Berita

ilustrasi

On The Spot

Tetap Masuk Kantor Nunggu ‘Dipulangkan’

Divonis DKPP, Karier Pejabat Setjen KPU Tamat
SABTU, 01 DESEMBER 2012 | 09:19 WIB

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memutuskan sejumlah pejabat Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum melanggar kode etik. Dewan  yang dipimpin Jimly Asshiddiqie juga merekomendasikan para pejabat itu  dikembalikan ke institusi asalnya;  Kementerian Dalam Negeri.

Mereka yang disarankan untuk “dipulangkan” itu yakni Sekjen KPU Suripto Bambang Setiadi, Wakil Sekjen Asrudi Trijono, Ke­pala Biro Hukum Nanik Suwarti, dan Wakil Kepala Biro Hukum Teuku Saiful Bahri Johan.

Vonis ini dijatuhkan setelah ter­ungkap para pejabat itu mela­kukan “pem­bangkangan” kepada komisioner KPU saat proses ve­rifikasi partai politik.

Apakah mereka masih ngantor di KPU sejak putusan DKPP yang diketok Selasa lalu? Atau sudah kembali ke ke Kemen­dagri? Yuk kita intip.  

Asrudi Trijono terlihat duduk santai di ruang kerjanya di lantai satu kantor KPU.  Ia ditemani se­orang pria. “Ngobrol santai sama te­man sambil menunggu waktu sore,” kata pria bertubuh subur itu.

Sesekali pandangannya dilem­p­ar ke layar televisi. Raut wa­jah­nya tampak tenang. Tak terlihat tertekan. Padahal, dia baru saja divonis berat yang membuat ka­riernya di KPU tamat.

Asrudi ditempatkan di KPU pada 2002. Sebelum diangkat menjadi wakil sekjen, ia meniti karier di KPU dari wakil kepala biro lalu kepala biro. “Saya sudah duduk di semua level jabatan hingga terakhir menjadi Wakil Sekjen,” katanya.

Dengan keluarnya putusan DKPP, kariernya di KPU harus berhenti di sini. “Jabatan itu ama­nah. Saya siap di mana saja ter­masuk kembali ke Kemendagri,” katanya.

Ia merasa tak perlu menggugat putusan DKPP itu lantaran tak lama lagi pensiun. Rencananya dia purnabakti Mei 2014.  Ia eng­gan berkomentar lebih jauh soal putusan itu. “Entar kalau sudah bertemu dengan Mendagri saya baru mau ngomong lebih jelas,” kata Asrudi.

Berbeda dengan Asrudi, Saiful Bahri Johan terlihat jengkel de­ngan vonis yang dijatuhkan kepa­danya. Ia menilai putusan DKPP itu tak didasarkan fakta-fakta.

“Kami tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Yang ada hanya klarifikasi yang dilakukan Pak Suripto (Sekjen) di sidang DKPP,” keluhnya.

Lulusan Fakultas Hukum Uni­ver­sitas Syiah Kuala, Aceh ini me­nganggap dirinya tak pernah me­langgar kode etik. Selama ini, ia merasa sudah berusaha se­mak­si­mal mungkin menyiapkan ke­butu­han komisioner dalam proses verifikasi.

Misalnya, membentuk Pokja Verifikasi Partai Politik. Pokja di­ketuai Asrudi Trijono. Sek­re­ta­ris­nya Nanik Suwarti. “Jadi kalau ada kesalahan atau keterlambatan dalam tahapan pemilu, yang salah adalah jajaran pengurus Pokja. Sekjen hanya bertugas sebagai pe­n­garah dan tidak bisa disalah­kan,” kata Saiful.

Jebolan S2 Fisip UGM ini menduga, isu “pembangkangan” ini bermula dari dirinya yang bersitegang dengan Komisioner Ida Budiarti. Puncaknya,  Saiful mengusir Ida dari ruang verifi­kasi. Menurut dia, ini akumulasi kekecewaannya terhadap Ko­mi­si­oner yang ngadu ke Komisi II DPR mengenai persoalan di in­ternal KPU. “Tapi permasalahan ter­sebut sudah selesai. Bahkan saya sudah ngobrol santai dengan Bu Ida,” katanya.  

