Berita

ilustrasi, Gratifikasi Seks

On The Spot

Pelapor Tetap Harus Lewat Meja Resepsionis

KPK Tak Bedakan Prosedur Pelaporan Gratifikasi Seks
SENIN, 14 JANUARI 2013 | 09:25 WIB

Seorang wanita muda mengetuk pintu ruangan kerja Baharuddin Jusuf Habibie sambil membawa tumpukan berkas. Wanita itu utusan seorang pengusaha yang ada hubungan dengan proyek pembuatan pesawat terbang.

Habibie yang saat itu menjabat Menteri Riset dan Teknologi si­buk memeriksa proposal yang di­ajukan wanita tadi. Sementara sang wanita tanpa banyak bicara langsung menanggalkan pakaian atasnya.

Ajudan Habibie yang melihat kejadian itu sigap mencegah. Wanita itu lalu dibawa keluar se­te­lah tubuhnya yang sudah se­pa­ruh bugil ditutupi sang ajudan.

Itu adalah cuplikan adegan di film “Habibie dan Ainun” yang te­ngah tayang di bioskop. Film itu diangkat dari buku berjudul sama yang ditulis presiden ketiga itu.

“Itu semua benar. Itu benar ter­jadi dan pernah saya alami ketika men­jadi pejabat,” kata Habibie saat nonton bersama pengurus Partai Demokrat beberapa waktu lalu.

Habibie mengungkapkan, saat dia menjadi pejabat, banyak pi­hak yang menawarkan gra­ti­fi­kasi. Tujuannya untuk mem­per­oleh proyek.

Tawaran gratifikasi itu mulai dari jam mewah, uang sampai wanita cantik. “Hanya keimanan dan nilai takwa yang akan men­dorong orang jauh dari pe­nyi­m­pangan atas kekuasaan tersebut,” kata Habibie.

Pemberian gratifikasi wanita pernah terungkap dalam per­sidangan kasus suap alih fungsi hutan lindung di Bintan, Ke­pu­lauan Riau dengan terdakwa Al Amin Nur Nasution. Al Amin ada­lah anggota DPR dari PPP.

Jaksa KPK memutar rekaman percakapan antara Al Amin de­ngan Azirwan, Sekretaris Daerah (Sekda) Bintan saat itu. Dalam percakapan itu, Azirwan m­e­na­war­kan perempuan kepada Al Amin. Keduanya pun berjanji ber­temu di sebuah klub di Ritz Carlton, Mega Kuningan.

Saat Al Amin ditangkap KPK di Ritz Carlton, dia pun sedang bersama seorang perempuan yang mengaku mahasiswa per­guruan tinggi swasta di Bogor.

KPK menganggap pemberian perempuan kepada pejabat seba­gai bentuk gratifikasi seks. Di­rektur Gratifikasi KPK Giri Su­prapdiono mengatakan pihak­nya mulai mendalami gratifikasi bentuk ini.

Menurut Giri, dalam penje­l­a­san Pasal 12B ayat 1 UU Pem­be­rantasan Korupsi disebutkan bah­wa yang dimaksud gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lain.

Giri menyebut gratifikasi da­lam bentuk layanan seksual ma­suk kategori pemberian fasilitas lain. “Sudah diatur dalam un­dang-undang kita secara implisit, yakni pemberian ‘fasilitas lain’,” jelasnya.

“Gratifikasi dalam bentuk apa­pun dan berapapun, jangan dinilai tarifnya berapa. Tapi apakah itu mempengaruhi jabatan,” ujarnya.

Menurut Giri, gratifikasi seks ini lebih mudah dibuktikan dalam kasus tangkap tangan. Namun pe­ngusutannya juga bisa dilakukan bila ada laporan.

Bagaimana melaporkannya? Ada yang menganggap mela­por­kan gratifikasi seks sama saja membongkar aib. Dari sini mun­cul wacana agar pelaporan di­la­ku­kan secara tertutup dan dita­ngani posko khusus.

Namun rupanya KPK tak mem­bedakan pelaporan gratif­i­kasi seks dengan gratifikasi lain­nya. “Kita tidak buat yang nama­nya posko pengaduan. Kalau mau lapor, tempat dan prosedur­nya tetap sama. Tidak ada yang khu­sus soal gratifikasi seks ini,” kata Johan Budi SP, Kepala Humas KPK.

Pengamatan Rakyat Merdeka, masyarakat yang ingin me­la­porkan gratifikasi bisa langsung mendatangi gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Setelah mengisi formulir pe­nga­duan yang bisa diambil di meja resepsionis di lobby, pelapor akan diantar ke Bagian Penga­duan Masyarakat (Dumas) di lantai yang sama.

Staf Bagian Dumas akan me­nampung laporan dan melakukan pencatatan. Laporan gratifikasi ini akan diteruskan Direktur Gratifikasi yang berkantor di lantai tiga.

Tidak adanya perbedaan pro­se­dur menerima laporan gratifikasi seks dengan gratifikasi lainnya ini dibenarkan petugas keamanan yang berjaga di meja resepsionis.

“Dari kemarin sampai seka­rang prosedur dan bagian yang ada di gedung ini masih sama,” kata pria yang mengenakan safari ini.

Johan Budi mengungkapkan belum ada masyarakat yang me­laporkan gratifikasi seks. Wa­lau­pun begitu, pihaknya akan me­ne­rima bila ada melaporkannya.

“Nanti akan kita telaah laporan gratifikasi itu. Apakah gratifikasi seks itu berkaitan dengan penya­lahgunaan wewenang dan ada unsur negara yang dirugikan,” katanya.


Dikasih Gratifikasi Seks, Bagaimana Menyitanya?

Ketua Komisi III DPR I Gede Pa­sek Suardika mengatakan gra­tifikasi seks bukanlah hal baru.

“Bukan hanya sekarang. Ini sudah dari dulu. Bahkan sejak zaman kerajaan,” ujarnya.

Menurut dia, gratifikasi seks diberikan dalam rangka lobi un­tuk mendapatkan maupun me­muluskan proyek.

“Saya melihat fakta, seks yang diberikan kepada oknum-oknum pejabat itu sebagai pintu masuk untuk lobi berikutnya. Bisa saja untuk pemberian uang, barang dan sebagainya tapi dia masuknya lewat itu,” terang Pasek.

Anggota Komisi III DPR Ru­hut Sitompul mengatakan prak­tik menyogok pejabat dengan perempuan sudah ada sejak za­man Romawi. Praktik ini terus ber­langsung sampai kini.

Menurut dia, pembuktian gratifikasi seks ini cukup sulit. Perlu keberanian dari pelapor untuk membongkar pemberian gratifikasi ini.

“Yang jadi ma­salah, masak sih perem­puannya mau nyanyi (mengaku)? Si lelaki mau nya­nyi? Itu kan buka aib,” kata dia.

Desmon J Mahesa, anggota Ko­misi III lainnya melihat, pe­ngusutan gratifikasi seks ini su­lit. “Kalau (gratifikasi) ba­rang jelas, ada buktinya. Nanti KPK bisa menyitanya menjadi milik ne­gara. Bagaimana de­ngan seks? Apa yang akan di­sita?” kata politisi Gerindra ini.

Pembuktian gratifikasi seks ini bukan hal mudah. Pengu­sutan bakal sulit jika hanya di­dasarkan laporan. Apalagi, ma­salah seks terkadang tak bisa di­pidanakan.

“Selama seks itu atas suka sama suka dan pelakunya sudah dewasa, tidak ada unsur pida­nanya. Menurut saya KPK ha­rus hati-hati soal gratifikasi seks itu,” katanya.

Ketua DPR Marzuki Alie menghargai langkah KPK un­tuk mengusut gratifikasi seks ke­pada pejabat negara. Namun menurut dia ada persoalan yang jauh lebih penting ketimbang itu.

“Jauh lebih penting bagai­mana KPK mengintensifikasi aturan dan kewenangan yang dimilikinya untuk memberantas korupsi,” ujar Marzuki.

Bekas sekjen Partai Demok­rat ini menyarankan KPK me­nindaklanjuti dulu saja laporan-laporan masyarakat mengenai kasus-kasus korupsi. Karena, menurut dia, hingga saat ini ma­sih banyak laporan masyarakat soal korupsi yang belum ditin­daklanjuti Komisi yang di­pim­pin Abraham Samad itu.

“Saya rasa baru sebagian kecil saja laporan masyarakat yang ditidaklanjuti. Harusnya kalau ada laporan masyarakat atau kalau ada pejabat negara ataupun lainnya yang kaya men­dadak, segera ditindak­la­n­juti,” ujarnya.

Sebab itu, dia mem­per­ta­nya­kan apakah memang perlu dila­kukan KPK mengintensifkan pengusutan gratifikasi seks.

“Sudah sebejat itukah moral para pejabat di Indonesia ini? Sehingga bukan hanya uang yang dikorupsi, tapi juga wanita di eksploitasi dan menjadi se­perti benda yang dibagi-bagi­kan?” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Kasus Korupsi PT Timah, Sandra Dewi Siap jadi Saksi Buat Suaminya di Depan Hakim

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05

Banjir Rendam 37 Gampong dan Ratusan Hektare Sawah di Aceh Utara

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00

Perkuat SDM, PDIP-STIPAN kembali Teken MoU Kerja Sama Bidang Pendidikan

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46

Soal Kementerian Haji, Gus Jazil: PKB Banyak Speknya!

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34

Pemerintah Harus Bangun Dialog Tripartit Bahas Kenaikan UMP 2025

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24

PWI Sumut Apresiasi Polisi Tangkap Pembakar Rumah Wartawan di Labuhanbatu

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15

Kubu Masinton Pasaribu Berharap PTTUN Medan Tolak Gugatan KEDAN

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59

PKB Dapat Dua Kursi Menteri, Gus Jazil: Itu Haknya Pak Prabowo

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54

MUI Minta Tokoh Masyarakat dan Ulama Turun Tangan Berantas Judol

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43

Bertemu Presiden AIIB, Airlangga Minta Perluasan Dukungan Proyek Infrastruktur di Indonesia

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22

Selengkapnya