdÂaÂraÂan terus melaju.
Perdebatan petugas Dishub dan pemilik boks berakhir seteÂlah peÂtugas mengajak mengÂhampiri mobil komando. Mobil itu diÂparkir 15 meter di belakang mobil derek.
Di dalam mobil pria paruh baya yang juga mengenakan seragam biru berlindung dari cuaca panas siang itu. Ia pun mengenakan kaca mata hitam.
Setelah mendengar alasan dari pemilik mobil boks, Slamet DahÂlan, Komandan Regu I meÂmeÂrinÂtahkan mobil derek segera berÂgeÂrak. Supaya tak menambah keÂmacetan. Pengemudi mobil boks akhirnya menyerah. Ia memuÂtuskan ikut naik mobil derek ke kantor Dishub.
Berselang tiga puluh menit, truk polisi datang ke lokasi ini diÂsertai polisi yang mengendarai seÂpeda motor. Mereka berasal dari Polsek Matraman yang terÂletak di ujung Jalan Pramuka. Kanit Lantas Polsek MatraÂman, AKP Wihartoyo meÂmeÂrinÂtahÂkan anak buahnya mengurai kemacetan di sini. Setelah itu dia menghampiri Slamet. Keduanya tampak saling kenal.
Arus lalu lintas di situ pun menÂjadi lancar setelah polisi tuÂrun tangan. Sepuluh menit keÂmudian, mobil derek yang tadi mengangkut mobil boks kembali di sini.
Ruas jalan di depan Pasar BuÂrung Jalan Pramuka hingga perÂlintasan kereta api kerap dilanda macet. Penyebabnya karena baÂdan jalan di depan pasar dipakai buat parkir. Pasar itu tak memiliki area parkir yang luas.
Toko-toko yang ada di sekitar pasar juga tak punya tempat parkir. Pemilik moÂbil terpaksa memarkir kenÂdaÂraÂanÂnya di jalan. Mobil-mobil yang parÂkir di sini bisa sampai tiga baris. Lebih dari separuh badan yang dipakai. Lokasi ini menjadi salah satu target operasi penerÂtiban Dishub.
Kebijakan untuk menderek kenÂdaraan yang parkir semÂbaÂraÂngan maupun di badan jalan suÂdah lama diterapkan. Selain keÂnÂdaraan diderek, pemiliknya juga kena tilang. Penilangan akan dilaÂkukan kepolisian yang dilibatkan dalam operasi penertiban. OpeÂrasi penertiban ini terkesan tak konsisten. Hanya kadang-kadang saja. Akibatnya, persoalan parkir di jalan tak pernah tuntas.
Tempat Parkir Sudah Tersedia Di Gedung Tapi Pilih Di JalanBerbagai cara dilakukan PeÂmeÂrintah DKI untuk mengÂhiÂlangÂkan parkir di badan jalan. Mulai dari mengimbau agar parkir di daÂlam gedung
(off street), pengÂgemÂbokan ban hingga derek pakÂsa. Hingga kini tak banyak memÂbuahkan hasil. Masih banyak ruas jalan di ibu kota yang jadi tempat parkir kendaraan.
Butuh peran dari pemilik atau pengemudi kendaraan untuk bisa menghilangkan parkir di jalan. Selama ini sudah banyak tersedia tempat parkir off street. Misalnya di kawasan Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Kapasitas parkir daÂlam gedung (off street) di keÂdua jalan bisa mencapai 6.233 moÂbil dan 4.564 motor.
Rinciannya, Jalan Gajah Mada Jakarta Pusat, Gajah Mada Plaza 800 mobil dan 500 motor, KomÂplek Duta Merlin 677 mobil dan 1.000 motor, Menara BTN 400 mobil dan 300 motor serta GeÂdung PT Pelni 137 mobil dan 150 motor.
Sedangkan di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat ada AparÂteÂmen Mediterania mampu meÂnamÂpung 697 mobil dan 240 motor. Total 2.711 mobil dan 2.190 motor.