Ia ingin persoalan ini disele­saikan di tingkat internal, bukan dibawa ke luar. Kalaupun ada si­dang, dilakukan secara tertutup.  “Namun kenyataannya dilakukan secara terbuka. Jadi semua orang menjadi tahu permasalahan di internal KPU,” kata Saiful kecewa.

Saiful merasa selama ini sudah berusaha membela komisioner KPU yang dituding melanggar tahapan pemilu oleh Badan Pe­ngawas Pemilu. Tudingan itu di­lontarkan setelah KPU menunda pengumuman parpol yang lolos verifikasi administrasi.

Doktor hukum dari Universitas Diponegoro, Semarang ini heran, ketika persoalan ini dibawa Ba­waslu ke DKPP justru sekretariat yang dituduh melanggar kode etik. Bukan komisioner KPU. “Apa hubungan antara yang di­adukan dengan hasilnya? Ba­waslu minta apa? Hasilnya apa?” katanya.

Pria yang sudah setahun men­jadi Wakil Kepala Biro Hukum ini pun mengungkapkan ke­sa­la­han-kesalahan yang dilakukan Komi­sion­er KPU. Salah satunya, tidak me­lakukan verifikasi parpol di ting­kat kecamatan. Menurut dia, ini me­langgar Undang-undang Pemilu.

Selain itu, undang-undang mengamanatkan setiap tahapan pemilu harus sesuai jadwal. Tidak boleh dilanggar karena ada sanksi hukumnya. “Tapi komisioner KPU membuat peraturan yang bertujuan menjustifikasi tinda­kannya. Langkah ini malah sa­ngat melanggar Undang-undang Pemilu. Namun kenapa kasus ini tidak dibuka sama sekali?” tanyanya.

Juga persoalan keterlibatan LSM asing, IFES dalam proses pendataan dan verifikasi parpol. IFES turut membantu KPU mem­buat Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL). Menurut Saiful, ini pelanggaran.

“Tapi Pak Jimmly (Ketua DKPP) tidak melihat pelanggaran itu semua. Malah melihat ma­sa­lah penundaan pengumuman par­tai yang lolos tahap administrasi,” sesalnya.

Padahal, ungkap Saiful, penun­daan pengumuman ini akibat Komisoner yang meminta pihak Setjen mengecek ulang berkas partai yang dinyatakan tak lolos administrasi. Berkas yang sudah ditumpuk di gudang pun dibong­kar lagi.  “Bukannya kami tidak mau. Tapi kami telah memeriksa berkas partai siang dan malam dan hasilnya bisa dipertang­gung­jawabkan,” katanya.

Yang lebih tidak mengenakkan lagi, tutur dia, proses bongkar berkas itu diminta dilakukan saat libur Idul Adha. “Perintah ini su­dah tidak benar. Kalau libur Sa­b­tu-Minggu tidak masalah. Kami siap. Walaupun begitu  masih ada dua orang yang melihat kembali berkas partai yang ada di gudang saat libur Idul Adha,” katanya ngedumel.

Walaupun Saiful protes, dia tak bisa apa-apa. Pasalnya, putusan DKPP bersifat final dan me­ngi­kat. Tidak ada upaya lanjutan yang bisa membatalkan vonis DKPP.

“Jadi apapun keputusan DKPP harus diterima dengan lapang dada. Saya tidak masalah bila dikembalikan ke Kemendagri,” katanya. Sudah ada kabar kapan dipu­lang­kan ke Kemendagri? Saiful menggelengkan kepala.

“Kita menunggu Surat Kepu­tusan dari Sekjen KPU. Bila su­dah ada, kami langsung pindah. Kalau untuk Sekjen KPU biasa­nya harus sepengetahuan pre­si­den,” katanya.

Bawaslu Awasi Eksekusi Putusan Dewan Kehormatan

Ketua Badan Pengawas Pemilu Muhammad menghar­gai dan menerima keputusan DKPP yang menjatuhkan sanksi kepada jajaran Setjen KPU. “Kami akan awasi keputusan itu,”  katanya.

