Kawasan hutan yang langÂganÂan kebakaran adalah Riau, Jambi, Kalimantan Selatan, dan KaÂliÂmanÂtan Tengah. Empat daeÂrah ini terÂkenal sebagai pengÂekspor asap.
“Kalaupun bergeser, lokasi kebakaran tidak akan jauh dari lokasi itu,â€kata Direktur EkseÂkutif Wahana Lingkungan Hidup InÂdonesia (Walhi) Abet Nego TaÂrigan berbincang dengan Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Sebagai negara yang memiliki pengalaman buruk terhadap keÂbakaran hutan, semestinya peÂmerintah mampu mengantisipasi dan menanganinya dengan waktu singkat.
Menurutnya, kebakaran yang berÂulang di tempat yang sama memÂbuktikan, tata kelola hutan dan lingkungan oleh KeÂmenterian Kehutanan, KemenÂterian Lingkungan Hidup, dan peÂmerintah daerah tidak sinergis.
“Pemerintah daerah tidak memÂÂperhatikan arahan dari peÂmeÂrintah pusat. Sebaliknya, peÂmeÂÂrintah pusat kadang meÂmuÂtuskan sesuatu yang tidak sesuai dengan kondisi daerah,†ujarnya.
Dalam sejarah kehutanan di InÂdonesia, bencana kebakaran hutan terburuk terjadi pada tahun 1982 yang menghanguskan tiga juta hektar. Kemudian, kebakaran hutan tahun 1997/1998 yang melalap hutan dan lahan 11 juta hektar, dengan poÂtensi kerugian mencapai 4,8 miliar dolar AS.
Dalam catatan Walhi, medio 3 Agustus -3 September tahun lalu, dari 18 hutan di Indonesia yang terbakar luasnya mencapai 2.010 hektar. Sedangkan titik api yang terpantau sejak Januari 2012 samÂpai 16 Agustus mencapai 16.521 titik api.
Untuk menceÂgah dan mengenÂdalikan kebaÂkarÂan hutan dan lahan, kata dia, sudah ada regulasi yang cukup meÂmadai. Misalnya, Undang-UnÂdang No. 41 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Hutan, Permenhut No. 12/2009 tentang PengenÂdaliÂan Kebakaran Hutan, Permen LH No. 10/2010 tentang Mekanisme PeÂnÂcegahan Kerusakan LingÂkungÂan yang berkaitan dengan kebaÂkaran hutan, Inpres No. 16/2011 TenÂtang Peningkatan PeÂngenÂdÂalian Kebakaran Hutan dan Lahan. “Bila ketentuan itu dijaÂlankan, kebakaran hutan bisa dianÂtiÂsiÂpasi,†ucapnya.
Gubernur Riau, HM Rusli ZaiÂnal mengaku sudah memberikan imbauan kepada tiap pemerintah kabupaten/kota dan perusahaan di Riau untuk lebih proaktif mengÂantisipasi kebakaran hutan di wilayahnya supaya kabut asap dapat diminimalisir. Sebab, keÂbakaran hutan berimbas pada sekÂtor kehidupan.
“Pemprov Riau juga memberi penilaian kepada perusahaan di Riau atas koÂmitÂmennya memÂberikan perÂhatian terhadap lingÂkungan.â€
Penilaian dilakukan dengan kategori perhatian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Dari 37 perusahaan yang ada di Riau, enam perusahaan maÂsuk kategori merah, selebihÂnya kategori biru.
“Untuk yang biru belum ada sanksi yang akan diberikan. KaÂlau rapotnya merah baru akan dikenakan sanksi pidana,†kata KeÂpala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Akmal JS.
Analis BMKG Pekan Baru, Yudhistira Mawaddah meÂngaÂtakan, Satelit NOAA-18 menÂdeÂteksi kemunculan titik panas di 45 lokasi yang tersebar di Sumatera.
Kemunculan ’hotspot’ alias titik panas terbanyak berada di Riau dengan jumlah yang menÂcapai 23 titik, yakni 13 di’tanggal 5 Januari dan 10 titik terdeteksi pada 6 Januari 2013.
Titik panas juga terdeteksi di wilayah daratan Sumatera Barat, di mana pada tanggal 5 Januari ada sebanyak delapan titik. KeÂmudian di Provinsi Jambi, ada seÂbanyak delapan titik, dua munÂcul di tangÂgal 5 Januari dan enam titik munÂcul di tanggal 6 Januari 2013.
Untuk wilayah Provinsi SuÂmaÂtera Utara, lanjut dia, muncul seÂbanyak lima titik, dimana dua di antaranya terdeteksi pada tanggal 5 Januari dan tiga lainnya terÂdeteksi ditanggal 6 Januari 2013.
“Sementara di Sumatera SeÂlatÂan terdeteksi satu titik panas pada tanggal 5 Januari 2013. Untuk diÂtanggal 6 Januari, kembali nihil.â€
Menurut Yudhis, potensi keÂmunÂculan titik panas masih akan terjadi ke depan mengingat suhu udaÂra yang masih panas. “MeÂmang, bulan Januari ini sebeÂnarÂnya sebagian besar wilayah di SuÂmatera musim hujan. Tapi, sistem keÂlembaban udara di atas SuÂmatera yang minim meÂnyeÂbabÂkan suhu udara turut meÂmanas.â€
Kondisi demikian yang keÂmudian menurut dia, berpotensi memunculkan titik panas untuk sejumlah wilayah di Sumatera, khususnya Riau.
