Jam dinding di ruang Komisi III DPR telah menunjukkan pukul 1 siang. Ruangan yang berada di lantai dua gedung Nusantara II ini telah dipenuhi beberapa anggota KoÂmisi yang membidangi maÂsalah hukum itu. Di atas masing-maÂsing meja anggota Dewan terÂsedia satu gelas berisi air putih dan sepiring makanan kecil.
Tak lama kemudian, AlÂMuÂzamÂmil Yusuf mengetuk palu tiga kali. “Skorsing istirahat kita buka. Sekarang kita lanjutkan kemÂbali fit and proper test peserta kedua. Pak Muhammad Damin SuÂnusi agar masuk ruangan,†pinta Wakil Ketua Komisi III yang bertindak sebagai pimpinan sidang.
Setelah Daming Sanusi duduk di kursi yang menghadap meja pimpinan sidang, Al-Muzammil lantas meminta Kepala PengaÂdilan Tinggi (KPT) Kalimantan SeÂlatan itu menyampaikan visi dan misinya. “Saya beri waktu 10 menit untuk menyampaikan visi dan misi,†kata politisi PKS itu.
Dalam penyampaian visi dan misinya, Daming lebih meneÂkanÂkan mengenai sikap seorang haÂkim agung yang independen dan tidak berpihak kepada siaÂpaÂpun, kecuali hanya kepada keaÂdilan dan kebenaran.
Usai Daming penyampaian visi dan misi, Al-Muzammil Yusuf memberi kesempatan kepada angÂgota Komisi III untuk mengÂajukan pertanyaan. “Pertanyaan diajukan setiap fraksi,†katanya.
Pertanyaan pertama diajukan Andi Azhar Cakra Wijaya dari Fraksi PAN. Ia menanyakan siÂkap Darmin mengenai vonis mati. “Apa pendapat anda tentang huÂkuman mati terhadap tiga pelaku kejahatan, pemerkosaan korupsi dan narkoba,†tanya Andi.
“Saya setuju hukuman mati tetap diberlakukan terhadap peÂlaku tindak pidana korupsi, narkÂoba karena telah menyengsarakan masyarakat,†jawabnya.
Namun untuk kasus pemerÂkoÂsaan, menurut Daming, perlu diÂperÂtimbangkan matang-matang sebelum menjatuhkan vonis mati untuk pelakunya. “Soalnya bisa jadi dalam perbuatan itu keduanya saling menikmati,†ujarnya beralasan.
Fraksi PKS mendapat giliran selanjutnya untuk bertanya. Adalah Adang Daradjatun, bekas wakil kepala Polri yang kini menjadi politisi PKS yang menyampaikan pertanyaan. Ia bertanya mengenai peninjauan kembali (PK) atas PK.
Menjawab pertanyaan itu, DaÂming setuju dengan PK diatas PK. Ia beralasan dengan PK di atas PK bertujuan untuk mengÂkoÂreksi putusan yang dianggap salah. “Putusan (PK di atas PK) itu untuk memberikan kejelasan huÂkum terhadap pengadilan di tingÂkat bawah untuk melakukan ekÂsekusi,†katanya.
Namun ia mensyaratkan, PK di atas PK hanya bisa bila ada puÂtusan yang berbeda di dalam perÂkara yang sama di tingkat PK. “Kalau nggak ada perbedaan puÂtusan, tidak perlu ada PK di atas PK,†katanya.
Berikutnya Fraksi PDIP yang bertanya. Anggota Komisi dari PDIP Imam Suroso menanyakan baÂgaimana cara mengembalikan citra MA di mata masyarakat yang saat ini kurang baik.
Daming menjawab, salah satu caranya dengan memperbaiki proÂses rekrutmen hakim. “Bila peÂngawasan dalam proses rekÂrutmen dilakukan secara ketat, maka bisa diminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan terjadi,†katanya.
Selain itu, perlu adanya transÂparansi mengenai putusan yang diÂbuat hakim agung. “Bila puÂtusan tidak diawasi, maka sangat berÂbahaya,†katanya.
