Mereka yakni Jimly AsshidÂdiÂqie, Ida Budiarti, Nelson SiÂmaÂnÂjuntak, Abdul Bari Azed, Valina SingÂka Subekti, Saut HaÂmoÂnaÂngan Sirait dan Nur HiÂdayat Sardini.
Bekas ketua Mahkamah KonsÂtitusi (MK) Jimly Asshiddiqie diÂÂdÂaulat menjadi ketua DKPP. DeÂwan Kehormatan ini berÂkanÂtor di bekas gedung perwakilan PBB di Jalan MH Thamrin, JaÂkarta Pusat.
Kini, gedung itu jadi markas BaÂdan Pengawas Pemilu (BaÂwasÂlu). DKPP menumpang di salah satu lantainya.
Kemarin siang, Rakyat MerÂdeka berkunjung ke sekretariat DKPP. Berbekal papan informasi yang ada di loby gedung, nama tercantum di urutan terakhir. Di papan itu disebutkan DKPP beÂrada di lantai 5.
Meskipun kantornya di lantai paling atas, tidak ada lift yang bisa langsung mengakses ke sekretariat DKPP. Lift yang ada di lobby gedung hanya bisa meÂngantar sampai ke lantai 4. Untuk ke lantai lima naik lagi lewat tangga darurat.
Keluar dari tangga langsung terpampang dua pintu kaca yang dalam kondisi tertutup. Tidak ada petugas atau pun pekerja yang berjaga-jaga di pintu masuk ini.
Melewati pintu kaca terdapat sebuah ruangan yang desain dan bentuknya menyerupai loby atau meja resepsionis. Ada satu set sofa lengkap dengan meja kayu berÂbentuk oval di bagian tengahnya.
Persis di sebelah sofa tamu diÂletakkan meja resepsionis berÂwarna coklat. Di bagian atas meja kayu ini tampak mengeÂlupas seperti bekas tempelan yang dicopot.
Tidak ada embel-embel tulisan yang biasa dipasang sebagai pengenal. Dinding kayu yang menjadi view meja resepsionis polos tanpa ada tulisan tentang DKPP. Bahkan di sekeliling dinÂding tembok yang dilapisi wall paper dua warna, krem dan meÂrah hati. Tulisan atau logo yang berhubungan dengan DKPP sama sekali tidak ada.
Benar ini kantor DKPP? “Iya. Di sini kantor DKPP. Ke lorong sebelah sana, itu ruangan ketua dan anggota DKPP. Kalau lorong yang di belakang resepsionis ini menuju ke kantor sekretariat DKPP,†jelas wanita muda yang terlihat melintasi loby ini.
Rakyat MerÂdeka pun coba pergi ke ruang sekretariat melalui lorong yang berada di belakang meja resepsionis. Ada hal yang menarik perhatian begitu meÂnyusuri lorong yang panjangnya tidak sampai 5 meter ini. Di baÂgian kanan dindingnya terdapat wastafel tempat mencuci gelas dan piring. Karena tidak ada sekat dan dibiarkan polos, benda-benda yang ada di dekat wastafel ini saÂngat jelas terlihat. Ada gelas, piÂring, teko dan beberapa bahan unÂtuk membuat minuman.
“Di sini belum ada pantry. MaÂkaÂnya tugas dan pekerjaan yang berÂhubungan dengan office boy diÂlakukan disini,†kata wanita tadi.
Mur terlihat sedang asyik meÂmainkan jari-jarinya di atas note book miliknya. Tak berapa lama, dia mencabut kabel printer dari komputer yang ada di meja sebeÂlah. Kabel printer itu kemudian dicolokkan ke laptop miliknya. “Mau print tugas-tugas saja,†jelas Mur.
Ruang sekretariat DKPP ini berbentuk memanjang dengan ukuÂran sekitar 3x5 meter. RuaÂngan yang tidak begitu besar ini semakin sesak dengan 10 meja kerja yang disusun membentuk dua baris.
Meskipun ada 10 meja, hanya diÂsediakan 3 unit komputer. TuÂjuh meja lainnya dipakai untuk menaruh berkas. “Ya seperti iniÂlah kondisi kantor sekretariat kami. Kecil dan pas-pasan,†jaÂwabnya sambil tertawa.
Pria muda yang mengenakan kemeja tangan panjang warna krem ini lantas mempersilakan Rakyat MerÂdeka bertemu dengan ketua atau salah satu anggota DKPP. Kata dia, di sini tidak laÂraÂngan ketat bagi media yang ingin mencari informasi.
Akhirnya, Rakyat MerÂdeka meÂnuju lorong tempat ruangan angÂgota dan ketua DKPP berÂkantor. Cukup sulit juga mengeÂnali satu per satu ruangan yang ada di lorong tersebut. Selain suaÂsana kantor yang sepi, di setiap pintu ruangan juga tidak dipasang papan nama. Mayoritas pintu ruangan tertutup.
Beberapa ruaÂngan yang dileÂwati pun tidak ditunggui petugas. Itu terlihat dari dinding pintu yang terbuat dari kaca.
Ada salah satu ruangan yang berada di sebelah kanan terlihat dalam kondisi terbuka. Dua pria terlihat asik mengobrol di dalam ruangan tersebut. “Ini ruangan Pak Jimly. Tapi beliau sedang keÂluar. Pak Jimly dan ketua yang lain sedang ada acara di Hotel Arya Duta,†jawab pria yang meÂngaku bernama Bayu.
Kantor Jimly ini terdiri dari dua ruangan yang dibatasi dengan dinding tembok dan satu pintu di bagian kiri. Ruangan dibagian ukuÂranya lebih luas dibanding yang ada di dalam.
Di ruangan depan inilah, Bayu dan rekannya asyik mengobrol. Kata dia, ruangan ini diperÂguÂnaÂkan sekretaris dan tenaga ahli JimÂly. Isi ruangan ini terdiri dari meja dan kursi kerja saja ditamÂbah perangkat komputer untuk bekerja.
Bagaimana ruangan Jimly? MeÂlalui pintu yang terbuka dapat terÂlihat kalau ruangan tersebut berÂbentuk memanjang. Dekat deÂngan pintu masuk, terdapat satu set sofa tamu yang bentuk dan warnanya sama dengan yang ada di resepsionis.
Selain sofa, barang-barang yang ada di ruangan ini hanya berupa perlengkapan kerja seadaÂnya. Misalnya meja kerja, komÂputer dan satu set lemari untuk menaruh berkas dan pajangan.
“Ya seperti itulah ruangan kerja dan fasilitas yang kami punya. Itu yang kami dapat, itu juga yang kami nikmati. Yang penting kami bekerja dengan sebaik-baiknya,†kata Jimly yang ditemui Rakyat MerÂdeka usai mengisi acara di Hotel Arya Duta, Jakarta.
Apa saja fasilitas untuk Ketua DKPP? Bekas anggota Dewan Pertimbangan Presiden (WanÂtimÂpres) ini mengaku tidak banyak fasilitas yang diterimanya. ApaÂlagi, bila dibandingkan dengan fasilitas ketika dia jadi anggota Wantimpres dan Ketua MahÂkaÂmah Konstitusi.
“Sampai saat ini fasilitas yang saya dapat baru kendaraan opeÂrasional saja. Hak lain seperti tunÂjangan kehormatan berupa gaji belum saya terima sejak menjabat sebagai Ketua DKPP,†terangnya.
“Ini bukan saya saja lho yang belum dapat gaji hingga sekaÂrang. Anggota DKPP yang lain termasuk pekerja yang ada di sini juga belum menerima gaji,†ungÂkapnya.
Pinjam Ruangan Di Gedung Kemenag Buat Tempat Sidang
Selain kantor yang masih menumpang, DKPP kerap pinÂdah-pindah saat melakukan siÂdang terkait laporan pelanggaran kode etik penyelenggaran peÂmiÂlu. Kadang di Bawaslu, KPU, KeÂmenterian Agama dan beberapa kantor milik instansi atau lemÂbaga negara yang kosong.
“Untuk bersidang, kami suka pindah-pindah karena keterÂbataÂsan ruangan. Kadang di BaÂwaslu, tapi sering juga di instansi lain. Itu tidak masalah yang penting kan proses dan hasilnya siÂdang,†kata Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie.
“Lagian gedung di instansi atau lembaga negara lain milik kita juga. Jadi bisa kita pakai kapan pun, tergantung bagaimana teknis meminjamnya saja,†tambahnya. Tak jauh dari sini kantor ada SekÂretariat Jenderal (Setjen) KeÂmenÂterian Agama. DKPP sering meÂminjam ruangan di kantor Setjen Kemenag untuk bersidang.
Sebenarnya, DKPP memÂpuÂnyai ruangan sidang khusus yang ada di lantai 1 Gedung Bawaslu. Tempat rapat itu persis berseÂbeÂlahan dengan Posko Awaslupadu dan Media Centre Bawaslu.
Ruangan yang bentuknya meÂmanjang ini sudah itu diatur dan ditata layaknya tempat sidang. Ada meja hakim, ada meja teraÂdu, meja pengadu, saksi dan noÂtuÂlen serta pengunjung.
Di luar jadwal sidang, ruangan sidang DKPP ini difungsikan unÂtuk kepentingan yang lain. Salah satunya sebagai tempat konÂfeÂrenÂsi pers Bawaslu dan DKPP untuk menyampaikan kabar ke media.
“Kita seringnya memang berÂsidang di ruang yang ada di samÂping Bawaslu itu. Salah satunya saat memutus perkara 18 parpol dan polemik di tubuh KPU itu diÂlakukan di sana,†terangnya.