Sedangkan ruang parkir off street di Jalan Hayam Wuruk JaÂkarta Barat, ada di Plaza Hayam Wuruk. Kapasitasnya 800 mobil dan 350 motor, Glodok Plaza 794 moÂbil dan 850 motor, Hotel MerÂcure Rekso 76 mobil dan 112 moÂtor, Hotel Jayakarta 140 mobil dan 40 motor serta Lindeteves Trade Center memiliki ruang parkir kapasitasnya muat 1.712 mobil dan 1.022 motor. Total kaÂpasitas parkir off street di Jalan Hayam Wuruk 3.522 mobil dan 1.022 motor.
Namun lantaran dianggap loÂkaÂsinya jauh dari tempat yang diÂtuju, pemilik maupun peÂngemudi kendaraan memilih parkir di jalan yang lebih dekat. Padahal, kaÂpaÂsitas parkir on the street di kedua ruas jalan ini hanya bisa meÂnampung 580 mobil.
Dinas Perhubungan DKI menÂcatat ada 105 lokasi parkir on the street di seluruh wilayah ibukota. UnÂtuk menertibkannya, Dishub menggelar berbagai operasi pengÂgemÂbokan roda hingga derek paksa. Mobil yang bannya digembok akan diberi selebar kertas yang ditempel di kaca depan. Kertas itu berisi pemberitahuan bahwa mobil itu melanggar ketentuan parkir Pasal 287 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan Pasal 55 ayat 2 Peraturan Daerah NoÂmor 12 Tahun 2003.
Pemilik atau pengemudi mobil diÂminta menghubungi Dinas PerÂhubungan ataupun Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat untuk mencopot gembok ban sekaligus mendapat surat tilang.
Penggembokan tak dilakukan jika pemilik atau pengemudi ada ketika petugas melakukan operasi penertiban di lokasi yang dilarang parkir. Pengemudi atau pemilikÂnya hanya diberi surat tilang.
Bila pemilik atau pengemuÂdiÂnya tidak ada, petugas akan meÂnunggu 15 menit. Bila sudah leÂwat langsung dilakukan pengÂgembokan.
Proses penderekan hampir sama. Ada petugas yang akan meÂnunggu di lokasi mobil yang diÂderek. Petugas itu akan memÂbeÂritahukan kepada pemilik atau peÂngemudi bahwa kendaraannya diÂderek karena parkir di tempat terÂlarang. Sekaligus memberikan suÂrat tilang. Untuk mengambil kenÂdaraannya silakan datang ke kanÂtor Suku Dinas atau Dinas.
Pengemudi atau pemilik kenÂdaraan yang diderek harus memÂbayar retribusi derek dan retribusi penginapan. Itu tergantung jauhÂnya jarak dan lama mobil tak diambil.
Setelah membayar kewajiÂbanÂnya, Dishub akan membuat surat pengantar untuk mengambil moÂbil di pool. Di surat pengantar itu dicantumkan Di dalam surat peÂngantar tersebut ada keterangan mengenai bukti tilang dan bukti pembayaran, serta bukti pengamÂbilan mobil. Pool terletak di terletak di Rawa Buaya (Jakarta Barat), Tanah Merdeka (Jakarta Utara), Pulo Gebang (Jakarta Timur), dan Daan Mogot (Jakarta Barat).
Tukang Parkir Jengkel Disuruh Kosongkan JalanDua tukang parkir tetap memÂpersilakan mobil yang hendak parkir mengisi badan jalan di depan Pasar Burung Pramuka yang masih kosong.
Padahal, petugas Dishub DKI tengah menggelar operasi peÂnertiban terhadap kendaraan yang parkir di jalan.
Menyaksikan hal itu, KoÂmanÂdan Regu Slamet Dahlan turun dari mobil komando. Ia meÂmeÂrintahkan salah satu anak buahÂnya untuk menghentikan aksi tukang parkir itu.
