Berita

ilustrasi, penumpang kereta api manggarai

On The Spot

Penumpang Numpuk Di Stasiun Manggarai

Banjir, Kereta Tak Bisa Sampai Stasiun Kota
JUMAT, 18 JANUARI 2013 | 09:50 WIB

Banjir besar yang yang melanda Jakarta melumpuhkan hampir seluruh transportasi massal. Termasuk beberapa rute commuter line karena beberapa stasiun dan rel terendam air.

“Commuter line hanya ber­henti di Stasiun Manggarai. Sta­siun Kota masih terendam air.” Pengumuman disampaikan petu­gas di Stasiun Manggarai, Jaksel.

Lina, warga Bogor kaget bukan ke­palang mendengar pengu­mu­man itu. “Lho kok sampai Mang­garai,” keluh perempuan ber­jilbab itu.

Lantaran perjalanan commuter line yang ditumpangi kemarin pagi hanya sampai Stasiun Mang­garai, ia pun turun dari gerbong kereta itu.

Karyawan di bank pemerintah di Kota itu kebingungan untuk men­capai tempat kerjanya. Se­bab, perjalanan harus dilanjutkan naik bus. Sementara dia men­da­pat kabar bahwa sejumlah ruas di Jakarta terendam banjir.

“Kalau naik angkot atau taksi pasti terjebak banjir dan bisa di­pastikan tidak sampai kantor,” ke­luh perempuan yang membawa tas kecil di tangan kanannya ini.

“Bila naik commuter line sam­pai (Stasiun) Kota saya tinggal jalan lima menit ke tempat ker­ja­nya, karena letaknya tak jauh dari stasiun,” kata karyawan muda ber­usia 25 tahun itu.

Karena kesulitan mencapai kan­tornya, Lina meminta izin tak ma­suk kerja lewat telepon. “Tadi su­dah nelpon dan dapat izin. Soalnya bila tetap dipaksainpun tidak ada gunanya karena belum tentu juga bisa sampai kantor,” katanya.

Satu-satunya cara agar Lina bisa kembali ke Bogor adalah naik commuter line. Ia pun me­milih bertahan di Stasiun Mang­garai menunggu kereta datang. Ia bersama ribuan penumpang lain yang tak bisa melanjutkan per­ja­lanan karena rel terendam banjir. “Paling dua jam lagi baru ada kereta ke Bogor,” harapnya.

Sama seperti Lina, Delvi karyawan bank swasta di Har­moni, Jakarta Pusat juga tak bisa melanjutkan perjalanannya de­ngan commuter line. Ia pun me­mutuskan tak masuk. Setelah me­minta izin atasannya, dia hendak kembali ke Depok dengan me­num­pang kereta.

“Setelah turun di Stasiun Mang­garai, Saya langsung me­nung­gu ke­reta ke Depok. Dari­pada me­lan­jutkan perjalanan darat dan tetap ter­jebak banjir,” katanya.

Ia mengatakan, beberapa pe­numpang yang hendak di Stasiun Kota memutuskan tak masuk ker­ja karena kereta hanya berhenti di Stasiun Manggarai.  

Retno termasuk penumpang yang resah karena commuter line hanya berhenti sampai Stasiun Manggarai. Tujuannya adalah Sta­siun Gondangdia, Jakarta Pu­sat. Ia resah karena kereta tak bisa sampai ke stasiun yang dituju. Pa­dahal, dia hendak bekerja. Kan­tor­nya di Gondangdia.

Di tengah resah, teleponnya ber­dering. Ia melihat di layar te­lepon orang yang meng­hu­bu­ngi­nya adalah bosnya. “Tak usah da­tang ke kantor karena terkena ban­jir ,” kata Retno menirukan pe­rintah atasannya.

Retno pun memutuskan tak beranjak dari Stasiun Manggarai. Ia lalu menuju loket untuk me­nukarkan tiket karena tak batal me­lanjutkan perjalanan sampai stasiun tujuan. Setelah itu dia tinggal menunggu commuter line untuk pulang ke rumahnya, Me­karsari, Bogor.