Bila terpilih, dia berjanji tidak akan bermain-main dengan mafia perkara. Ia pun berjanji akan meÂngambil akan menjatuhkan puÂtusan berdasarkan hati dan nurani.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo meÂnanyakan apa parameter seÂorang hakim dalam mengambil keÂputusan. Sebab seringkali puÂtusan yang dijatuhkan lebih renÂdah dari tuntutan jaksa.
“Apa yang akan Anda lakukan bila perkara bekas politisi Partai Demokrat Angelina Sondakh masuk ke Pengadilan Tinggi?†tanya Bamsoet kembali.
Daming mengatakan, putusan yang dibuat hakim harus berÂprinÂsip kepada keadilan dan bisa meÂnimÂbulkan efek jera. “Bila tidak ada efek jera dikhawatirkan peÂlaku akan mengulangi perÂbuatÂanÂnya,†katanya.
Mengenai perkara Angelina Sondakh, Daming tidak mau menjawab. Alasannya tidak etis. Namun bila perkaranya masuk ke mejanya, ia akan menelaah lebih lanjut dan tidak ragu menjaÂtuhÂkan vonis sesuai dengan keÂsaÂlahan yang dilakukan terdakwa.
Untuk diketahui, Angelina SonÂdakh, anggota DPR dari ParÂtai Demokrat hanya divonis 4,5 tahun penjara di Pengadilan Tipikor. Vonis ini jauh dari perÂmintaan jaksa yang meminta bekas Putri Indonesia itu dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.
Pertanyaan lebih kritis diajuÂkan Syarifuddin Suding dari FrakÂsi Partai Hanura. Ia memÂperÂtanyakan apa alasan Daming unÂtuk jadi hakim agung. “Apa moÂtivasi dasar Anda menjadi hakim agung. Apalagi Anda sudah dua kali mengikuti fit and proper test di sini (Komisi III),†katanya dengan nada tinggi.
Pertanyaan itu muncul, lanÂtarÂan Sudding menilai saat Daming memperkenalkan diri hanya meÂngutarakan motivasinya sebagai hakim agung hanya untuk memÂperbaiki sistem di Mahkamah Agung.
Alasan ini dinilai Suding saÂngat formalitas. Ia pun merasa mengetahui lebih jelas apa dasar keinginan calon untuk menjadi hakim agung.
Suding mengatakan DPR tidak ingin kembali dipersalahkan maÂsyarakat atas skandal yang menÂjerat hakim agung. Ia lalu menÂcontohkan skandal pemalsuan vonis yang dilakukan Hakim Agung Achmad Yamanie.
“Kami tidak ingin terjadi lagi, karena kami yang disalahkan oleh masyarakat, kami ingin pilih orang yang berintegritas. MoraÂlitas dikedepankan. Dengan beÂgitu akan menghasilkan peÂnegakan hukum yang baik,†kata Suding.
Suding menambahkan, jika hanya memiliki motivasi untuk memperbaiki sistem, tidak perlu jadi hakim agung. “Itu memang sudah kewajiban, apa sesungÂguhÂnya yang memotivasi Bapak untuk masuk ke lingkungan MA? Di sana banyak praktik mafia peradilan begitu dahsyat. Bapak bisa terbawa-bawa,†tanya SuÂding kembali.
Pertanyaan yang dilontarkan dengan nada tinggi itu, membuat Daming gugup. Kegugupan itu terlihat ketika dia menanggapi perÂtanyaan Sudding.
“Baik terima kasih Bapak Syarifuddin SuÂding dari Fraksi PKS,†kata Daming.
Mendengar itu, Suding pun memotong. “Hanura Pak. HaÂnuÂra,†kata Sudding mengÂingatÂkan.
“Oh maaf. Dari Hanura. Maaf†kata Daming.
Setelah seluruh fraksi mengÂajukan pertanyaan, Al Muzammil lantas menutup fit and proper tes yang berlangsung selama 1,5 jam itu. “Sebelum Pak Daming meÂningÂgalkan ruangan. Tolong beÂrita acara ditandatangani terlebih dahulu,†pinta Al-Muzammil. SeÂtelah meneken berita acara DaÂming meninggalkan ruangan samÂbil menenteng tas hitam.