Dalam laporannya ke DKPP, Bawaslu juga merekomendasikan agar 12 parpol yang dianggap tak lolos verifikasi administrasi bisa diikutsertakan dalam verifikasi faktual.

Rekomendasi ini, kata Mu­ham­mad, ternyata dikabulkan DKPP. Untuk itu, menurut dia, KPU harus segera melaksanakan putusan itu.

Said Salahuddin, Koordinatior LSM Masyarakat untuk Demok­rasi Indonesia (Sigma)—yang juga melapor ke DKPP—menilai De­wan yang dipimpin Jimly Ass­hiddiqie menjatuhkan sanksi tan­pa menggali fakta yang lebih da­lam mengenai situasi yang terjadi di internal KPU.

Dalam proses sidang, DKPP hanya mengkajinya berdasarkan keterangan yang sedikit yang di­sampaikan Sekjen KPU. Kla­ri­fikasi dari Sekjen hanya seadanya saja. Tidak menyertakan doku­men yang memadai untuk mem­bela diri.

“Jadi ini seperti ada miss stra­tegi dari setjen. Awalnya mereka mengira konflik dengan komi­sio­ner bisa dicarikan solusi yang adil oleh DKPP agar tidak berlarut-larut. Namun kenyataannya ti­dak,” kata Said.

Ia banyak mendengar ada du­gaan praktek ilegal yang di­la­ku­kan komisoner selama proses verifikasi. Ini diketahui persis pi­hak Setjen.

“Sebetulnya Sekjen KPU bisa saja membongkar praktek itu pada saat persidangan di DKPP agar publik mengetahui perilaku komisioner yang sesungguhnya,” katanya.

Namun ini tidak dilakukan agar perseteruan Setjen-Komisioner tak makin tajam. “Spirit mereka sepertinya menginginkan per­damaian dan bukan untuk mem­buat konflik di internal KPU,” katanya.

Padahal bila Setjen mengung­kap segala persoalan yang se­benarnya terjadi di tubuh KPU da­lam proses persidangan, “Saya yakin bunyi putusan DKPP akan berbeda.”

Setjen Pernah Kosong Karena Pejabatnya Dibui

Empat pejabat Setjen KPU akan dikembalikan ke Kemendagri. Jabatan Sekjen,  Wakil Sekjen, Ke­pala dan Wakil Kepala Biro Hu­kum bakal kosong.

Kekosongan di Setjen ini bukan kali ini saja terjadi. Setelah Pemilu 2004, beberapa posisi di Setjen KPU sempat kosong. Bu­kan lantaran pejabatnya di­kem­balikan ke Kemendagri. Tapi karena dibui. KPK menuduh be­be­rapa pe­ja­bat Setjen melakukan korupsi bersama dengan se­jum­lah ko­mi­sioner KPU saat itu. Me­reka pun ditahan.

Para pejabat itu yakni Safder A Yu­sacc (Sekjen),  Sussongko Su­hardjo (Wakil Sekjen), Hamdani Amin (Kepala Biro Keuangan), M Dentjik (Wakil Kepala Biro Ke­uangan). Kemudian Richard Purba (Kepala Biro Logistik) dan Bam­bang Budiarto (Kepala Biro Umum).

Korupsi di lembaga pe­ny­e­leng­gara pemilu itu terbongkar se­te­lah KPK menangkap Anggota KPU Mulyana W Kusumah ka­rena menyuap auditor Badan Pe­meriksa Keuangan (BPK).

Penggeledahan yang dilaku­kan KPK menemukan bukti ada korupsi dalam pengadaan logistik Pemilu 2004 yang di­lakukan KPU. Satu per satu komisioner dan pejabat Setjen dijadikan tersangka. Termasuk ketua KPU saat itu, Nazaruddin Sjamsuddin.

Anas Urbaningrum, salah satu ko­­misioner yang “selamat” dari KPK. Mengundurkan diri dari KPU, Anas tergabung dengan Par­tai Demokrat. Kini, nama Anas di­kait-kaitkan dengan kasus korupsi Hambalang yang tengah diusut KPK.