“Alhamdulillah setelah lama-lama nunggu, akhirnya dapat kepastian libur dari atasan,” kata Retno tersenyum. Ia pun tak perlu kerepotan menuju tempat kerja melalui sejumlah jalan yang terendam banjir.  

Pengamatan Rakyat Merdeka kemarin pagi, Stasiun Manggarai dipenuhi ribuan penumpang yang berasal dari kawasan pinggiran Ja­kar­ta seperti Bogor, Depok dan Be­kasi. Rintik hujan menemani me­reka yang akan berangkat kerja.

Beberapa jalur kereta yang ter­sedia di Stasiun Manggarai di­pe­nuhi commuter line yang datang dari arah Bogor dan Bekasi. Ha­nya satu jalur yang dibiarkan ko­song untuk lalu lalang kereta ja­rak jauh dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Lantaran kereta hanya sampai Stasiun Manggarai, banyak pe­kerja yang memutuskan untuk tidak masuk kerja dan memilih naik kereta untuk kembali ke ru­mahnya masing-masing.

Namun ada beberapa penum­pang mencoba tetap melanjutkan perjalanannya ke tempat ker­ja­nya. Salah satunya Ardi. “Saya lew­at rel saja biar tidak terjebak macet. Lagian dekat,” kata dia. Ardi ada­lah pegawai toko di Manggarai.

Biasanya, ia dari Stasiun Mang­­garai dia naik angkutan umum un­tuk mencapai tempat kerja­nya. “Ka­­lau naik angkot 10 me­nit juga sam­­pai,” kata pria ber­kulit gelap ini.

Namun kemarin tak angkutan umum yang bisa mengan­tar­kan­nya sampai tempat kerjanya. Se­bab, beberapa ruas jalan m­e­nuju tem­pat kerjanya terendam banjir.

Bukan hanya penumpang commuter line dari Bogor dan De­pok yang tak bisa mencapai pu­sat kota Jakarta. Penumpang dari Serpong pun tak bisa men­capai Stasiun Tanah Abang. Ke­reta yang mereka tumpangi hanya sampai Stasiun Palmerah.

Puput memutuskan tak masuk kerja karena kereta yang ditum­panginya dari Serpong tak bisa sampai ke Stasiun Tanah Abang. “Terpaksa kembali lagi ke rumah karena (Stasiun) Tanah Abang banjir dan tidak bisa ke mana-mana,” katanya.

Ia menuturkan kereta yang ditumpangi sempat berhenti lama di Stasiun Pondok Ranji. Para penumpang tak diberitahu kenapa kereta berhenti lama. Padahal, sejumlah penumpang yang menunggu di stasiun sudah naik ke kereta.

Puput sempat waswas bakal telat sampai ke tempat kerjanya. Setelah 30 menit menunggu, kereta melanjutkan perjalanan ke arah Jakarta. Tapi hanya sampai Stasiun Palmerah.

Dari Stasiun Palmerah dia hendak naik angkutan umum untuk sampai tempat kerjanya di Tanah Abang. Tapi saat turun di Stasiun Palmerah, Puput men­dapat informasi bahwa beberapa ruas jalan yang menuju Tanah Abang tak bisa dilalui karena terendam banjir.

“Sebetulnya mau naik angkot dari Palmerah ke Tanah Abang. Tapi setelah dipikir-pikir nggak jadi dilakukannya karena jalan ten­ggelam semua,” katanya.

Ojek Gerobak Dipakai Nembus Banjir

Banjir menyebabkan angkutan massal berhenti beroperasi. Untuk melintasi Warga pun me­manfaatkan angkutan alternatif untuk melintasi daerah-daerah yang banjir.

Misalnya, menggunakan ojek gerobak. Untungnya lumayan.  “Dari Rabu kita sudah meng­gu­na­kan gerobak untuk mengang­kut orang-orang yang melintasi banjir. Paginya jam 6 kita juga sudah siaga lihat banjir belum surut,” kata Endang, pemilik gerobak.

Warga Gang Kober, Kampung Me­layu, Jakarta Timur ini me­manfaatkan gerobak yang sehari-harinya digunakan untuk me­ngangkut barang rongsokan. Ge­robaknya bisa mengangkut ma­k­simal lima orang sekali me­nye­berang. “Sehari saya bisa dapat Rp 500 ribu,” kata pria berumur 40 tahun ini.

Endang tidak mematok tarif ke­pada orang yang dibantunya me­lintasi daerah banjir. Daerah yang terendam sepanjang 200 meter. “Biasanya bayar Rp10 ribu per orang. Paling banyak ibu-ibu sama nenek-nenek yang naik,” katanya.

Menurut dia, banjir yang me­landa kawasan Kampung Melayu yang memutus ruas jalan menuju Casablanca lebih rendah di­banding 2007.

Lima tahun lalu banjir yang menggenangi jalan Jalan Ab­dullah Syafei, Tebet lebih tinggi. “Jadi tarifnya lebih mahal. Sekali angkut Rp 25 ribu,” katanya. Endang pun mendapat rezeki nomplok.

Begitu juga Omar. Ia mengaku menawarkan gerobaknya kepada warga yang ingin menyeberang di Jalan Raya Tanjung Duren, Ja­karta Barat sejak pukul 6 pagi. Se­bab, pada pagi hari banyak orang yang hendak berangkat kerja maupun ke sekolah. “Saya su­dah lebih dari 10 kali bolak-ba­lik untuk mengantar para warga yang ingin melintas,” katanya.

Omar mengenai traif Rp 20.000 untuk sepeda motor yang diang­kutnya dengan gerobak. Kalau hanya orang tarifnya Rp 10 ribu. “Keuntungan belum dihitung. Kan nantinya juga dibagi 5 sama teman-teman lain,” katanya.

Sementara Aswan, menjadi ojek gerobak di wilayah Kota Bambu Palmerah, Jakarta Barat. “Sebenarnya saya nggak me­nar­getkan berapa ongkosnya, ada yang  ngasih Rp 10.000 sampai Rp 20.000 sekali diangkut. Ke­un­tungan seharinya sekitar Rp 750.000,” katanya.

Tak hanya ojek gerobak, ada warga yang menyediakan ojek rakit untuk melintas daerah ban­jir. Ojek rakit dibuat dari bambu yang dasarnya diberi jerigen plas­tik, batang pohon pisang, ataupun gabus.  Di atas bambu diletakkan bangku kayu yang dapat diduduki maksimal tiga orang. Tarif  nya­pun dipatok sama dengan ojek ge­robak: Rp 10 ribu per orang.

“Daripada nganggur ngak ada kerjaan, mending ngojek rakit. Lumayan nggak bengong di pe­ngungsian,” kata Ahmad, warga Kelurahan Bukit Duri.

Sugeng yang juga menye­dia­kan ojek rakit mengaku sejak pagi telah menyeberangkan pu­lu­han orang yang ingin melintasi kawasan Tebet, Jakarta Selatan yang terendam banjir lebih dari satu meter.

“Tarifnya hanya Rp 10.000 per orangnya. Itu sudah termasuk buat motor maupun orang yang mau naik,” katanya.

Sugeng mengungkapkan, dia bisa mengantongi Rp 500 ribu se­hari. Menurutnya, banyak orang yang menyeberang saat jam pulang kerja. Jarak tempuh untuk menye­berangkan tersebut cukup lama karena ketinggian banjir lebih ku­rang masih seperut orang dewasa.

“Banjirnya masih dalam. Lima belas menit paling cepat, tergan­tung bawaannya. Kalau ada mo­tor biasanya lebih lama,” ujar pria yang mengaku profesi s­e­be­nar­nya tukang tambal ban.

Khawatir Rel Amblas, Kereta Diminta Tidak Lalui Daerah Banjir

Menteri Perhubungan EE Mangindaan menganjurkan, commuter line tidak beroperasi dahulu sampai jalur yang terge­nang sudah dapat dilewati. Me­nurutnya, tak perlu mengam­bil risiko dengan tetap men­ja­lan­kan rangkaian kereta di jalur yang masih terendam banjir.

