Berita

ilustrasi, Kebakaran Hutan

On The Spot

Empat Daerah Langganan Bencana Kebakaran Hutan

Indonesia Dinobatkan Sebagai Pengekspor Asap
RABU, 16 JANUARI 2013 | 09:30 WIB

Kebakaran hutan sudah menjadi peristiwa tahunan di Indonesia. Peristiwanya selalu terjadi di tempat yang sama. Apakah ada unsur kesengajaan?

Kawasan hutan yang lang­gan­an kebakaran adalah Riau, Jambi, Kalimantan Selatan, dan Ka­li­man­tan Tengah. Empat dae­rah ini ter­kenal sebagai peng­ekspor asap.  

“Kalaupun bergeser, lokasi kebakaran tidak akan jauh dari lokasi itu,”kata Direktur Ekse­kutif Wahana Lingkungan Hidup In­donesia (Walhi) Abet Nego Ta­rigan berbincang dengan Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Sebagai negara yang memiliki pengalaman buruk terhadap ke­bakaran hutan, semestinya pe­merintah mampu mengantisipasi dan menanganinya dengan waktu singkat.

Menurutnya, kebakaran yang ber­ulang di tempat yang sama mem­buktikan, tata kelola hutan dan lingkungan oleh Ke­menterian Kehutanan, Kemen­terian Lingkungan Hidup, dan pe­merintah daerah tidak sinergis.

“Pemerintah daerah tidak mem­­perhatikan arahan dari pe­me­rintah pusat. Sebaliknya, pe­me­­rintah pusat kadang me­mu­tuskan sesuatu yang tidak sesuai dengan kondisi daerah,” ujarnya.

Dalam sejarah kehutanan di In­donesia, bencana kebakaran hutan terburuk terjadi pada tahun 1982 yang menghanguskan tiga juta hektar. Kemudian, kebakaran hutan tahun 1997/1998 yang melalap hutan dan lahan 11 juta hektar, dengan po­tensi kerugian mencapai 4,8 miliar dolar AS.

Dalam catatan Walhi, medio 3 Agustus -3 September tahun lalu, dari 18 hutan di Indonesia yang terbakar luasnya mencapai 2.010 hektar. Sedangkan titik api yang terpantau sejak Januari 2012 sam­pai 16 Agustus mencapai 16.521 titik api.

Untuk mence­gah dan mengen­dalikan keba­kar­an hutan dan lahan, kata dia, sudah ada regulasi yang cukup me­madai. Misalnya, Undang-Un­dang No. 41 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Hutan, Permenhut No. 12/2009 tentang Pengen­dali­an Kebakaran Hutan, Permen LH No. 10/2010 tentang Mekanisme Pe­n­cegahan Kerusakan Ling­kung­an yang berkaitan dengan keba­karan hutan, Inpres No. 16/2011 Ten­tang Peningkatan Pe­ngen­d­alian Kebakaran Hutan dan Lahan. “Bila ketentuan itu dija­lankan, kebakaran hutan bisa dian­ti­si­pasi,” ucapnya.

Gubernur Riau, HM Rusli Zai­nal mengaku sudah memberikan imbauan kepada tiap pemerintah kabupaten/kota dan perusahaan di Riau untuk lebih proaktif meng­antisipasi kebakaran hutan di wilayahnya supaya kabut asap dapat diminimalisir.  Sebab, ke­bakaran hutan berimbas pada sek­tor kehidupan.

“Pemprov Riau juga memberi penilaian kepada perusahaan di Riau atas ko­mit­mennya mem­berikan per­hatian terhadap ling­kungan.”

Penilaian dilakukan dengan kategori perhatian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Dari 37 perusahaan yang ada di Riau, enam perusahaan ma­suk kategori merah,  selebih­nya kategori biru.

“Untuk yang biru belum ada sanksi yang akan diberikan. Ka­lau rapotnya merah baru akan dikenakan sanksi pidana,” kata Ke­pala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Akmal JS.