Mengenai kantor dan ruang siÂdang, Jimly menganggap buÂkanÂlah kebutuhan mendesak yang perlu dipenuhi saat ini. Apalagi, Komisi II DPR dan pemerintah sudah sepakat untuk membangun gedung Graha Pemilu.
Di Graha Pemilu itu tiga lemÂbaga negara yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) akan berkantor.
“Ya mudah-mudahan Graha Pemilu segera terealisasi. Di graÂha Pemilu itu nantinya, ada KPU, Bawaslu, DKPP. Luasnya 2,5 hektare di daerah MT Haryono, JaÂkarta Timur,†bebernya.
“Kalau itu terbentuk, kita akan punya dua simbol demokrasi. Satu DPR dan satu lagi Graha PeÂmilu. Kondisi di DKPP juga jauh berbeda dengan yang sekarang,†ujarnya.
Tak Ada Anggaran, Staf Urunan Buat Beli Map
Ketua DKPP Jimly AssÂhidÂdiÂqie tidak khawatir meskipun hingÂga saat ini belum mendÂaÂpatÂkan gaji dari negara. AlasanÂnya, dirinya masih punya kerja sampingan untuk memenuhi keÂbutuhan hidupnya.
“Saya ini bukan hanya kerja di DKPP saja, tapi juga dosen. Saya ini juga bekas Ketua MahÂkamah Konstitusi dan anggota WanÂtimpres. Jadi ada penÂdaÂpaÂtan bulanan untuk hidup,†kaÂtaÂnya sambil tersenyum.
Tak hanya dirinya, Jimly juga yakin bila enam anggota DKPP yang lain juga bernasib sama. Kata dia, selain di DKPP, keÂenam anggotanya juga masih dapat pemasukan dari pekerjaan sampingannya.
“Mereka rata-rata dosen seÂperti saya. Ada penghasilan lain yang mereka punya setiap buÂlannya. Jadi ini tidak menjadi masalah serius dan harus diÂsinggung-singgung†terangnya.
“Yang saya khawatirkan jusÂtru nasib dari para pekerja kita di sini. Jumlahnya sekitar dua puÂluhan orang. Status mereka di DKPP itu belum jelas, baru seÂbatas surat keputusan yang saya tandatangani saja,†tambahnya.
Karena tidak memiliki status kepegawaiannya, para pekerja itu pun belum mendapatkan gaji seperti halnya para komisioner DKPP. Setiap bulan, mereka hanya mendapatkan honor peÂlaksana melalui anggaran yang dikelola DKPP.
“Mereka terima tiap bulan. Tapi bukan gaji, hanya hoÂnoÂrium saja. Karena honor, jumÂlahnya pun tidak seberapa. Itu pun juga tergantung dari staÂtusnya,†kata pakar hukum tata negara ini.
Tapi anehnya, kata Jimly, para anak buahnya itu masih teÂtap bekerja dengan baik hingga sekarang. Bahkan untuk urusan pekerjaan pun, terkadang para pekerja itu harus merogoh uang pribadi.
“Mereka itu urungan (paÂtuÂngan) untuk membeli map. Saya malu sendiri jadinya. KaÂsihan. Ada yang urunan 5 ribu, ada yang 10 ribu,†kata Jimly.
Menurut Jimly, belum adaÂnya gaji yang diterima lembaga dan para anak buahnya karena beÂlum selesainya manajemen yang ada di Bawaslu. Padahal, sambungnya, DKPP ini satu sekretariat jenderal dengan BaÂdan Pengawas Pemilu.
“Bawaslu sekarang itu berÂbeda. Kalau dulu pemegang angÂgaran itu kepala sekretariat, tapi sekarang sekjen. DKPP ini satu sekjen dengan Bawaslu. Sekarang Bawaslu masih meÂnyusun struktur dan manÂaÂjeÂmenÂnya. Kalau itu selesai, maka selesai juga DKPP,†katanya.
“Targetnya akhir tahun ini suÂdah selesai. Kalau Bawaslu suÂdah lengkap struktur manaÂjeÂmenÂnya, DKPP nanti akan puÂnya satu kepala biro yang bisa mengurus masalah teknis adÂmiÂnisÂtrasi,†tambahnya.
Jimly yakin bila masalah yang ada di Bawaslu selesai, gaji anggota dan staf DKPP bisa lancar. Bahkan lembaganya pun bisa menambah jumlah pegaÂwai lebih banyak dari sekarang.
“Rencananya kami akan rekÂrut lagi pekerja sekitar 50-60 orang. Statusnya pun akan jelas dibanding sekarang. Tapi itu tunggu dari Bawaslu dan pemeÂrintah saja,†terangnya.
Meski anggaran maupun gaji dari pemerintah belum turun, dirinya optimis DKPP bisa berÂjalan membenahi pelanggaran kode etik penyelenggara PeÂmilu. “Dengan keterbatasan yang ada, kita sudah berhasil menyelesaikan 64 perkara etik yang terjadi dalam setiap peÂmilihan umum di daerah,†teÂgasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22