Cukup dengan memberikan penghargaan juga berbagai hadiah yang melambangkan kemegahan Eropa, raja-raja Jawa itu akan memberikan apapun yang diminta oleh kaum kolonial.
Cerita tentang cara kaum kolonial Eropa menaklukkan raja-raja pribumi itu disampaikan ekonom senior DR. Rizal Ramli ketika berbicara dalam kuliah umum di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara di Medan, kemarin (Sabtu,15/12).
Rizal mengatakan dirinya kecewa karena praktik kolonial dari abad-abad yang lampau itu ternyata masih terjadi hingga kini. Beberapa waktu lalu Presiden SBY mendapatkan gelar Grand Cross of the Order of Bath dari Ratu Inggris. Banyak kalangan yang menilai, pemberian gelar kehormatan dari Inggris ini adalah hasil tukar menukar dengan pengelolaan tambang gas di Tangguh yang dibrikan kepada British Petroleum (BP) milik Inggris.
"Kata Raffles, kalau sudah disanjung dan dihujani puji-pujian apapun diberikan raja pribumi untuk kaum penjajah," ujar Rizal Ramli dalam kuliah umum bertema "Menata Ulang Kedaulatan Ekonomi Bangsa" itu.
Rizal Ramli menggarisbawahi salah satu persoalan mendasar dari ketergantungan Indonesia pada pihak asing pasca reformasi adalah ketidakmampuan pemerintah dan parlemen merumuskan perangkat UU yang pro pada kepentingan nasional. Menurut catatannya, ada lebih dari 20 UU yang bertentangan dengan UUD 1945. UU 22/2001 tentang Migas adalah salah satunya.
Pendiri Econit Advisory Group itu mengatakan, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber gas alam dalam jumlah cukup besar. Tetapi jangankan masyarakat, perusahaan pembangkit listrik milik negara saja kesulitan mendapatkan gas sehingga akhirnya harus menggunakan mesin pembangkit listrik tenaga solar yang jauh lebih mahal. Kekurangan gas di dalam negeri terjadi karena UU Migas mengharuskan pemerintah mengekspor sebagian besar produksi gas nasional.
"Cost untuk menghasilkan 1 kWh listrik dengan menggunakan gas hanya 3 sen dolar AS, sementara dengan solar antara 36 hingga 40 sen dolar AS," katanya lagi.
"Coba bayangkan, Singapura menggunakan gas Indonesia untuk memproduksi listrik, sementara kita membeli solar yang 10 kali lebih mahal dari Singapura untuk pembangkit listrik kita," demikian Rizal Ramli. [guh]
Populer
Senin, 27 Januari 2025 | 02:16
Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03
Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05
Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14
Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21
Senin, 27 Januari 2025 | 14:00
Jumat, 24 Januari 2025 | 13:47
UPDATE
Senin, 03 Februari 2025 | 21:39
Senin, 03 Februari 2025 | 21:25
Senin, 03 Februari 2025 | 21:17
Senin, 03 Februari 2025 | 21:00
Senin, 03 Februari 2025 | 20:53
Senin, 03 Februari 2025 | 20:49
Senin, 03 Februari 2025 | 20:49
Senin, 03 Februari 2025 | 20:43
Senin, 03 Februari 2025 | 20:42
Senin, 03 Februari 2025 | 20:39