“Kami mengimbau agar maÂsyarakat tidak melakukan pemÂbakaran lahan untuk kepentingan apapun. Karena hal itu akan menÂdatangkan bencana lanjutan seperti kabut asap,†pintanya.
Menanggapi hal tersebut, Juru bicara Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Sumarto meÂneÂgaskan, lembaganya dan keÂmenÂterian terkait selalu berkoordinasi dengan sinergis dalam mengÂantisipasi kebakaran hutan. BahÂkan, tahun lalu tren peristiwa terÂsebut menurun. Itu menunÂjukkan bahwa kami seiring sejalan,†katanya.
Dikatakan, evaluasi kebakaran hutan terus dilakukan sembilan keÂÂmenterian dan sejumlah insÂtansi non kementerian setiap tahunÂnya. “Setidkanya kami bisa meÂnekan jumlah hotspot kebaÂkaran hutan,†ucapnya.
Menurutnya, selain faktor alam, yang mendominasi keruÂsakÂÂan hutan akibat keinginan memÂÂbuka lahan baru dengan cepat melalui proses pembakaran hutan. “HamÂpir 99 persen akibat ulah maÂnusia,†tukasnya.
BNPB Diharapkan Jadi Ujung Tombak
Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyerahkan peÂnanganan kebakaran hutan di sejumlah wilayah keÂpada BaÂdan Nasional PenangÂguÂlangan Bencana (BNPB).
“Kita berharap BNPB sebaÂgai ujung tombak meÂlaÂkukan peÂnanganan kebakaran hutan, sementara KLH koorÂdiÂnasi daÂlam kaitannya dengan upaya preÂventif.â€
Intensitas kebakaran hutan beÂlakangan ini sedikit meningÂkat karena faktor cuaca yang masih musim kemarau dan terÂkait dengan pembukaan lahan untuk perkebunan.
Kebakaran hutan, menimÂbulÂkan kerugian yang cukup besar terÂutama dalam hal mengÂhiÂlangnya keanekaragaman hayati dan kerusakan lingÂkungÂan. “Seperti di Kalimantan, orangÂutan terpaksa keluar dari haÂÂbitatnya karena tempat tingÂgal mereka terbakar.â€
Selain keanekaragaman haÂyati dan lingkungan yang teranÂcam, kebakaran hutan juga meÂnimbulkan emisi yang berÂdamÂpak pada perubahan iklim.
Upaya preventif efektif yang bisa dilakukan pemerintah adaÂlah penegakan hukum bagi pelaku pembakaran hutan. “SaÂya sudah pernah bertemu deÂngan Menteri Lingkungan HiÂdup Malaysia dan kami sudah bicara bahwa kita akan menÂemÂpuh jalur hukum bagi siapa saja yang melakukan pembakaran hutan. Setelah kita lihat meÂmang banyak perusahaan MaÂlayÂsia dan Singapura di sana.â€
Pihak Malaysia tidak berÂkeÂberatan jika memang hukum di Indonesia berlaku untuk meÂnindak pembakar hutan.
KLH juga mendorong ratifiÂkasi persetujuan polusi lintas batas (ASEAN Transboundary HaÂze Agreement). Hal ini peÂnÂting terutama dalam hal peÂnanganan masalah polusi terÂutaÂma kabut asap akibat kebakaran hutan.
Bisa Menimbulkan Kerugian Ekologi
Darori, Dirjen PHKA Kementerian Kehutanan
Kebakaran hutan sangat meÂrugikan negara. Bukan haÂnya kerugian ekonomi, meÂlainÂkan juga ekologi. 80 persen kebakaran terjadi di luar hutan kawasan konservasi.
“Kemenhut dan pemda beÂkerÂja sama mengantisipasi keÂbakaran hutan. Kemenhut haÂnya membantu dari sisi teknis, selebihnya tanggung jawab pemÂda lah yang harus lebih berÂperan.â€
Biasanya, kebakaran hutan juga terjadi di dekat daerah peÂmukiman masyarakat. DisiÂnyaÂlir juga banyak pengusaha yang sengaja membakar hutan untuk membuka lahan industri dan pertanian.
Namun, sangat sulit memÂbukÂtikan kejahatan kebakaran hutan ini. Pasalnya, ketika dilaÂkukan penyelidikan ke tempat perkara, tidak ada bukti-bukti adanya kesengajaan.
“Kita menÂduga sengaja diÂbakar oleh orang-orang tertentu yang puÂnya kepentingan prakÂtek illegal logging.â€
Kebakaran hutan juga berpeÂngaruh terhadap kesehatan pernafasan masyarakat. Bahkan tidak jarang Indonesia juga meÂrupakan negara yang sering meÂngirim asap ke negara tetangga.
Tapi, bukan hanya Indonesia, di negara tetangga pun sering terjadi kebakaran dan asapnya berdampak ke Indonesia.
“Belum tahu berapa keÂruÂgian akibat asap kebakaran itu. Tapi negara-negara tetangga kita juga sering kebakaran huÂtannya.â€
Untuk mengantisipasi itu, Kemenhut juga terus berupaya melengkapi perlengkapan peÂmadaman hutan.
KeÂmenhut juga sering menÂdapati beberapa perusahaan tamÂÂbang dan pertanian yang meÂÂmanfaatkan lahan tersebut. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22