“Sekarang bagaimana kita ikuti cuaca, tapi kalau belum bisa dilepas, karena kalau di­le­pas bisa ada kecelakaan karena kita terlalu teledor,” katanya.

Mangindaan mengatakan pi­haknya sudah meminta laporan mengenai jalur-jalur mana saja yang belum bisa dilewati.

Menurutnya, bila rel sudah tergenang, kereta disarankan berhenti dahulu. Ia telah me­merintah Dirjen Perhubungan Darat dan Pos Komando untuk memantau terus menerus banjir yang melanda Jakarta.

“Kereta yang mau lewat kalau rel sudah tergenang maka harus stop dulu. Dengan be­be­rapa rangkaian tidak (perlu) be­rangkat, supaya tidak anjlok saat dilewati,” katanya

Kepala Humas Daops I PT KAI, Mateta Rizalulhaq, ada beberapa perlintasan rel dan sta­siun yang terendam air. “Sta­siun Jakarta Kota, Tanah Abang, Sudirman, dan Kam­pung Ban­dan terendam air,” katanya.

Ia menjelaskan, kereta sudah tidak bisa melintasi bila rel ter­genang air mencapai 10 cen­timeter. “Dari pada bahaya bagi keselamatan penumpang, lebih baik tidak dilewati,” katanya.

Akibat kereta tak bisa me­lan­jutkan perjalanan sampai tujuan akhir, penumpang menumpuk di sejumlah stasiun. Walaupun se­jumlah perlintasan kereta terendam banjir, PT KAI tetap mengoperasi kereta. Tapi ru­tenya terbatas.

“Dari Bogor hanya bisa sam­pai Manggarai atau Pasar Ming­gu, jalur Bekasi hanya sampai Jakarta Timur dan Ser­pong ha­nya sampai Palmerah,” katanya.

Sementara perlintasan rel di Rawa Buaya, Jakarta Barat tidak bisa dilalui. Rel tak bisa dipakai bukan karena terendam banjir, tapi karena menjadi lo­kasi pengungsian warga yang rumahnya kebanjiran.

Mateta pun tak bisa me­mas­tikan kapan jadwal kereta api akan kembali normal. “Kita be­lum tahu, karena curah hujan ti­dak bisa kami prediksi,” katanya.

Untuk perjalanan kereta jarak jauh dari Jakarta ke Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur, kata Mateta, pihaknya belum melakukan pembatalan perjalanan. “Sampai saat ini be­lum ada pembatalan untuk kere­ta jarak jauh. Semua masih ber­operasi normal,” katanya.

Ia mengatakan semua per­jalanan kereta masih beroperasi normal sampai saat ini. Mes­ki­pun, ada sejumlah stasiun yang relnya terendam banjir. Namun, Mateta memastikan belum ada kendala teknis berarti yang meng­hambat perjalanan kereta jarak jauh akibat banjir yang melanda Jakarta.

“Kami juga belum menga­lih­kan stasiun-stasiun ke­be­rang­katan yang terdampak banjir, se­mua masih terkendali,” ka­tanya.

Halte Busway Jadi Tempat Mengungsi

Bus Transjakarta Tak Beroperasi

Banjir yang melanda Jakarta kemarin menyebabkan bus Transjakarta tak bisa ber­ope­rasi. Di semua koridor busway ada bagian yang terendam ban­jir dan tak bisa dilalui.

Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta Mu­hammad Akbar mengun­g­kapkan, Koridor I Blok M-Kota terhalang genangan air di Tham­­rin. Koridor II Pulo Ga­dung-Harmoni terhalang ge­nangan di Pulo Mas dan se­ba­gian ruas jalan lainnya.

Adapun Koridor III Kali­de­res-Pasar Baru merupakan kori­dor yang mengalami banjir pa­ling parah, yaitu di Daan Mo­got, Dispenda, dan Rawa Buaya.

Koridor IV Pulo Gadung-Duku Atas, lanjutnya, terhalang banjir di Matraman dan Mang­garai. Koridor V Ancol-Kam­pung Melayu terhambat ge­na­ngan air di Pedongkelan Ancol dan sekitar Kampung Melayu yang tidak bisa dilalui bus Transjakarta.  Koridor VI arah Duku Atas-Ragunan terhalang genangan air di Ragunan sehingga ken­da­raan tidak bisa melintas di ruas jalan tersebut.

Koridor VII Kampung Me­layu-Kampung Rambutan ter­genang air di ruas jalan Kam­pung Melayu sepanjang Otis­ta. Adapun Koridor VIII Le­bak Bulus-Harmoni tak bisa dilalui karena juga melalui ja­lan-jalan di Daan Mogot yang terpantau banjir.

Ia menambahkan, Koridor IX arah Pinang Ranti-Pluit tidak dapat dilalui karena genangan air di Grogol yang tingginya hampir 80 sentimeter. Koridor X arah Tanjung Priok-Cililitan tak dapat dilalui karena gena­ngan air di Plumpang dan Ke­bon Nanas. Terakhir, Koridor XI arah Kampung Melayu-Wali Kota Jakarta Timur tak dapat beroperasi karena genangan air di ruas jalan Otista.

Di beberapa koridor, bus Transjakarta tak bisa beroperasi karena ada halte yang dijadikan tempat mengungsi. Misalnya halte Jembatan Gantung, halte Jembatan Baru, dan halte Ta­man Kota, Jakarta Barat  yang menjadi bagian Koridor 3.  

Jika jalan sudah bisa dilalui, pengelola bus Transjakarta akan berkoordinasi dengan lurah dan camat setempat untuk memin­dahkan warga dari halte.

“Nanti kita koordinasikan kepada lurah dan camat untuk memindahkan pengungsi ke tem­pat yang lebih layak jika jalur sudah bisa dilalui. Tapi untuk se­mentara kita perbolehkan,” katanya.

Akbar mengatakan jika keting­gian air masih setinggi 20 sentimeter, bus Transjakarta masih bisa menerobos. Namun jika di atas tersebut maka sudah tidak bisa melintas. Sementara saat ini tercatat ketinggian air yang menggenangi jalan men­capai 60 sentimeter.

Akbar mengatakan pihaknya belum menghitung kerugian aki­bat terhentinya operasi bus Transjakarta. Menurut dia, selama ini pemasukan operator didasarkan panjang kilometer yang dilalui bus Transjakarta.

Ia belum bisa memastikan hingga kapan operasional ter­henti. Menurut dia, bus Trans­jakarta akan kembali beroperasi saat ruas-ruas jalan yang ter­genang air sudah surut dan bisa di­lalui bus.  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Kasus Korupsi PT Timah, Sandra Dewi Siap jadi Saksi Buat Suaminya di Depan Hakim

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05

Banjir Rendam 37 Gampong dan Ratusan Hektare Sawah di Aceh Utara

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00

Perkuat SDM, PDIP-STIPAN kembali Teken MoU Kerja Sama Bidang Pendidikan

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46

Soal Kementerian Haji, Gus Jazil: PKB Banyak Speknya!

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34

Pemerintah Harus Bangun Dialog Tripartit Bahas Kenaikan UMP 2025

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24

PWI Sumut Apresiasi Polisi Tangkap Pembakar Rumah Wartawan di Labuhanbatu

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15

Kubu Masinton Pasaribu Berharap PTTUN Medan Tolak Gugatan KEDAN

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59

PKB Dapat Dua Kursi Menteri, Gus Jazil: Itu Haknya Pak Prabowo

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54

MUI Minta Tokoh Masyarakat dan Ulama Turun Tangan Berantas Judol

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43

Bertemu Presiden AIIB, Airlangga Minta Perluasan Dukungan Proyek Infrastruktur di Indonesia

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22

Selengkapnya