Anak buah Slamet lalu meÂnemui tukang parkir dan meÂminÂta badan jalan dikosongkan dari kendaraan yang parkir. Saat itu mobil yang parkir di jalan sudah mencapai tiga baris.
Satu per satu pemilik mobil diÂminta memindahkan mobilÂnya. Arus lalu lintas di situ pun kembali lancar.
Tukang parkir yang biasa diÂsebut Brewok tampak jengkel diÂsuruh mengosongkan badan jaÂlan. Wajah pria bertubuh gemÂpal itu memang dipenuhi breÂwok yang tak rapi.
Siang itu baru turun ke jalan unÂtuk membantu mobil yang hendak parkir. Pagi sebelumnya jatah orang lain. Ia sempat kaget ketika mendengar bunyi sirene dari mobil Dishub. Apes, belum banyak meraup uang parkir ia sudah diminta petugas agar mengosongkan badan jalan.
Kata dia, parkir di jalan depan Pasar Burung Pramuka sudah berlangsung lama. Selama ini tidak pernah ditertibkan. “SeÂtahu saya, ada setoran rutin yang dikasih.â€
Uang parkir yang diperoleh Brewok dan kawan-kawan diseÂtor ke orang bernama Jabar. “Bang Jabar yang setor ke peÂtugas,†kata dia.
Mengenai banyaknya mobil parkir di jalan yang meÂnyeÂbabÂkan macet, Brewok mengaku turut membantu memperlancar arus lalu lintas sambil menjadi tukang parkir.
Walaupun sudah diperintah petugas Dishub agar mengoÂsongÂkan badan jalan dari mobil yang parkir, Brewok tak meÂnaatinya. Bila masih muat, dia akan mempersilakan mobil untuk parkir.
“Pemilik toko saja sudah parÂkir di depan tokonya masing-maÂsing. Jadi nggak mungkin parÂkir cuma satu baris. Lagi puÂla kami kan setor juga,†katanya beralasan.
Nggak Bisa Menilang, Dishub Gandeng PolisiDalam operasi penertiban kendaraan yang parkir di jalan, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI bekerja sama dengan keÂpolisian. Sebab, polisilah yang berwenang menilang.
Menurut Komandan Regu I Dishub Slamet Dahlan, pihakÂnya hanya bisa memindahkan mobil yang parkir di jalan deÂngan cara diderek. Supaya tak meÂngganggu arus lalu lintas. SeÂlanjutnya mobil dibawa ke kantor Dinas Perhubungan unÂtuk dilakukan penilangan oleh kepolisian.
Di Jakarta Timur adalah seÂjumÂlah ruas jalan yang biasa diÂjadikan tempat parkir. Ruas jaÂlan itu pun menjadi macet. SeÂlain di Pasar Burung Pramuka, ada di depan sekolah Tarakanita MatraÂman, Labschool dan UniÂversitas Negeri Jakarta, RaÂwamangun.
Menurut Slamet, pihaknya rutin melakukan operasi pÂeÂnerÂtiban terhadap mobil-mobil yang parkir di jalan. Tapi setelah operasi, kendaraan kembali parkir di jalan.
Ini, kata dia, karena ada pihak yang membekinginya. Ia menÂcontohkan parkir di depan LabÂschool, Rawamangun yang diÂkuasai salah satu ormas.
Area parkir yang terbatas juga membuat banyak pengeÂmudi dan pemilik kendaraan yang parkir di jalan. Seperti yang terÂjadi di Pasar Burung Pramuka. Kata Slamet, tak mau repot atauÂÂpun antre parkir di dalam pasar.
Menurut dia, tanpa ada keÂsadaran sejumlah pihak peÂrÂsoalan parkir di badan jalan sulit dituntaskan. Padahal, ini mengÂganggu pengguna jalan lainnya. “Paling, kami biasanya kontrol tiap hari, karena memang ini tugas rutin,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]