Inilah Vonis Untuk Suripto Bambang Cs

“Dalam tempo sesingkat-singkatnya mengembalikan yang bersangkutan beserta pe­jabat-pejabat lainnya yang ter­li­bat pelanggaran kepada asal sejak dibacakannya putusan ini.”

Begitulah vonis Dewan Ke­hormatan Penyelenggara Pe­milu (DKPP) terhadap Sekjen KPU Suripto Bambang Setiadi, Wakil Sekjen Asrudi Trijono, Ke­pala Biro Hukum Nanik Su­warti, dan Wakil Kepala Biro Hu­kum Teuku Saiful Bahri Johan.

Vonis itu diketuk Selasa lalu oleh Ketua DKPP Jimly Asshid­diqie. Pembacaan vonis ini diha­diri massa 18 parpol yang tak lo­os verifikasi administrasi di KPU.

Keputusan ini diambil setelah DKPP menimbang sejumlah fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Di antara­nya fakta yang dikemukakan Komisioner KPU Ida Budhiati bahwa terjadi pembangkangan dari pihak Setjen.

“Pengungkapan dari pihak Setjen juga justru semakin me­ngungkap adanya pem­bang­ka­ngan. Sehingga mengakibatkan proses pendaftaran menjadi terhambat. Bahkan dapat dika­ta­kan merusak proses tahapan Pemilu yang ada,” kata DKPP da­lam pertimbangannya.

Rekomendasi juga dijatuh­kan, dengan pertimbangan bah­wa pada hakikatnya Biro Hu­kum punya tugas pokok sebagai leading sector dalam proses verifikasi parpol. Namun tugas itu tidak dilaksanakan dengan pe­nuh tanggungjawab. Aki­batnya proses verifikasi tidak berjalan lancar.

Padahal, menurut Jimly, se­bagaimana diatur dalam un­dang-undang, Setjen memiliki tanggungjawab penuh men­du­kung kelancaran tugas komi­sio­ner. “Dengan demikian Setjen satu kesatuan tak terpisahkan dan harus memiliki loyalitas tunggal dan patuh pada KPU,” katanya.

Sementara itu, DKPP me­nya­takan, tujuh Komisioner KPU yang dilaporkan Bawaslu tidak terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu.

“DKPP mengingatkan agar para teradu (komisioner KPU) dapat be­kerja secara lebih profesional, transparan, jujur, adil, dan akuntabel untuk selu­ruh tah­a­pan pemilu berikut­nya,” katanya.

Ssttt... Tiga Orang Nyusul Dipulangkan Ke Merdeka Utara

KPU akan menunjuk pejabat pe­laksana tugas (Plt) untuk me­ngisi kekosongan posisi Sekjen dan beberapa pejabat yang di­kembalikan ke Kemen­dagri, yang bermarkas di Jalan Medan Merdeka Utara.

 â€œKami akan menunjuk Plt dari sekretariat. Kami sudah punya kandidat. Dan pasti peng­gantinya dari kepala biro, ke­cuali biro hukum, karena sudah direkomendasikan untuk diganti (juga),” kata Komisioner KPU Arief Budiman.  

Arief mengaku belum bisa mem­beberkan nama-nama kan­didat Plt tersebut. Sebab itu ha­rus diputuskan dalam rapat pleno.

Menurut itu, pejabat Plt itu akan bertugas merapikan orang-orang di posisi struktural yang kosong. Kemudian menunjuk kepala biro dan wakil kepala biro sambil menunggu proses pergantian sekjen.

Arief menjelaskan proses pe­rekrutan Sekjen baru akan di­tem­puh melalui berbagai cara. Bisa usulan dari Kemendagri. Atau, KPU mengangkat dari in­ternal. “Kami akan putuskan setelah rapat pleno. Dan sekjen sebenarnya sudah kami proses sebelum putusan DKPP. Karena sekjen mau pensiun, makanya kita umumkan di website rek­rut­­men terbuka,” katanya.

