Habibie yang saat itu menjabat Menteri Riset dan Teknologi siÂbuk memeriksa proposal yang diÂajukan wanita tadi. Sementara sang wanita tanpa banyak bicara langsung menanggalkan pakaian atasnya.
Ajudan Habibie yang melihat kejadian itu sigap mencegah. Wanita itu lalu dibawa keluar seÂteÂlah tubuhnya yang sudah seÂpaÂruh bugil ditutupi sang ajudan.
Itu adalah cuplikan adegan di film “Habibie dan Ainun†yang teÂngah tayang di bioskop. Film itu diangkat dari buku berjudul sama yang ditulis presiden ketiga itu.
“Itu semua benar. Itu benar terÂjadi dan pernah saya alami ketika menÂjadi pejabat,†kata Habibie saat nonton bersama pengurus Partai Demokrat beberapa waktu lalu.
Habibie mengungkapkan, saat dia menjadi pejabat, banyak piÂhak yang menawarkan graÂtiÂfiÂkasi. Tujuannya untuk memÂperÂoleh proyek.
Tawaran gratifikasi itu mulai dari jam mewah, uang sampai wanita cantik. “Hanya keimanan dan nilai takwa yang akan menÂdorong orang jauh dari peÂnyiÂmÂpangan atas kekuasaan tersebut,†kata Habibie.
Pemberian gratifikasi wanita pernah terungkap dalam perÂsidangan kasus suap alih fungsi hutan lindung di Bintan, KeÂpuÂlauan Riau dengan terdakwa Al Amin Nur Nasution. Al Amin adaÂlah anggota DPR dari PPP.
Jaksa KPK memutar rekaman percakapan antara Al Amin deÂngan Azirwan, Sekretaris Daerah (Sekda) Bintan saat itu. Dalam percakapan itu, Azirwan mÂeÂnaÂwarÂkan perempuan kepada Al Amin. Keduanya pun berjanji berÂtemu di sebuah klub di Ritz Carlton, Mega Kuningan.
Saat Al Amin ditangkap KPK di Ritz Carlton, dia pun sedang bersama seorang perempuan yang mengaku mahasiswa perÂguruan tinggi swasta di Bogor.
KPK menganggap pemberian perempuan kepada pejabat sebaÂgai bentuk gratifikasi seks. DiÂrektur Gratifikasi KPK Giri SuÂprapdiono mengatakan pihakÂnya mulai mendalami gratifikasi bentuk ini.
Menurut Giri, dalam penjeÂlÂaÂsan Pasal 12B ayat 1 UU PemÂbeÂrantasan Korupsi disebutkan bahÂwa yang dimaksud gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lain.
Giri menyebut gratifikasi daÂlam bentuk layanan seksual maÂsuk kategori pemberian fasilitas lain. “Sudah diatur dalam unÂdang-undang kita secara implisit, yakni pemberian ‘fasilitas lain’,†jelasnya.
“Gratifikasi dalam bentuk apaÂpun dan berapapun, jangan dinilai tarifnya berapa. Tapi apakah itu mempengaruhi jabatan,†ujarnya.
Menurut Giri, gratifikasi seks ini lebih mudah dibuktikan dalam kasus tangkap tangan. Namun peÂngusutannya juga bisa dilakukan bila ada laporan.
Bagaimana melaporkannya? Ada yang menganggap melaÂporÂkan gratifikasi seks sama saja membongkar aib. Dari sini munÂcul wacana agar pelaporan diÂlaÂkuÂkan secara tertutup dan ditaÂngani posko khusus.
Namun rupanya KPK tak memÂbedakan pelaporan gratifÂiÂkasi seks dengan gratifikasi lainÂnya. “Kita tidak buat yang namaÂnya posko pengaduan. Kalau mau lapor, tempat dan prosedurÂnya tetap sama. Tidak ada yang khuÂsus soal gratifikasi seks ini,†kata Johan Budi SP, Kepala Humas KPK.
Pengamatan Rakyat Merdeka, masyarakat yang ingin meÂlaÂporkan gratifikasi bisa langsung mendatangi gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Setelah mengisi formulir peÂngaÂduan yang bisa diambil di meja resepsionis di lobby, pelapor akan diantar ke Bagian PengaÂduan Masyarakat (Dumas) di lantai yang sama.
Staf Bagian Dumas akan meÂnampung laporan dan melakukan pencatatan. Laporan gratifikasi ini akan diteruskan Direktur Gratifikasi yang berkantor di lantai tiga.
