Berita

Mahfud MD

Wawancara

WAWANCARA

Mahfud MD: Kalau Perlu Lapor Ke PBB Atau Malaikat Penjaga Neraka

RABU, 19 DESEMBER 2012 | 08:54 WIB

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tidak mau ambil pusing atas pengaduan Letjen (Purn) Suharto ke Bareskrim Polri.

“Saya tidak tahu dan tidak ingin tahu soal apa yang dilaporkan ke Mabes Polri itu. Tidak peduli pada sensasi begituan,” kata Mahfud MD kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, Letjend (purn) Suharto melaporkan Ketua MK Mahfud MD dan delapan hakim MK lainnya ke Bareskrim Polri, Senin (17/12).  Sebab, di­duga memalsukan data terkait putusan MK soal Lumpur Lapindo.

“Kami diminta klien kami, Letjen (purn) Suharto untuk melaporkan pidana atas dugaan memasukkan data atau kete­rangan palsu pada putusan MK No­mor 53/PUU.10 Tahun 2012 ten­tang kasus Lapindo itu. Ber­dasarkan salinan putusan yang kami terima itu, ada beberapa informasi menurut kami  patut diragukan keabsahannya,” kata pengacara Suharto, Taufik Budiman.

Mahfud MD selanjutnya me­ngatakan, silakan saja dilaporkan ke Mabes Polri bila tidak puas ter­hadap putusan yang diambil MK.  

“Kalau perlu lapor ke PBB atau ke Malaikat penjaga neraka. MK sudah sering dilaporkan atau digugat semacam itu,” ujarnya.


Berikut kutipan selengkapnya:


Nggak gentar?

Ya. Saya tidak akan melakukan apa-apa. Memangnya tidak ada kerjaan mau mengurusi sensasi-sensasi seperti itu.


Bagaimana kalau Bareskrim memanggil Anda?

Kalau Bareskrim memanggil kami, ya tentunya kami akan datang. Tapi sepertinya pelapor tidak tahu bedanya peradilan konstitusi dan peradilan umum.

Jujur saja, kalau saya sih buang-buang waktu saja kalau meladeni orang yang tidak paham semacam itu.

Biarkan Bareskrim saja yang menindaklanjutinya.


Dalam laporan itu, vonis MK mengandung vonis fiktif, apa benar begitu?

Tidak ada yang fiktif. Mereka saja yang tidak tahu memilah-milah kewenangan lembaga peradilan. Mereka meminta judicial review atau pengadilan atas peraturan abstrak. Tapi mau memaksa MK masuk ke kasus konkret. Ya, tidak bisalah seperti itu. MK itu memihak rakyat yang jadi korban, sehingga negara harus turun tangan.


Sebenarnya apa yang dituntut dalam judicial review itu?

Mereka itu menuntut agar pasal 18 Undang-Undang APBN-P yang menentukan bahwa korban Lapindo di luar area terdampak dibayar oleh negara agar dibatalkan.

Itulah yang kami tolak. Karena kalau dikabulkan rakyat yang ada di luar area terdampak akan menjadi korban, tidak ada yang bayar.


Sebenarnya apa yang dituntut dalam judicial review itu?

Mereka itu menuntut agar pasal 18 Undang-Undang APBN-P yang menentukan bahwa korban Lapindo di luar area terdampak dibayar oleh negara agar dibatalkan.

Itulah yang kami tolak. Karena kalau dikabulkan rakyat yang ada di luar area terdampak akan menjadi korban, tidak ada yang bayar.


Mengapa tidak dibebankan kepada Lapindo saja?

Lho, ini kan pengujian Un­dang-Undang. MK kan tidak boleh masuk ke dalam kasus konkret. Lapindo kan sudah wajib membayar di area terdam­pak sesuai dengan kesepakatan antar mereka.

Kemudian yang tidak masuk di dalam kesepakatan karena tidak terkena dampak itu, siapa yang bayar kalau pasal itu dibatalkan. Saksi korban sendiri menolak pencabutan pasal itu kok.


Siap saksi itu?

Saksi dari lokasi yang dida­tangkan dari luar area terdampak ke sidang MK, malah menolak keras pencabutan pasal itu. Mereka kan bilang, pokoknya dibayar, tidak peduli dari uangnya dari mana.

Memang negara harus mem­bayar mereka. Soal negara mau minta ke Lapindo, itu bukan urusan korban. Inilah tidak disa ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi.


Bukankah MK bisa mem­batalkan pasal itu?

MK memang bisa mem­batalkan pasal. Tapi tidak bisa menetapkan pembebanan ganti rugi. Tidak usah sarjana hukum, mashasiswa hukum satu semester saja sudah tahu bahwa kalau menentukan ganti rugi itu urusan peradilan di lingkungan MA.

Coba, kalau MK membatalkan pasal itu, tidak akan ada landasan hukum untuk menyelematkan masyarakat yang ada di luar area terdampak. MK tidak mau sok pahlawan, tapi mengorbankan rakyat.


Sok pahlawan bagaimana?

Ya, sekarang ini kan ada kegenitan.


Maksud Anda?

Ya, sekarang ini kalau meng­hantam Lapindo itu sepertinya pahlawan pembela rakyat. Mungkin untuk sebagian orang itu benar. Tapi soal ini, jika pasal itu dibatalkan berarti kami menelantarkan rakyat. Saya rasa, jangan main-main dengan nasib rakyat. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya