Berita

ilustrasi, BBM Subsidi

Bisnis

BBM Subsidi Tahun Ini Bocor Negara Tekor Rp 38 Triliun

DPR Minta Sistem Pengendalian Bensin Di Seluruh SPBU Online
KAMIS, 06 DESEMBER 2012 | 08:36 WIB

Gara-gara penyelundupan, kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jebol. Negara pun tekor hingga Rp 38 triliun tahun ini. Terlalu...!!!

Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam menga­takan, jika target pertumbuhan ter­koreksi, sewajarnya konsumsi BBM bersubsidi juga berkurang.

   “Ta­pi yang terjadi sebaliknya dan ang­kanya sangat besar. Berarti ke­bocorannya luar biasa sekitar Rp 30 triliun hingga Rp 38 tri­li­un,” katanya di Jakarta, kemarin.

Perhitungannya, menurut Ecky, terletak pada APBN 2012 dengan target pertumbuhan eko­nomi 6,7 persen. Po­sisi  konsumsi BBM sub­­sidi diperkirakan men­ca­pai 40 juta ki­loliter (KL). Saat asumsi pertum­buhan diturunkan pada APBN Perubahan (APBNP) 2012 men­jadi 6,5 persen, kuota BBM sub­sidi justru ditambah 4,04 juta KL.

Apalagi akhir tahun ini per­tum­buhan ekonomi diperkirakan ha­nya 6,3 per­sen, tapi kuota BBM ber­sub­sidi lagi-lagi akan ditam­bah 1,2 juta KL sehingga total menjadi 45,24 juta KL.

“Karena pertumbuhan ekono­mi tahun ini tidak mencapai 6,7 persen, konsumsi BBM bersub­sidi seha­rusnya di bawah 40 juta kiloliter,” tutur Ecky.

Angka pertumbuhan ekonomi 6,3 per­sen, lanjut dia, seharusnya kon­sum­si BBM bersubsidi ha­nya 37,6-38 juta KL. Ini artinya, ke­bocoran BBM bersubsidi ta­hun ini bisa mencapai 7,6 juta KL atau 16,8 persen.

“Itu perhitungan kasar dengan asumsi sederhana dan logika linear, tapi dari situ bisa diper­ki­rakan betapa besarnya kerugian ne­gara dari kebocoran BBM ber­subsidi,” kata Ecky.

Anggota Komisi VII DPR Rofi’ Munawar mendesak peme­rintah menerapkan sistem moni­toring dan pengendalian BBM bersubsidi secara online di se­lu­ruh stasiun pengisian bahan ba­kar umum (SPBU) Pertamina. Hal ini diperlukan agar BBM ber­subsidi dapat terkendali.

Menurut dia, sistem pengawa­san dan pengendalian BBM ber­subsidi secara online dapat di­akses secara realtime dan akurat di seluruh wilayah Indonesia.

“Pengendalian dan sistem mo­nitoring online harus sesuai de­ngan azas accountable dan good gover­nance, yaitu tetap efisien dan tepat guna,” jelas Rofi’.

Selain itu, dia meminta Badan Pe­ngatur Hulu Minyak dan Gas (BPH Migas) bersungguh-sung­guh melakukan pengawasan se­cara berkala dan konsisten terha­dap berbagai motif kebo­coran ser­ta penyelundupan BBM ber­subsidi.

Menurut Rofi’, selama ini pe­merintah berdalih bahwa keku­rangan BBM diakibatkan ting­ginya pertumbuhan kenda­raan. Namun, penambahan kuota di­ukur dari kenaikan jumlah ken­daraan kurang tepat karena rea­litasnya pasti akan melewati kuo­ta setiap tahun.

Padahal, kata Rofi’, ada faktor lainnya yang penting seperti ke­gagalan mengendalikan kuota BBM subsidi. “Misalnya lemah­nya pen­ce­gahan terhadap praktik penyelun­dupan BBM dan lam­batnya konversi BBM ke gas,” tukasnya.

Sebelumnya, Menteri Keua­ngan (Menkeu) Agus Martowar­dojo juga geram dengan kegiatan penyelundupan BBM subsidi. Bahkan, dia menyebut ada sindi­kat dan mafia yang melakukan penyelundupan bensin subsidi.

Wakil Kepala BPH Migas Fah­my Harsandono mengatakan, pi­haknya menyiapkan sistem kom­puterisasi memantau pere­daran BBM subsidi untuk 5.000 SPBU di Indonesia, supaya tidak ada penyelundupan atau penye­le­wengan BBM subsidi.

“Komputerisasi sudah diuji­cobakan di Kalimantan sekitar 100 SPBU. Tahun depan semua SPBU sudah dipastikan online, nanti ada control room di BPH Migas,” ungkap Fahmy.

Rencana komputerisasi ini ba­kal diterapkan untuk SPBU di se­luruh Indonesia agar bisa di­pas­tikan pasokan-pasokan BBM sub­sidi dikirim ke pom bensin. Perbaikan distribusi BBM sub­sidi lewat sistem komputerisasi ini di­lakukan BPH Migas bersa­ma Per­tamina.

Pada periode Januari-Oktober 2012 ini, BPH Migas mene­mu­kan 511 kasus penyelewengan BBM subsidi dengan nilai Rp 15,21 miliar. Dari 511 kasus ter­sebut, 454 kasus masuk tahap penyidikan, 27 kasus tahap pe­nuntutan dan 30 kasus dalam persidangan.

Adapun bahan bukti yang di­dapat adalah minyak tanah 215.875 liter, solar 1.282.724 li­ter, premium sebanyak 203.719 liter, solar kapal (MFO) 102.000 liter, minyak mentah 17.250 liter. Jadi total semuanya 1.821.568 liter. Sementara estimasi nominal minyak atau BBM yang dise­lun­dupkan adalah minyak tanah Rp 1,78 miliar, solar Rp 11,7 miliar dan premium Rp 1,72 miliar.   [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya