Hal ini dinyatakan anggota KoÂmisi E DPRD DKI Jakarta Wanda Hamidah. “MenyeleÂsaikan perÂmaÂsalahan ini prosesÂnya panjang sekali,†ujarnya, kemarin.
Dalam konsep KJS, katanya, setiap warga Jakarta idealnya menÂÂdapatkan akses rumah sakit (RS) graÂtis, terutama bagi masyaÂrakat meÂnengah ke bawah. Di saat yang sama, hal-hal teknis seperti pemÂbangunan RS juga harus menÂjadi perhatian Pemprov DKI.
“Harus punya banyak rumah saÂkit. SDM, dokter, spesialis, harus ada di setiap Puskesmas. Harus ada kegiatan preventif di sekolah-seÂkolah tentang keseÂhatan. Jadi nggak cuma pas sakit, baru masuk rumah sakit,†saran Wanda.
Di sisi lain, KJS yang dilunÂcurÂkan sejak 10 November lalu ini, ternyata juga dimanfaatkan okÂnum tertentu untuk mengambil keuntungan. Misalnya di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, terjaÂdi praktek percaloan dengan meÂmanfaatkan pasien yang tidak ingin antri terlalu lama.
Oknum tersebut menawarkan jasa kepada pasien untuk memÂpersingkat nomor antrian. Hal itu diakui Suryati (46), seorang paÂsien pemegang KJS yang meÂngantri di loket penÂdaftaran RSUD Cengkareng.
“Tadi saya ditawarin sama orang, kalau mau dapat nomor antrian terdepan diurusin, cuma bayar Rp 30 ribu,†katanya.
Suryati yang menderita penyaÂkit paru-paru itu memang sering berobat ke RSUD Cengkareng. Dia mengakui, sejak KJS dilunÂcurkan, jumlah pasien semakin membludak. Dia pun harus daÂtang lebih awal agar tidak terÂlaÂlu lama mengantri.
“Pukul 06.00 pagi biasanya saÂya ke sini, itu saja dapat antrean noÂmor 200. Kalau pakai calo, nggak perlu menunggu lama. BaÂyar, langsung dipanggil,†ujarnya.
Hal senada diungkapkan Juju (42), warga Semanan, Kalideres. Penderita radang ini mengaku anÂtri sejak pukul 07.15 WIB. KaÂreÂna banyaknya pengunjung, JuÂju tidak bisa membedakan antara calo dan pasien.
“Tadi saya pikir dia pasien juÂga, eh ternyata meÂngajak ngobÂrol nawarin jasa unÂtuk dapat noÂmor antrian muda, ya saya toÂlak,†ujarnya kesal.
Juju sangat menyayangkan meÂrajalelanya calo di RSUD CengÂkareng. Selain banyaknya calo, KJS juga dimanfaatkan orang mamÂpu. Juju mengaku sering meÂlihat pemegang KJS justru naik mobil saat datang ke RSUD CengÂÂkareng. “Pakai KJS, tapi baÂyar juga, saÂma saja bohong. Udah gitu yang kaya juga bisa gunain. Gimana sih ini,†curhatnya.
Pengantri lainnya Lubis meÂnuturkan, antrian di RSUD meÂmang selalu ramai. Bahkan ada yang sejak jam 04:00 pagi. “MaÂlah ada yang nginep,†ujarnya.
Kepala Pelayanan Medis RSUD Cengkareng Budiman memÂbantah banyaknya calo di RS tersebut. Dia meÂngakui, deÂngan adanya KJS, paÂsien semakin bertambah. Dalam sehari, pasien KJS di RSUD Cengkareng berÂjumlah 400-500 orang.
Untuk itulah, pihaknya meÂlaÂkukan pengawasan secara khuÂsus. “Mana mungkin ada calo, toh semua sekuriti kami mengawasi. Itu isu saja. KJS kan tidak bisa diwakili. Sejauh ini belum ada laporan, buat apa ditindakÂlanÂjuti,†kata Budiman.
Budiman menjelaskan, ketatÂnya pengawasan tergambar dari pemeriksaan berkas oleh tiga peÂtuÂgas penerima berkas pengoÂbatan pasien KJS. Saat pengamÂbilan nomor di kasir, pasien seÂlalu diawasi satu pengawas, seÂkuriti dan supervisor kontrol. Selain itu, pasien KJS juga wajib menunÂjukkan berkasnya sendiri, tidak bisa dititipkan ke orang lain.
Perangi Calo KJS Dengan CCTV
Wakil Gubernur Jakarta BaÂsuki Tjahya Purnama alias Ahok, mengaku siap perang dengan paÂra calo noÂmor antrian tiket Kartu Jakarta Sehat (KJS). Salah satu caranya, memasang CCTV.
Selain CCTV, jelas Ahok, juga akan diterapkan sistem online guÂna memberantas calo KJS. Di era terdahulu, akunya, program JaÂminan Kesehatan Daerah (JamÂkesda) dan Keluarga Miskin (GaÂkin) memang sudah marak deÂngan calo. Karena itu Ahok mengÂimbau masyarakat jangan percaya dengan calo.
Sedangkan Gubernur DKI JaÂkarta Joko Widodo alias Jokowi menyamÂpaiÂkan, kelemahan progÂram Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) akan tampak pada tiga bulan ke depan.
Pemerintah Provinsi DKI JaÂkarta terus melakukan pengaÂwaÂsan sejak kedua kartu tersebut diÂluncurkan. “Kita kontrol dan evaluasi. Sekitar Februari 2013-lah,†kata Jokowi.
Jokowi menjelaskan, pelaksaÂnaan program KJS dan KJP perlu diawasi secara ketat, karena meÂnelan anggaran yang besar. MaÂsing-masing program mengÂhaÂbiskan anggaran lebih dari Rp 1 triliun. Bila evaluasi program ini berjalan konsisten, lanjutnya, peÂlaksanaan KJS dan KJP akan diteruskan sebagai program ungÂgulan setiap tahun.
“Ini akan jadi kegiatan besar karena menggunakan dana yang sangat banyak. Makanya kita bentuk tim evaluasi, termasuk meÂliÂbatkan masyarakat untuk meÂngawasi agar jalannya nggak keluar dari kontrol,†ujarnya.
Seperti diketahui, pada 10 NoÂvember 2012, KJS resmi dilunÂcurkan untuk 3.000 warga dan pada 1 Desember 2012, menyusul lebih dari 3.000 KJP dibagikan untuk siswa SMA/SMK miskin di wilayah Jakarta.
Berbeda dengan KJP yang haÂnya ditujukan untuk siswa tidak mampu, KJS ditargetkan akan menyasar 4,7 juta jiwa warga JaÂkarta atau setengah dari jumÂlah penduduk ibukota. DeÂngan caÂtatan, para pengguna KJS berÂsedia berobat di Puskesmas atau rawat inap di RSUD kelas tiÂga. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22