Anggota Komisi III Indra meÂngatakan, ada enam calon yang mengikuti fit and proper test SeÂnin kemarin. Mereka yakni DesÂnayeti, Muhammad Daming SuÂnusi, Burhan Dahlan, Heru Iriane, Made Rawa Aryawan, dan Oloan Burhanudin.
Uji kelayakan dan kepatutan ini akan berlangsung sampai KaÂmis mendatang. “Selasa emÂpat calon dan Rabu dua calon, seÂkaligus sorenya dijadwalkan langÂsung memilih empat calon hakim terpilih dari 12 calon yang di-fit and proper test,†jelas politisi PKS ini.
Komisi Yudisial (KY) menyoÂdorÂkan 24 calon hakim agung unÂtuk mengikuti seleksi di DPR. SeÂbanyak 12 calon baru akan meÂngikuti tes pembuatan makalah pada Kamis mendatang. Setelah itu para calon akan menjalani fit and proper test.
Menurut Indra, para anggota Komisi III telah turun ke lapangÂan untuk mengumpulkan berÂbaÂgai informasi mengenai calon yang mengikuti seleksi di DPR. AngÂgota Dewan bertanya meÂngenai sejumlah orang di bekas tempat kerja calon, para tetangga maupun orang-orang yang meÂngetahui tindak-tanduk calon.
Ini untuk mendapatkan gamÂbarÂan yang lebih lengkap meÂngeÂnai sosok dan perilaku calon. “KaÂmi turun langsung ke Aceh jika hakimnya berasal dari Aceh, dan seterusnya. Tidak menunggu di sini, nunggu dia bicara manis-maÂnis,†katanya.
Keseleo Lidah, Gayus Tambunan Malah Disebut Gayus Lumbuun
Ada sejumlah kejadian unik yang tertangkap Rakyat Merdeka saat mengamati fit and proper test calon hakim agung di Komisi III DPR. Ada yang salah menyebut nama fraksi maupun nama orang. Mungkin calon gugup atau meÂmang hanya keseleo lidah.
Misalnya saat Komisi III meÂnguji calon Burhan Dahlan. AngÂgota Komisi III dari PPP Ahmad Kurdi Moekri sempat bertanya mengenai makelar kasus yang diÂsinyalir ada di sejumlah pengaÂdilÂan.
“Bagaimana pandangan Anda terkait mafia hukum atau bahasa kerennya markus (makelar kaÂsus)?†tanya Mukri.
Burhan yang berlatar belakang perÂadilan militer ini lalu menÂcontohkan vonis rendah terhadap pelaku mafia pajak. Menurut dia, vonis itu membuat masyarakat kecewa.
“Kita tidak boleh bantah itu tidak ada (markus). Ada juga haÂkim yang diproses, seperti kasusÂnya Gayus Lumbuun. Itu mulai proses pemeriksaan berkas surat dakÂwaan mulai diselewengkan,†paÂparnya.
Jawaban Burhan sontak memÂbuat kaget para anggota Komisi III yang hadir di fit and proper test. Sementara dua Wakil Ketua KoÂmisi III Al Muzammil Yusuf dan Aziz Syamsuddin malah tawa.
“Gayus Lumbuun atau Gayus Tambunan Pak? Gayus Lumbuun mantan Komisi III itu,†sahut saÂlah seorang anggota Komisi III sembari tertawa.
Gayus Lumbuun adalah bekas anggota Komisi III DPR yang kini jadi hakim agung. SedangÂkan Gayus Tambunan adalah peÂgawai pajak golongan III yang meÂmiliki kekayaan sampai puÂluhan miliar. Kekayaan itu dinilai tak wajar. Gayus diduga mafia pajak. “Oh maaf, Gayus TamÂbunÂan makÂsudnya,†ralat Burhan.
Pertanyaan lainnya juga diÂajukan Andi Azhar dari Fraksi PAN. Ia menanyakan tentang reÂvisi Undang-Undang Peradilan Militer. “Pelanggaran militer paÂling banyak apa? Bila anggota TNI melakukan tindak pidana apakah harus diselesaikan meÂlalui tindak pidana umum atau militer?†tanya Andi.
Burhan menjawab, TNI aktif harus senantiasa patuh bila diÂhadapkan ke pengadilan. Bila peÂlanggaran terkait disiplin orÂganisasi maka disidangkan di pengadilan militer. Namun bila merugikan masyarakat harus ditindak di pengadilan umum.
