Amir memegang bidak putih. Sementara, Sihabuddin, lawan mainnya mengatur langkah-langkah bidak hitam.
Singkat cerita, Amir keluar sebagai pemenangnya. Keduanya lalu beranjak dari meja catur dan melihat-lihat pameran yang diÂgelar di The East Building, Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Papan catur yang dimainkan Amir dan Sihabuddin adalah karÂya narapidana (napi). Kerajinan ini salah satu produk yang diÂpamerkan di Napi Craft di lobby gedung ini.
Di pameran yang berlangsung sejak Senin lalu hingga Jumat ini ditampilkan produk kerajinan maupun karya seni para napi dari lapas di seluruh Indonesia.
Layaknya pameran, disediakan stand-stand yang memajang karÂya napi. Setiap stand ditunggu waÂnita yang rata-rata masih muda. Mereka adalah pegawai Kementerian Hukum dan HAM, pegawai Ditjen Pemasyarakatan maupun napi wanita.
“Barang yang dipamerkan di sini ada sekitar dua ratusan jenis. Mulai dari hasil kerajinan, lukiÂsan hingga produk makanan. SeÂmuanya buatan napi dari seluruh lapas di Indonesia,†jelas Tuti NurÂhayati, Kepala Bidang KeÂmanÂdirian Ditjen Pemasyarakatan.
“Barang kerajinan itu meliputi sandal, sepatu, pakaian tradisioÂnal dan modern, kain batik, temÂpat tisu, lampu kayu dan beberapa furnitur dari kayu. Ada juga baÂrang-barang tembikar,†tambahnya.
Meskipun buatan napi, Tuti yang juga penanggung jawab keÂgiatan ini, menjamin kualitasnya tiÂdak kalah produk yang ada di paÂsaran. Bahkan, kata dia, ada beÂberapa karya napi yang sudah diekspor ke beberapa negara lain.
Tuti lalu menunjuk kursi dari bahan anyaman di stand yang ada di muka lobby. Bentuk kursi itu sebenarnya biasa. Ada tempat duduk dan sandaran punggung. Yang berbeda, kursi ini dihiasi ukiran tradisional. Kursi ini juga terbuat dari kayu jati yang selama ini dikenal awet lama.
“Ini karya napi dari lapas narÂkoÂtika Gintung, Cirebon. Ini suÂdah di ekspor ke beberapa negara teÂtangga. Banyak juga kantor yang pesan kursi ini,†ungkap Tuti.
Kerajian buatan napi yang diÂpamerkan di sini juga bisa diÂmiliki pengunjung. Harga karya-karya itu mulai puluhan ribu samÂpai puluhan juta.
“Paling murah harganya Rp 10 ribuan. Biasanya produk-produk makanan. Misalnya gula semut, keripik singkong dan ada bebeÂrapa lainnya,†jawabnya.
Karya termahal yang dipamerÂkan adalah lukisan yang dipajang di lantai dua lobby East Building. Lukisan itu dibanderol Rp 25 juta.
Tuti lalu mengajak Rakyat MerÂdeka berjalan ke arah samÂping gedung. Di tempat ini, diÂpaÂmerkan berbagai jenis pakaian dan batik. Di salah satu stand di situ terlihat para napi sedang meÂnunjukkan kebolehannya memÂbuat barang-barang kerajinan.
Sambil duduk diatas kursi kecil, Agus mencelupkan canting ke wajan kecil berisi cairan peÂwarna yang tengah dipanaskan deÂngan anglo atau kompor kecil.
Mulutnya meniup canting. SeÂmentara tangan kirinya merÂaÂpiÂkan kain mori yang diletakkan di pangkuan kedua kakinya.
“Ini namanya batik tulis. MemÂbuatnya harus hati-hati dan penuh dengan kesabaran. Tidak bisa dengan cara terburu-buru,†jeÂlasnya sambil terus membatik.
Agus adalah napi Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur yang diikutsertakan dalam pameran ini. Ia memiliki keahlian memÂbuat batik tulis.
“Selama lima tahun di dalam penÂjara, setiap hari saya selalu meÂngisinya dengan membuat baÂtik. Ilmu batik ini saya peroleh di dalam penjara melalui program kemandirian napi,†tuturnya.
Adi, napi Lapas Salemba, JaÂkarta Pusat juga ikut unjuk keÂboÂlehan di pameran ini. MeÂngeÂnaÂkan kemeja kuning bertuliskan “Bengkel Bangkitâ€, dia meÂnunÂjukkan keahliannya membuat sandal yang biasa disediakan di kamar untuk tamu hotel.