Tidak adanya perbedaan proÂseÂdur menerima laporan gratifikasi seks dengan gratifikasi lainnya ini dibenarkan petugas keamanan yang berjaga di meja resepsionis.
“Dari kemarin sampai sekaÂrang prosedur dan bagian yang ada di gedung ini masih sama,†kata pria yang mengenakan safari ini.
Johan Budi mengungkapkan belum ada masyarakat yang meÂlaporkan gratifikasi seks. WaÂlauÂpun begitu, pihaknya akan meÂneÂrima bila ada melaporkannya.
“Nanti akan kita telaah laporan gratifikasi itu. Apakah gratifikasi seks itu berkaitan dengan penyaÂlahgunaan wewenang dan ada unsur negara yang dirugikan,†katanya.
Dikasih Gratifikasi Seks, Bagaimana Menyitanya?
Ketua Komisi III DPR I Gede PaÂsek Suardika mengatakan graÂtifikasi seks bukanlah hal baru.
“Bukan hanya sekarang. Ini sudah dari dulu. Bahkan sejak zaman kerajaan,†ujarnya.
Menurut dia, gratifikasi seks diberikan dalam rangka lobi unÂtuk mendapatkan maupun meÂmuluskan proyek.
“Saya melihat fakta, seks yang diberikan kepada oknum-oknum pejabat itu sebagai pintu masuk untuk lobi berikutnya. Bisa saja untuk pemberian uang, barang dan sebagainya tapi dia masuknya lewat itu,†terang Pasek.
Anggota Komisi III DPR RuÂhut Sitompul mengatakan prakÂtik menyogok pejabat dengan perempuan sudah ada sejak zaÂman Romawi. Praktik ini terus berÂlangsung sampai kini.
Menurut dia, pembuktian gratifikasi seks ini cukup sulit. Perlu keberanian dari pelapor untuk membongkar pemberian gratifikasi ini.
“Yang jadi maÂsalah, masak sih peremÂpuannya mau nyanyi (mengaku)? Si lelaki mau nyaÂnyi? Itu kan buka aib,†kata dia.
Desmon J Mahesa, anggota KoÂmisi III lainnya melihat, peÂngusutan gratifikasi seks ini suÂlit. “Kalau (gratifikasi) baÂrang jelas, ada buktinya. Nanti KPK bisa menyitanya menjadi milik neÂgara. Bagaimana deÂngan seks? Apa yang akan diÂsita?†kata politisi Gerindra ini.
Pembuktian gratifikasi seks ini bukan hal mudah. PenguÂsutan bakal sulit jika hanya diÂdasarkan laporan. Apalagi, maÂsalah seks terkadang tak bisa diÂpidanakan.
“Selama seks itu atas suka sama suka dan pelakunya sudah dewasa, tidak ada unsur pidaÂnanya. Menurut saya KPK haÂrus hati-hati soal gratifikasi seks itu,†katanya.
Ketua DPR Marzuki Alie menghargai langkah KPK unÂtuk mengusut gratifikasi seks keÂpada pejabat negara. Namun menurut dia ada persoalan yang jauh lebih penting ketimbang itu.
“Jauh lebih penting bagaiÂmana KPK mengintensifikasi aturan dan kewenangan yang dimilikinya untuk memberantas korupsi,†ujar Marzuki.
Bekas sekjen Partai DemokÂrat ini menyarankan KPK meÂnindaklanjuti dulu saja laporan-laporan masyarakat mengenai kasus-kasus korupsi. Karena, menurut dia, hingga saat ini maÂsih banyak laporan masyarakat soal korupsi yang belum ditinÂdaklanjuti Komisi yang diÂpimÂpin Abraham Samad itu.
“Saya rasa baru sebagian kecil saja laporan masyarakat yang ditidaklanjuti. Harusnya kalau ada laporan masyarakat atau kalau ada pejabat negara ataupun lainnya yang kaya menÂdadak, segera ditindakÂlaÂnÂjuti,†ujarnya.
Sebab itu, dia memÂperÂtaÂnyaÂkan apakah memang perlu dilaÂkukan KPK mengintensifkan pengusutan gratifikasi seks.
“Sudah sebejat itukah moral para pejabat di Indonesia ini? Sehingga bukan hanya uang yang dikorupsi, tapi juga wanita di eksploitasi dan menjadi seÂperti benda yang dibagi-bagiÂkan?†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22