Anggota Komisi III dari PKS Soemandjaya mengatakan militer patuh terhadap komando pimÂpinan. Menurut dia, ini membuat prinsip equality before the law (kesamaan kedudukan di mata hukum) sulit diterapkan hakim yang berlatar belakang militer.
“Apakah calon hakim dapat mengesampingkan komando atas perkara yang melibatkan seorang tentara, dan apakah anggota TNI daÂpat dipidana di peradilan umum atau tidak,†tanya SoeÂmandjaya.
Menurut Burhan, komando merupakan inti dari kehidupan militer. Meskipun begitu, peÂnerapan komando tidak berÂlaku daÂlam menangani perkara di peradilan militer. Nilai komando yang bisa diterapkan di peradilan miiter adalah nilai komando yang positif. Misalnya, terkait disiplin waktu persidangan. Sidang bisa ditunda asalkan sebelumnya ada pemberitahuan terlebih dahulu ke pihak peradilan agar masyarakat yang ingin mengikuti perÂsiÂdangan tidak menunggu lama.
Ketua Peradilan Militer Utama itu mengklaim tak akan menÂjalankan perintah atasan yang diÂanggap mencampuri urusan perÂkara di peradilan militer. Perkara bukan urusan dirinya kepada manusia atau korps, melainkan tanggung jawab kepada Tuhan. “Kalau besok saya meninggal, siaÂpa yang bela saya,†katanya.
Dua Kali Vonis Mati Terdakwa Kasus Narkoba
Desnayeti adalah calon yang pertama diuji di Komisi III DPR kemarin. Hakim tinggi di PengÂadilan Tinggi Sumatera Barat itu banyak dimintai panÂdangÂannya mengenai hukuman mati. “Bagaimana penilaian AnÂda atas hukuman mati,†taÂnya Andi AzÂhar, anggota KoÂmisi III dari PAN.
Desnayeti setuju diberÂlaÂkuÂkan hukuman mati di Indonesia. “Di dalam agama Islam ini diÂbenarkan, kecuali kalau korban sudah memaafkan pelaku. KaÂlau untuk soal narkoba ini beda kasusnya,†katanya.
Ia berpendapat hukuman mati harus tetap dipertahankan sisÂtem peradilan di Indonesia. Ini untuk mewujudkan rasa keÂadilan masyarakat sekaligus menegakkan hukum. “Saya seÂtuju hukuman mati tetap diberÂlaÂkukan dan dipertahankan daÂlam proses penegakan hukum di negeri ini,†katanya.
Desnayeti melanjutkan, huÂkuman mati terhadap pelaku keÂjahatan berat bisa menimbulkan efek jera. Namun, menurut dia, huÂkuman mati hanya dijaÂtuhÂkan kepada kasus terbatas saja. Misalnya pelakunya adalah mafia narkoba, terorisme, dan korupsi.
Selama menjadi hakim, Desnayeti mengungkapkan sudah dua kali menjatuhkan hukuman mati kepada para terdakwa. Namun, hukuman itu diubah di tingkat peradilan yang lebih tinggi.
Ia pun menyebutkan pernah beberapa kali melaÂkukan disÂsenÂting opinion (pendapat berÂbeda) dalam memutus perkara.
Menurut dia, dalam memutus perkara, hakim harus berÂdÂaÂsarÂkan fakta-fakta di persidangan, alat bukti, saksi, dan fakta-fakta lain. “Untuk menentukan huÂkuman mati atau tidak harus ada keyakinan penuh atas dasar hati nurani,†katanya.
Anggota Komisi III DPR, InÂdra, menanyakan soal puÂtusan pengadilan yang beberapa kali tiÂdak mendapat respons yang baik dari masyarakat Sumatera Barat.
Menjawab pertanyaan itu, Desnayeti mengatakan, “PaÂdang itu memang agak rumit. PerÂsoalÂan-persoalan yang ada di SuÂmaÂtera Barat memang agak rumÂit, baik penerapannya, mauÂpun keÂsehariannya. Oleh karena itu saya berharap memang unÂtuk hakim-hakim yang ada di SuÂmatera Barat difokuskan ke sana.â€
Indra lalu melanjutkan perÂtaÂnyaannya. Kali ini dia meÂnyoÂroti mengenai menanyakan banyaknya hakim yang menÂjatukan vonis minimal.
Desnayeti mengatakan, aturÂan hukuman minimal menjadi pengekang hakim dalam memÂberikan keadilan bagi maÂsyaÂrakat. “Pertama sekali baca unÂdang-undang saya merasa keÂbebasan hakim sudah dikekang. Hakim itu tidak begitu saja mengambil keputusan karena itu kasus per kasus. Tidak seÂdikit perkara yang saya pegang harus diputus minimal. MisalÂnya pada kasus narkoba,†jawabnya,
Namun buru-buru Desna meÂlanjutnya bahwa dirinya juga pernah menjatuhkan hukuman maksimal kepada terdakwa kasus narkoba. “Sebagai hakim saya sudah dua kali menÂjaÂtuhÂkan hukuman mati walaupun akhirnya diubah,†katanya.
Desnayeti mengatakan salah satu yang akan diperbuat jika terpilih jadi hakim agung adalah berupaya mengingatkan hakim-haÂkim lainnya, terutama di peÂngaÂdilan lebih rendah agar berÂsungguh-sungguh menjadi hakim yang memberikan rasa keadilan.
“Itu pernah saya rasakan (ada) sentuhan-sentuhan hakim senior. Ini yang akan saya seÂimbangkan bahwa jabatan hakim adalah jabatan yang haÂrus dipertangÂgungÂjawabÂkan,†katanya.
“Jangan Melawan Matahari, Nanti Matamu Perih...â€
Pernah Dihukum MA
Desnayeti, salah satu calon hakim agung ternyata pernah menÂdapat hukuman disiplin dari Mahkamah Agung (MA) pada 2008. Saat itu dia menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Barat yang menangani perkara tindak piÂdana perikanan.
Kini Desnayeti bertugas seÂbaÂgai hakim tinggi di PengaÂdilÂan Tinggi Sumatera Barat. HuÂkuman disiplin terhadap DesÂnayeti itu terungkap dalam uji kelayakan dan kepatutan yang digelar Komisi III kemarin
Desnayeti bersikukuh dirinya tak bersalah. Ia merasa sudah membuat putusan yang benar sesuai peraturan yang berlaku.
“Pemeriksa menilai jaminÂanÂnya terlalu kecil sebesar Rp 150 juta tak sesuai dengan harga kapal, maka saya dikenai sanksi disiplin sedang oleh Bawas (Badan Pengawasan) MA,†katanya.
Desnayeti bersama anggota maÂjelis hakim Pengadilan TingÂgi Kalbar mengabulkan perÂmoÂhonan pinjam pakai kapal yang terÂsangkut perkara. PerÂmoÂhonÂan itu diajukan pemilik kaÂpal yang tidak terlibat kasus itu.
Nilai jaminan yang dipuÂtusÂkan Desnayeti dianggap rendah dibandingkan harga kapalnya yang mencapai Rp 1 miliar. KaÂrena memutuskan itu, dia dikeÂnaÂkan sanksi disiplin berupa berupa penurunan pangkat dan peÂnundaan kenaikan remuÂnerasi selama setahun.
Desnayeti beralasan, sesuai peÂmeriksaan di pengadilan neÂgeri, harga kapal itu diperÂkiÂrakan tidak lebih dari 157 juta. Yang membuatnya heran dalam laporÂannya Bawas MA meÂnyeÂbut kapal Nusantara VIII. PaÂdahal, kapal yang menjadi baÂrang bukti di persidangan adalah kapal Nusantara IV.
Meski merasa tidak bersalah, DesÂnayeti mengatakan, meneÂrima saja sanksi tersebut. Sebab dia tidak ingin melawan pimÂpinÂan di Mahkamah Agung. “Ibu saya bilang, ‘jangan melaÂwan matahari, karena matamu nanti akan perih’. Maksudnya, kalau dimarahin atasan, diam saja. Jadi, saya memilih diam saja, karena tidak ada gunanya juga seandainya saya melaÂwan,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22