Ia mengambil lembaran karet dari kantong plastik. Dengan penÂsil, dia membuat pola di lembaran karet itu. Pola yang terbentuk lalu dipotong dengan gunting.
“Ini untuk buat alasnya. Dari sini, terserah kita mau buat sandal yang model apa. Kalau polos tingÂgal kita pasang pengaitnya. Kalau mau corak, tinggal kita tempelkan kain bermotif. Simpel saja,†kata napi yang mengaku akan bebas setahun lagi ini.
Sandal buatan Adi ini bukan haÂnya dipasarkan di Lapas SaÂlemba. Beberapa hotel ternama di Jakarta yang beberapa kali meÂmesan sandal kepada Adi dan kaÂwan-kawan.
“Pernah dapat order hingga beÂberapa ribu pasang sandal dari seÂbuah hotel ternama di Jakarta. Tapi karena bahan-bahannya terÂbatas, tenaga juga kurang, kami tidak mampu memenuhi seÂluÂruhnya dari order tersebut,†beber pria berkulit sawo matang itu.
Tuti menambahkan, awalnya produk napi ini hanya dipasarkan di koperasi lapas saja. PembÂeÂliÂnya tentu hanya kalangan napi, peÂgawai lapas dan para pembesuk.
“Tapi lewat mulut ke mulut, proÂduk napi mulai banyak dikeÂnal. Orang dari luar ikut membeli dalam jumlah besar. Banyak peÂdagang yang bekerja sama deÂngan lapas untuk memasarkan karya napi ini,†kata Tuti.
“Tidak Pakai Seragam, Napi Bisa Saja Kaburâ€
Para narapidana yang meÂngikuti pameran Napi Craft bisa seÂjenak menghirup udara di luar penjara. Kesempatan ini bisa diÂgunakan untuk kabur. Ditjen PeÂmasyarakatan pun menyeleksi ketat napi yang bisa ikut ajang ini.
Ketua Bidang Pembinaan DitÂjen Pemasyarakatan, Tuti NurÂhaÂyati mengatakan, napi yang ikut pameran di The East Building, Mega Kuningan ini tak meÂngeÂnakan seragam. Sulit meÂmÂbeÂdaÂkannya dengan pengunjung.
“Selama disini, napi berhak pakai pakaian bebas. Bisa jalan dari stand satu ke stand yang lain. Tentunya peluang untuk lari, bisa saja terjadi,†terangnya.
Untuk mencegah napi kabur, panitia berkoordinasi dengan peÂtugas lembaga pemasyaraÂkatan. Hanya napi yang memenuhi syaÂrat yang bisa ikut pameran.
Apa syaratnya? “Pertama, napi itu harus sudah menjalankan masa hukuman minimal dua per tiga dari vonis. Sehingga keÂmungÂkinan untuk kabur, itu saÂngat kecil sekali,†tambahnya.
Napi yang sudah menjalani 2/3 masa hukuman memang berÂhak mengajukan bebas berÂsyaÂrat. Ini untuk memberikan keÂsempatan bersosialisasi dengan masyarakat sebelum benar-benar keluar dari lapas.
Napi yang dipilih, lanjut Tuti, bukan yang terlihat kejahatan berat. Seperti pembunuhan, narÂkoba dan korupsi. Juga bukan reÂsidivis yang sudah sering keluar-masuk penjara.
“Tentunya napi itu berkelakuan baik selama di tahanan dan meÂmang memiliki bakat untuk nanti diperlihatkan,†ujarnya. Hanya napi penghuni lapas di JaboÂdeÂtaÂbek yang bisa ikut pameran ini.
Agus, napi Lapas Kelas I CiÂpinang, Jakarta Timur terpilih jadi peserta pameran karena memiliki keahlian membatik. Dari peÂnamÂpilan, tidak ada menyangka Agus adalah narapidana. Ia terlihat mengenakan topi, kaos hitam, celana jeans dan sepatu kets.
Di sela-sela melakukan demo memÂbatik, Agus terkadang berÂcanda dengan pegawai lapas.
Pria paruh baya ini juga tak seÂgan-segan meminta rokok kepada pegawai lapas yang menunggui standa ini.
“Agus itu salah satu tahanan yang berkelakuan baik. Dia sudah menjalani lima tahun penjara. Beberapa bulan lagi akan bebas,†kata Sulistio, Kepala Bimbingan Kerja Lapas Cipinang.
“Karena sudah lima tahun, tenÂtunya kami sangat akrab dengan Agus. Apalagi, kami sering terÂliÂbat dalam bimbingan peÂmÂbuaÂtan baÂtik di Lapas,†tambahnya.
