Haryono Umar
Haryono Umar
“Yang jelas, kalau untuk penceÂgahan kami selalu melakukannya dengan KPK. Kami terus bekerja sama dengan KPK,†katanya keÂpada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Kemendikbud, lanjut dia, suÂdah membangun zona integritas dan unit gratifikasi. Pihaknya akan selalu melaporkan ke KPK terÂkait laporan harta kekayaan dan upaya pencegahan lainnya.
“Jika hasil audit kami meneÂmuÂkan hal-hal yang perlu ditinÂdaklanjuti maka kami sampaikan ke KPK. Selain itu, KPK juga seÂring minta hasil audit ke kami kan. Dan kami siap membantu KPK,†katanya.
Urusan kelola anggaran, HarÂyono mengaku sudah menerapÂkan pola baru di Kemendikbud. MiÂÂsalnya, di Perguruan Tinggi dan Kopertis dibentuk inspektur yang secara khusus mengawasi anggaran secara detail.
Berikut kutipan selengkapnya:
Pola kerja audit sebelumnya seÂperti apa, sehingga Anda haÂrus mengubahnya?
Dulu, pola kerjanya per wilaÂyah. Misalnya Sumatera, Jawa, atau Indonesia bagian timur. Jadi tidak fokus ketika melakukan audit.
Dengan pola pengawasan baru maka pengawasan anggaran dan pengelolaannya bisa akuntabel. Pengadaannya tidak seperti tahun sebelumnya yang disinyalir ada perÂmainan-permainan. Karena taÂhun lalu itu tidak ada yang foÂkus meÂnaÂngani semacam itu, dan pemeÂrikÂsaannya pun hanya kulit-kulitnya.
Pengawasan hanya dari Kemendikbud dan KPK?
Tidak dong. Pengawasan seÂmaÂcam ini tidak bisa sendiri, seÂhingga kami berkolaborasi deÂngan berbagai pihak. Yaitu, BPKP, KPK, BPK, LSM, dan media.
Kemendikbud tidak mampu melakukan pengawasan senÂdiri?
Bukan seperti itu. Tetapi karena terlalu banyaknya persoalan. Selain itu, yang kami layani ini masyaÂrakat luas terutama yang tidak mamÂpu sekolah. Kadang-kadang program dari kementerian ini tidak sampai ke tingkat bawah.
Bukankah sudah ada dirjen yang khusus mengurusi permaÂsalahan seperti itu?
Betul. Ini memang bukan tugas saya sebagai Irjen di KemenÂdikÂbud. Tetapi kami ini membuka siaÂpa pun yang menyampaikan keÂluhan, ya kami tindaklanjuti.
Contohnya?
Waktu itu ada laporan dari meÂdia yang menyatakan ada anak lulusan SMP tidak mampu meneÂruskan ke tingkat SMA atau sedeÂrajatnya karena miskin. Nah, staf Irjen langsung mendatangi anak itu dan ternyata benar. Kemudian saya bawa ke Dirjen Pendidikan MeÂnengah dan akhirnya bisa meÂneruskan sekolahnya.
Keadaan seperti itu memang bukan tugas Irjen, tetapi karena banyak pihak yang merasa lebih mudah berkomunikasi dengan Irjen, akhirnya kami tindakÂlanÂjuti, karena sebagian dari pelaÂyanan juga.
Anggaran untuk pendidikan sering tidak sampai ke masyaÂraÂkat bawah ya?
Kami selalu mengingatkan keÂpada seluruh jajaran kementerian dari pusat hingga daerah bahwa anggaran itu bukan uang kita. Itu uang rakyat yang harus dikemÂbaliÂkan lagi ke rakyat dalam benÂtuk bantuan, misalnya sekolah gratis dan lainnya.
Kenapa anggaran pendidiÂkan ini sering tidak sampai ke daerah?
Anggaran untuk pendidikan itu kan seluruhnya mencapai Rp 300 triliun lebih, sekitar Rp 220 triliun masuk APBD.
Tetapi, setelah kaÂmi pelajari, terÂnyata kurang diaÂwasi, ini berÂbahaya. Anggaran yang banyak itu semestinya diÂnikÂmati maÂsyaÂrakat.
Memang larinya kemana anggaran itu?
Anggaran besar itu untuk maÂsyarakat, tetapi banyak masyaÂrakat yang tidak menikmati. MiÂsalÂnya untuk tunjangan guru yang tidak sampai atau penyaluran BOS yang tidak tepat sasaran. ConÂtohnya lagi untuk pemÂbaÂngunan sekolah tetapi dikorupsi.
Karena itulah, kami harus memÂbangun sistemnya. Kami sudah membawa masalah ini ke KPK unÂtuk memÂbangun bentuk pengaÂwasannya yang melibatkan banyak pihak, termasuk kerja saÂma dengan Mendagri.
Bentuk pengawasannya seÂperÂti apa?
Bentuknya bagaimana, saat ini belum final karena sedang diÂgoÂdok. Secepatnya akan terbenÂtuk. KaÂrena anggaran di KemenÂdikÂbud tahun 2013 itu sebanyak Rp 73 triliun dan hampir Rp 40 triÂliun untuk Perguruan Tinggi.
Pengawasan yang ada saat ini tidak efektif?
Ya. Jangan sampai terjadi lagi kaÂsus di Universitas Bengkulu, benÂÂdaharanya membawa kabur uang sekitar Rp 5 miliar. Karena ituÂlah, kami sudah buat edaran agar atasan seluruh Perguruan Tinggi memeriksa keuangan miÂnimal tiga bulan sekali.
Pengawasan itu harus ada di setiap lini. Kami sudah memperÂkuat sistem atau satuan pengaÂwasan intern atau satker, baik di Perguruan Tinggi maupun KoperÂtis dan lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Bentuknya bagaimana, saat ini belum final karena sedang diÂgoÂdok. Secepatnya akan terbenÂtuk. KaÂrena anggaran di KemenÂdikÂbud tahun 2013 itu sebanyak Rp 73 triliun dan hampir Rp 40 triÂliun untuk Perguruan Tinggi.
Pengawasan yang ada saat ini tidak efektif?
Ya. Jangan sampai terjadi lagi kaÂsus di Universitas Bengkulu, benÂÂdaharanya membawa kabur uang sekitar Rp 5 miliar. Karena ituÂlah, kami sudah buat edaran agar atasan seluruh Perguruan Tinggi memeriksa keuangan miÂnimal tiga bulan sekali.
Pengawasan itu harus ada di setiap lini. Kami sudah memperÂkuat sistem atau satuan pengaÂwasan intern atau satker, baik di Perguruan Tinggi maupun KoperÂtis dan lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30