Analis BMKG Pekan Baru, Yudhistira Mawaddah me­nga­takan, Satelit NOAA-18 men­de­teksi kemunculan titik panas di 45 lokasi yang tersebar di Sumatera.

Kemunculan ’hotspot’ alias titik panas terbanyak berada di Riau dengan jumlah yang men­capai 23 titik, yakni 13 di’tanggal 5 Januari dan 10 titik terdeteksi pada 6 Januari 2013.

Titik panas juga terdeteksi di wilayah daratan Sumatera Barat, di mana pada tanggal 5 Januari ada sebanyak delapan titik. Ke­mudian di Provinsi Jambi, ada se­banyak delapan titik, dua mun­cul di tang­gal 5 Januari dan enam titik mun­cul di tanggal 6 Januari 2013.

Untuk wilayah Provinsi Su­ma­tera Utara, lanjut dia, muncul se­banyak lima titik, dimana dua di antaranya terdeteksi pada tanggal 5 Januari dan tiga lainnya ter­deteksi ditanggal 6 Januari 2013.

“Sementara di Sumatera Se­lat­an terdeteksi satu titik panas pada tanggal 5 Januari 2013. Untuk di­tanggal 6 Januari, kembali nihil.”

Menurut Yudhis, potensi ke­mun­culan titik panas masih akan terjadi ke depan mengingat suhu uda­ra yang masih panas. “Me­mang, bulan Januari ini sebe­nar­nya sebagian besar wilayah di Su­matera musim hujan. Tapi, sistem ke­lembaban udara di atas Su­matera yang minim me­nye­bab­kan suhu udara turut me­manas.”

Kondisi demikian yang ke­mudian menurut dia, berpotensi memunculkan titik panas untuk sejumlah wilayah di Sumatera, khususnya Riau.

“Kami mengimbau agar ma­syarakat tidak melakukan pem­bakaran lahan untuk kepentingan apapun. Karena hal itu akan men­datangkan bencana lanjutan seperti kabut asap,” pintanya.  

 Menanggapi hal tersebut, Juru bicara Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Sumarto me­ne­gaskan, lembaganya dan ke­men­terian terkait selalu berkoordinasi dengan sinergis dalam meng­antisipasi kebakaran hutan. Bah­kan, tahun lalu tren peristiwa ter­sebut menurun. Itu menun­jukkan bahwa kami seiring sejalan,” katanya.

Dikatakan, evaluasi kebakaran hutan terus dilakukan sembilan ke­­menterian dan sejumlah ins­tansi non kementerian setiap tahun­nya.  “Setidkanya kami bisa me­nekan jumlah hotspot keba­karan hutan,” ucapnya.

Menurutnya, selain faktor alam, yang mendominasi keru­sak­­an  hutan akibat keinginan mem­­buka lahan baru dengan cepat melalui proses pembakaran hutan. “Ham­pir 99 persen akibat ulah ma­nusia,” tukasnya.

BNPB Diharapkan Jadi Ujung Tombak

Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyerahkan pe­nanganan kebakaran hutan di sejumlah wilayah ke­pada Ba­dan Nasional Penang­gu­langan Bencana (BNPB).

“Kita berharap BNPB seba­gai ujung tombak me­la­kukan pe­nanganan kebakaran hutan, sementara KLH koor­di­nasi da­lam kaitannya dengan upaya pre­ventif.”

Intensitas kebakaran hutan be­lakangan ini sedikit mening­kat karena faktor cuaca yang masih musim kemarau dan ter­kait dengan pembukaan lahan untuk perkebunan.

Kebakaran hutan, menim­bul­kan kerugian yang cukup besar ter­utama dalam hal meng­hi­langnya keanekaragaman hayati dan kerusakan ling­kung­an. “Seperti di Kalimantan, orang­utan terpaksa keluar dari ha­­bitatnya karena tempat ting­gal mereka terbakar.”

Selain keanekaragaman ha­yati dan lingkungan yang teran­cam,  kebakaran hutan juga me­nimbulkan emisi yang ber­dam­pak pada perubahan iklim.

