Dalam Focus Group Discussion (FGD) mengenai Peluang dan
Tantangan Ruang Bawah Tanah DKI Jakarta yang digelar di Hotel Millenium,
Jakarta, tanggal 20 Desember lalu terungkap sebuah hasil penelitian
yang cukup mengejutkan.
Banjir di Jakarta yang kerap terjadi bila
curah hujan tinggi juga disebabkan oleh dataran banjir sebagai
konsekuensi dari posisi Teluk Jakarta yang ada di utara sebagai tinggian
tektonik sementara kawasan di bagian selatan terus mengalami penurunan.
Hasil penelitian ini disampaikan mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi
Indonesia (IAGI) DR. Andang Bachtiar yang menjadi salah seorang
pembicara dalam FGD yang dihadiri sekitar 20 pembicara dari berbagai
bidang seperti geologi, geofisika, geoteknik, geodesi, geodinamik,
konstruksi, air tanah, dan kegempaan.
Kantor Staf Khusus
Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) merilis hasil
penelitian yang dipaparkan DR. Andang Bachtiar tersebut beberapa saat
lalu (Selasa petang, 25/12).
Disebutkan antara lain bahwa
tidak pernah terjadi intrusi air laut ke dalam lapisan air tanah
tertekan di Jakarta apalagi sampai di bawah Monumen Nasional. Yang
terjadi malah sebaliknya, banyak air tawar keluar (discharged) sebagai mata-air di kawasan pantai dan teluk di utara Jakarta.
Kandungan air yang keluar ini agak payau di air tanah dalam karena
bercampur dengan air perasan dari lempung-lempung pengapit di atas dan
di bawah akwifer akibat proses kompaksi biasa.
Menurut DR.
Andang Bachtiar, data isotop juga menunjang kesimpulan tersebut. Di
pinggiran laut, seperti di Muara Baru sampai ke kawasan Ancol, tentu
saja, air tanah bebas dangkal dan air permukaan dipengaruhi oleh pasang
surut air laut di sana.
Juga disebutkan bahwa hasil penelitian
yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Institut
Teknologi Bandung (ITB) itu telah disosialisasikan sejak 2002. Selama 10
tahun terakhir hasil uji isotop dan pemetaan sifar kimia air tanah
seluruh daerah Jakarta makin menguatkan kesimpulan tersebut.
"Kurangnya sosialisasi hal ini ke masyarakat sehingga infonya tidak
sampai. Sementara sebagaian birokrasi dan masyarakat menganggap hal ini
tidak memiliki konsekuensi apa-apa ke masa depan," ujar SKP BSB Andi
Arief yang merilis hasil penelitian itu.
Hasil lain dari penelitian itu menyebutkan bahwa pada lapisan yang diperkirakan berasal dari dari masa Mid Holocene
atau memiliki usia geologi sekitar 4.000 hingga 5.000 tahun lalu garis
pantai mundur sampai di selatan Monas yang menyebabkan diendapkannya
lapisan sedimen laut dengan air asin di dalamnya.
Kalau
kasusnya seperti itu, maka memang air di dalam akwifer tersebut sudah
asin dari asalnya, dan sering juga disebut sebagai connate water. Kedalaman lapisan-lapisan tersebut lebih 300 hingga 400 meter daerah Jakarta Pusat dan makin mendangkal ke selatan.
Penelitian ini juga mengungkap bahwa kawasan Teluk Jakarta adalah
tinggian lokal, sementara dari pantai teluk ke arah selatan adalah
rendahannya yang disebut West Ciputat Low.
Oleh karena
ini, meskipun ada 13 sungai mengalir membawa sedimen ke arah Teluk
Jakarta, tetap saja tidak terbentuk delta di bagian muara teluk.
Sedimen-sedimen yang dibawa sungai-sungai itu sebagian besar
diendapkan di rendahan Ciputat Barat yaitu di daratan Jakarta yang
secara geomorfologi disebut sebagai Dataran Banjir Jakarta. Lantas
ketika masuk ke Teluk Jakarta sungai-sungai itu hanya menyisakan
suspensi halus dan arus sungai yang lemah.
"Ini menjawab pertanyaan mengapa ada dataran banjir di Jakarta," demikian Andi Arief. [guh]