Ia sendiri sebenarnya terkejut saat DKPP menjatuhkan putu­san pelanggaran kode etik ter­hadap sekjen. Ia sudah bertemu dengan Sekjen, Wakil Sekjen, Ke­pala Biro Hukum dan Wakil Ke­pala Biro Hukum untuk me­nyampaikan kabar putusan DKPP.  “Sebetulnya masih ada juga pejabat lain yang terlibat. Mungkin dua-tiga orang. Se­mua­nya akan kami kembalikan ke instansi asal,” jelasnya.

Ketua KPU Husni Kamil Ma­nik menyebutkan sudah me­ngantongi tiga nama untuk me­ngisi posisi Sekjen. Nama-nama calon sudah diserahkan ke presiden.  Ketiga nama diang­gap memenuhi syarat untuk jadi Sekjen.

Namun Husni Kamil tidak men­jelaskan secara rinci siapa tiga yang dimaksud. “Kita ber­harap pertengahan Desember tanggal 17 kami sudah bisa se­but tiga nama kepada presiden sebagai calon Sekjen yang pe­nuhi syarat-syarat sebagaimana ketentuan undang-undang. Kita juga akan tunjuk Plt Biro hu­kum, dan posisi lain yang ko­song,” katanya.

Mendagri: Bila Diminta, Kami Kasih

Menteri Dalam Negeri Ga­ma­wan Fauzi segera me­nin­dak­lanjuti putusan Dewan Ke­hor­matan Penyelenggara Pemilu yang menyuruh empat pejabat Setjen KPU dikembalikan ke instansi asal..

Mendagri juga siap mengu­sul­kan nama calon untuk me­ngisi posisi Sekjen KPU. “Ke­mendagri akan memfasilitasi. Kalau memang diminta ke kami, akan kami kasih,” katanya.

Namun Gamawan me­nga­ta­kan belum ada permintaan re­s­mi dari KPU mengenai per­gantian sekjen. “Sampai hari ini saya belum terima,” katanya.

Tak lama setelah keluar pu­tusan DKPP, Mendagri meng­hubungi Sekjen KPU Suripto Bambang Setiadi. Kepada Mendagri, Suripto siap berhenti kapan saja. Apalagi dia bakal pensiun Februari tahun depan.

Gamawan menilai DKPP ti­dak berwenang untuk men­ja­tuh­kan vonis kepada jajaran Set­jen KPU.  “Setahu saya, yang jadi kewenangan DKPP itu kode etik terkait komisioner KPU. Kalau Sekjen itu PNS eselon I. Eselon I itu ada kewajiban dan larangan PNS,” jelasnya.

“Saya juga tidak mengerti apakah putusan sampai ke sekjen,” kata bekas gubernur Sumatera Barat itu heran.

Walaupun begitu, Gamawan enggan mencampuri urusan itu. Ia menyarankan KPU mem­bi­ca­ra­kan ulang dengan DKPP me­nge­nai keputusan itu. Pihak­nya akan menunggu hasilnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Kasus Korupsi PT Timah, Sandra Dewi Siap jadi Saksi Buat Suaminya di Depan Hakim

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05

Banjir Rendam 37 Gampong dan Ratusan Hektare Sawah di Aceh Utara

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00

Perkuat SDM, PDIP-STIPAN kembali Teken MoU Kerja Sama Bidang Pendidikan

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46

Soal Kementerian Haji, Gus Jazil: PKB Banyak Speknya!

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34

Pemerintah Harus Bangun Dialog Tripartit Bahas Kenaikan UMP 2025

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24

PWI Sumut Apresiasi Polisi Tangkap Pembakar Rumah Wartawan di Labuhanbatu

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15

Kubu Masinton Pasaribu Berharap PTTUN Medan Tolak Gugatan KEDAN

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59

PKB Dapat Dua Kursi Menteri, Gus Jazil: Itu Haknya Pak Prabowo

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54

MUI Minta Tokoh Masyarakat dan Ulama Turun Tangan Berantas Judol

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43

Bertemu Presiden AIIB, Airlangga Minta Perluasan Dukungan Proyek Infrastruktur di Indonesia

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22

Selengkapnya