Upaya preventif efektif yang bisa dilakukan pemerintah ada­lah penegakan hukum bagi pelaku pembakaran hutan. “Sa­ya sudah pernah bertemu de­ngan Menteri Lingkungan Hi­dup Malaysia dan kami sudah bicara bahwa kita akan men­em­puh jalur hukum bagi siapa saja yang melakukan pembakaran hutan. Setelah kita lihat me­mang banyak perusahaan Ma­lay­sia dan Singapura di sana.”

Pihak Malaysia tidak ber­ke­beratan jika memang hukum di Indonesia berlaku untuk me­nindak pembakar hutan.

KLH juga mendorong ratifi­kasi persetujuan polusi lintas batas (ASEAN Transboundary Ha­ze Agreement). Hal ini pe­n­ting terutama dalam hal pe­nanganan masalah polusi ter­uta­ma kabut asap akibat kebakaran hutan.

Bisa Menimbulkan Kerugian Ekologi

Darori, Dirjen PHKA Kementerian Kehutanan

Kebakaran hutan sangat me­rugikan negara. Bukan ha­nya kerugian ekonomi, me­lain­kan juga ekologi. 80 persen kebakaran terjadi di luar hutan kawasan konservasi.

“Kemenhut dan pemda be­ker­ja sama mengantisipasi ke­bakaran hutan. Kemenhut ha­nya membantu dari sisi teknis, selebihnya tanggung jawab pem­da lah yang harus lebih ber­peran.”

Biasanya, kebakaran hutan juga terjadi di dekat daerah pe­mukiman masyarakat. Disi­nya­lir juga banyak pengusaha yang sengaja membakar hutan untuk membuka lahan industri dan pertanian.

Namun, sangat sulit mem­buk­tikan kejahatan kebakaran hutan ini. Pasalnya, ketika dila­kukan penyelidikan ke tempat perkara, tidak ada bukti-bukti adanya kesengajaan.

“Kita men­duga sengaja di­bakar oleh orang-orang tertentu yang pu­nya kepentingan prak­tek illegal logging.”

Kebakaran hutan juga berpe­ngaruh terhadap kesehatan pernafasan masyarakat. Bahkan tidak jarang Indonesia juga me­rupakan negara yang sering me­ngirim asap ke negara tetangga.

Tapi, bukan hanya Indonesia, di negara tetangga pun sering terjadi kebakaran dan asapnya berdampak ke Indonesia.

“Belum tahu berapa ke­ru­gian akibat asap kebakaran itu. Tapi negara-negara tetangga kita juga sering kebakaran hu­tannya.”

Untuk mengantisipasi itu, Kemenhut juga terus berupaya melengkapi perlengkapan pe­madaman hutan.

Ke­menhut juga sering men­dapati beberapa perusahaan tam­­bang dan pertanian yang me­­manfaatkan lahan tersebut. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Kasus Korupsi PT Timah, Sandra Dewi Siap jadi Saksi Buat Suaminya di Depan Hakim

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05

Banjir Rendam 37 Gampong dan Ratusan Hektare Sawah di Aceh Utara

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00

Perkuat SDM, PDIP-STIPAN kembali Teken MoU Kerja Sama Bidang Pendidikan

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46

Soal Kementerian Haji, Gus Jazil: PKB Banyak Speknya!

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34

Pemerintah Harus Bangun Dialog Tripartit Bahas Kenaikan UMP 2025

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24

PWI Sumut Apresiasi Polisi Tangkap Pembakar Rumah Wartawan di Labuhanbatu

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15

Kubu Masinton Pasaribu Berharap PTTUN Medan Tolak Gugatan KEDAN

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59

PKB Dapat Dua Kursi Menteri, Gus Jazil: Itu Haknya Pak Prabowo

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54

MUI Minta Tokoh Masyarakat dan Ulama Turun Tangan Berantas Judol

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43

Bertemu Presiden AIIB, Airlangga Minta Perluasan Dukungan Proyek Infrastruktur di Indonesia

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22

Selengkapnya