Dapat Order Bikin Sandal Tamu Hotel
Memiliki keahlian yang dikembangkan di dalam penÂjara, para narapidana bertekad membuka usaha setelah menÂjalani masa hukuman.
Adi, 27 tahun, napi penghuni Rutan Salemba, Jakarta ini akan membuka usaha pembuatan sandal setelah bebas. Pria yang dijebloskan ke penjara karena membawa kabur pacarnya ini sering mendapat order memÂbuat sandal dari salah satu hotel ternama di ibu kota.
“Dengan bakat inilah saya akan meneruskan hidup di Jakarta bila sudah keluar nanti. Teman-teman juga sudah sÂeÂpaÂkat untuk kerja sama bÂareng. Mudah-mudahan terlaksana. Amin,†tutur pria asal PemaÂlang, Jawa Tengah ini.
Hal senada disampaikan Agus, napi penghuni Lapas KeÂlas I Cipinang, Jakarta Timur. Keahlian membuat batik tulis selama di penjara akan diterusÂkan ketika dirinya bebas.
“Insya Allah. Saya akan beÂbas sekitar 5-7 bulan lagi. Belakangan ini saya sudah ada pembicaraan dengan teman-teÂman, khususnya yang telah beÂbas dan akan mau bebas tenÂtang usaha bersama,†kata Agus.
Ia berencana membuat keÂlomÂpok usaha dengan para napi lainnya. Ada yang menjadi peÂrancang dan pembuat batik tulis. Juga ada yang berperan sebagai pemasarnya.
Agus dan kawan-kawan bahÂkan sudah memiliki nama untuk merek produk batik mereka.
“Namanya Lapina. Singkatan dari Lapas Cipinang,†ujarnya.
“Modalnya swasembada dari kita. Produksinya di rumah saja biar bisa ajak para tetangga untuk terlibat,†katanya sambil tersenyum.
Dirjen Pemasyarakatan Sihabuddin mendukung renÂcana napi yang hendak memÂbuka usaha setelah menjalani masa hukuman. Ia mengatakan tengah mempersiapkan proÂgram untuk napi yang akan haÂbis masa hukumannya.
“Nanti menjelang bebas, mereka dilatih. Setelah bebas meÂreka akan ditawari oleh DepÂsos (maksudnya KemenÂterian Sosial/Kemensos) untuk masuk bidang pekerjaan yang sesuai dengan mereka,†ujarnya.
Untuk memberdayakan para bekas napi ini, Kementerian HuÂkum dan HAM akan bekerja sama dengan Kementerian Sosial maupun Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
“Nanti mereka (napi) yang punya keahlian khusus akan dimodali. Mereka akan dilatih oleh Depnakertrans,†kata Sihabuddin.
Narapidana itu akan didaftarÂkan ke Kemensos untuk memuÂlai usahanya. Napi juga bisa membuat usaha secara berÂkeÂlomÂpok. “Insya Allah tahun 2013 akan terealisasi,†terangnya.
Beberapa jenis usaha yang akan mendapat bantuan modal yakni tambal ban, membuat bola, dan cukur rambut. BanÂtuan modal yang diberikan terÂgantung proposal yang diajuÂkan napi.
Dari Bulu Mata Palsu Sampai Kapal Phinisi
Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin optimistis jika para narapidana memiliki potensi untuk bersaing di dunia kerja dan dunia usaha setelah mereka.
Itu disampaikannya setelah berkunjung ke pameran Napi Craft 2012 di East Building, Mega Kuningan, Jakarta SelaÂtan. Di tempat ini dipamerkan berbagai karya dan produk para napi dari seluruh Indonesia.
Menurut Amir, para naraÂpiÂdana ini bisa menghasilkan proÂduk-produk bernilai ekoÂnomis yang saat ini dipamerkan dalam acara Napi Craft 2012 tersebut.
“Pameran hasil karya napi ini selaras dengan perkembangan lingkungan strategis global dan kebijakan pembangungan naÂsioÂnal di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif,†kata Amir, Senin (17/12).
Menurut Amir, banyak hasil karya narapidana yang telah diÂpasarkan ke luar negeri. Dalam pameran Napi Craft 2012 ditampilkan sekitar 1.500 hasil karya narapidana.
Di antaranya adalah miniaÂtur sepeda motor karya Lapas TaÂngerang, bola kaki karya LaÂpas Cirebon, dan bulu mata palÂsu karya Lapas Cianjur. Juga ada miniatur kapal phinisi. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22